Cinta yang Tersulut Kembali
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantan Istri Genius yang Diidamkan Dunia
Jangan Main-Main Dengan Dia
Gairah Liar Pembantu Lugu
Cinta di Jalur Cepat
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Sang Pemuas
Lampu berkelap-kelip menghiasi ruangan, music Dj yang menggema, menambah suasana klubing semakin meriah. Liukkan tubuh molek yang menari di atas meja bundar, menjadi tontonan wajib saat datang. Dan minuman berbagai macam rasa juga tersedia bagi siapa pun yang tengah merasa Bahagia atau pun terluka.
Entah sudah berapa kali Mayumi bolak-balik mengambilkan minuman untuk para pengunjung. Andaikan kedua kakinya yang jenjang bisa bicara, mungkin sudah sedari tadi berteriak meminta menyudahi pekerjaan ini. Namun, itu tidak mungkin bisa Mayumi lakukan. Mayumi terlalu membutuhkan pekerjaan ini untuk menghidupi dirinya dan ibunya yang sedang sakit-sakitan.
“Buruan!” teriak salah satu mengunjung yang berada di bangku paling ujung. Dia mengangkat tangan melambai ke arah Mayumi untuk segera membawakan minuman.
“Apa kamu lumpuh sampai tidak bisa berjalan dengan cepat!”
Berbagai macam cacian yang setiap malam Mayumi dengar dan sungguh tidak akan pernah Mayumi pedulikan. Meski kadang kalimatnya terdengar menyakitkan, tapi inilah tempat yang bisa menghidupi Mayumi dan ibunya. Memang bisa apa seorang Wanita yang hanya bersekolah sampai sekolah
menengah saja? Kehidupan di kota sungguh keras. Terkadang lebih baik dihina asal bisa makan biarpun itu terdengar keji dan menjijikkan.
“Kenapa lama sekali!” makinya saat Mayumi sudah datang membawa tiga botol wine.
“Maaf, aku baru saja melayani di sebelah sana lebih dulu,” jawab Mayumi seraya meletakkan tiga botol wine yang ia bawa.
Siapa peduli dengan alasan itu? Bagi mereka apa pun alasannya tetap mau dilayani yang paling utama.
“Tetaplah di sini.” Slah satu dari mereka menarik tangan Mayumi.
Mayumi langsung mengibaskan tangan. “Maaf, pekerjaanku di sana masih banyak.”
“Shit!” umpat pria gondrong itu. “Aku datang karena ingin berpesta, sebagai pelayan kamu harus menemaniku di sini.”
“Hei!” jerit Mayumi saat pria itu dengan tidak sopan meremas pantatnya. “Jaga tangan anda. Saya tidak suka disentuh-sentuh!” tegas Mayumi,
Pria itu tertawa diikuti beberapa teman yang lainnya. Mereka seperti menghina perkataan Mayumi yang sedang membela diri.
Sebelum Mayumi beranjak, salah satu dari mereka berdiri. “Hei, kamu! Kamu hanya pelayan, tugas kamu di sini tentu melayani kami para tamu.”
Mayumi mendecih, “Maaf, aku memang hanya pelayan, tapi bukan berarti melayani pikiran kalian yang kotor.”
“Berani sekali kamu!” satu lagi ikut berdiri dan langsung menyalak. Pria itu menjambak rambut Mayumi hingga mendongak.
“Wanita seperti kamu tidak usah sok suci! Semua pelayan di sini tidak ada yang bersih!”
Mayumi sudah meringis menahan rasa sakit di kepalanya saat rambutnya dijambak dan masih ditarik.
“Lepaskan!” bentak Mayumi seraya coba menyingkirkan tangan pria itu.
Ketika tenaga Mayumi tidak berhasil menyingkirkan pria itu, yang lain tertawa. Mayumi mulai takut dan kali ini lebih merasa direndahkan. Selama rambutnya di tarik dan juga kedua tangganya sudah ditarik dan dikunci ke belakang oleh pria itu, Mayumi semakin tidak bisa berbuat apa-apa. sekalipun Mayumi menggerakkan badan mencoba melepaskan diri, yang ada tarikan rambut itu semakin terasa kencang.
Mereka berlima sepertinya begitu menyukai pertunjukan ini. Ini tempat di mana orang akan acuh dengan urusan orang lain, sekali pun Mayumi berteriak minta tolong, tidak akan ada yang menolongnya. Kemungkinan yang terjadi malah mereka semua akan bertepuk tangan seperti sedang dalam pertunjukan opera.
“Lepaskan aku!” sentak Mayumi lagi dengan raut wajah menahan perih.
“Kalau saja kamu bersikap sopan, aku tidak akan sekasar ini padamu.” Pria yang ikut berdiri itu menyeringai, lalu satu tangannya meraih bagian pinggang Mayumi sementara temannya masih mengunci kedua tangan dan menjambak rambut Mayumi.
“Brengsek kalian!” maki Mayumi.