Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Aku tidak pernah menyangka bahwa aku akan mencintai seorang pria yang tidak pernah ditemui sebelumnya. Aku merasakan hati yang berdebar-debar. Sebelumnya diriku tidak pernah merasakan hal terindah seperti ini, mencintai seorang pria pun tidak pernah. Aku dibuat jatuh cinta pada pandangan pertama karena dirinya, pria asing yang memiliki kulit putih bersih tanpa noda sedikit pun.
Pria yang mampu membuat hatiku berbunga-bunga saat menatapnya. Meskipun sifat pria itu lebih dingin dan tidak tersentuh, percayalah bahwa aku sangat mencintai dirinya dalam diam.
Aku, Alisia Eryana Fadhilah. Seorang gadis berusia 21 tahun yang dulunya tidak pernah mengenal cinta kini berubah menjadi Alisia yang sedang jatuh cinta pada pria asing.
***
Di sebuah Mansion mewah yang terletak di kota New York, Amerika Serikat, tampak seorang gadis berusia 21 tahun sedang merajut baju hangat untuk orang tersayangnya, gadis itu adalah Alisia Eryana Fadhilah.
"Nak. Makan dulu!" perintah sang ayah dengan nada yang sangat tegas.
"Ya Ayah. Nanti aku akan makan," sahut Alisia.
Pria paruh baya itu hanya menghela nafas panjang dan mendekati putri kesayangannya.
"Kamu sedang apa nak?" tanya sang ayah.
"Aku sedang merajut baju hangat untuk keluarga kita," balas Alisia dengan nada lembut.
Pria paruh baya itu mengusap lembut bahu putrinya, ia tidak menyangka putri kecilnya sudah remaja.
"Putriku sudah besar dan tumbuh dengan sangat cantik dan manis," batin pria paruh baya itu.
"Ayah mau menemani bundamu dahulu," ujar pria paruh baya.
Alisia hanya mengangguk dan tersenyum lalu pria paruh baya itu pun pergi.
London, Inggris...
Seorang pria muda berdiri dengan angkuh di ruang rapat tertutup. Mata tajamnya menatap nyalang para pengawal yang tampak menunduk ketakutan.
"Kalian bodoh!" bentak pria itu dengan nada tinggi, membuat siapa pun yang mendengarnya terjungkal karena terkejut.
Para pengawal itu hanya diam, jika mereka bicara maka konsekuensinya nyawa mereka akan melayang.
"Apa kalian tidak bisa mencari informasi tentang Gea?" tanya pria muda itu, matanya masih saja menatap nyalang para pengawal yang hanya diam membisu.
Pria muda itu sangat kesal karena para pengawalnya hanya diam saja dan tidak bicara.
"Apakah kalian tidak punya mulut?" tanya pria muda itu.
Pria itu tersenyum menyeringai.
"Baiklah. Jika kalian tidak mau menjawab pertanyaan dariku," ujar pria muda itu.
Pria muda itu pun pergi meninggalkan para pengawalnya yang sangat ketakutan.
"Aku rasa ada hal yang tidak beres dengan kepergiannya tadi."
"Apa kita akan dihukum?"
"Entahlah, aku pasrah saja."
"Kita akan mati."
"Ya kau benar. Tuan pasti akan membunuh kita."
Pengawal yang lainnya hanya diam tidak ikut berbicara seperti pengawal itu.
Kembali ke London, Inggris...
Pria muda itu sedang menunggu kliennya di sebuah Cafe bernama Blower.
"Cepat sekali kau datang, Jayden."
Pria bernama Jayden itu hanya menghela nafas panjang.
"Ada masalah apa sehingga kau ingin menemuiku, Erick?" tanya Jayden dengan wajah datarnya.
Erick hanya tertawa geli melihat wajah datar milik sahabatnya.
"Kenapa kau tertawa, Erick?" tanya Jayden dengan nada kesal.
"Kau lucu sekali," balas Erick.
Jayden tersenyum masam, ia benar-benar tidak habis fikir dengan perkataan Erick. Jayden mengenal Erick sejak masih sekolah dasar, Erick yang dulu memiliki sifat yang dingin dan datar kini berubah menjadi sosok yang sangat berbeda.
"Apa kau salah makan, Erick?" tanya Jayden, "Apa kau sedang demam?"