Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Bab 1
"Ada yang perlu ditanyakan lagi, Bu?" tanya Aldi ramah kepada pasien seorang ibu paruh baya di hadapannya.
"Gak, Dokter. Saya langsung sembuh lho ini. Sudah ketemu Dokter Aldil. Ngomong - ngomong, dokter sudah punya pacar belum? Mau saya kenalkan sama anak bungsu saya," ucap Bu Faridah tertawa kecil.
Aldi seketika melirik ke arah gadis pujaan hatinya yang berada tepat di belakang kursi Bu Faridah.
"Sudah, Bu. Saya sudah punya calon isteri," sahut Aldi tersenyum. Diliriknya, Sella yang tersipu malu mendengar jawaban sang kekasih.
"Oke deh kalau gitu. Saya permisi dulu, ya, Dokter Aldi" pamit Bu Faridah beranjak dari duduknya dibantu oleh seorang perawat.
"Terima kasih, Suster Sella. Kalau Suster Sella bagaiamana? Cantik begini, mau saya jadikan menantu. Untuk anak sulung saya," goda Bu Faridah.
"Kebetulan saya juga sudah punya calon suami, Bu," sahut Sella tersenyum ramah.
"Wah, sayang banget, ya. Kalian berdua hati - hati 'lho. Bisa cinlok nanti. Sering kerja berdua," goda Bu Faridah yang berhasil membuat Aldi dan Sella menelah ludah.
Sepulangnya Bu Faridah sebagai pasien terakhir. Aldi segera memberikan kode kepada Sella untuk membuka handphonenya. Sella hanya tersenyum tanda mengerti.
"Aku tunggu di depan minimarket belakang rumah sakit, sayang," Sella membaca isi pesan Aldi dalam hati.
"Suster Sella, saya duluan, ya," ucap Aldi tersenyum mesra. Sella melemparkan senyum manis ke arah Aldi.
Selesai berganti pakaian, Sella segera menghampiri mobil sedan mewah yang parkir tepat depan minimarket. Sella segera memasuki mobil dengan cepat karena takut kalau ada rekan kerja mereka berdua yang melihatnya. Aldi segera tancap gas menuju sebuah restoran tempat mereka biasa berkencan.
"Sayang, kita go public aja, yuk. Aku tuh capek kucing - kucingan begini. Hampir dua tahun 'lho kita backstreet," Aldi menggenggam erat telapak tangan Sella.
"Aku takut sama Mama kamu, Yank. Kamu tahu sendiri beliau bagaimana. Mama kamu itu kalau datang ke rumah sakit selalu wanti - wanti buat cari tahu siapa cewek yang dekat sama kamu. Bibit bobot bebetnya dipertanyakan. Lah, aku cuma anak panti asuhan. Sudah jelas di blacklist jadi menantu Mama kamu," sahut Sella tertawa kecil.
"Ya sampai kapan kita backstreet? Kita tuh sudah sama sama dewasa. Aku usia 27 tahun kamu juga sudah 25 tahun. Sudah pas untuk menikah. Aku mau jujur sama Mama. Kalaupun harus dipecat jadi anak," gerutu Aldi.
"Aku gak mau kalau kamu begitu, sayang. Kamu harus ngerti juga, Mama kamu masih sangat terpukul dengan kepergian Kak Tami - kakak kamu. Saat ini, anaknya cuma kamu, sayang. Wajar, kalau Mama kamu memilih wanita terbaik untuk jadi isteri anaknya kelak," ucap Sella lembut.
"Aku tahu tapi, aku gak mau nikah kalau bukan sama kamu," ujar Aldi menghentikan mobilnya dipinggir jalan.
"Iya, sayang. Nanti kita pikirkan lagi untuk bisa dapatkan restu dari Mama kamu. Semoga Mama kamu bisa terima aku nantinya," Sella tersenyum ke arah Aldi yang mulai memandangi secara lekat.
"Astagfirullahaladziim," ucap Sella seketika saat wajah Aldi semakin mendekat ke wajahnya.
"Maaf, sayang. Aku hampir aja khilaf," ucap Aldi merasa kikuk. Pasalnya, selama tiga tahun mereka menjalin kasih. Aldi dan Sella sangat membuat batasan. Bahkan sekedar mengec*p kening atau pipi.
"Iya, sayang. Ya sudah, kita lanjut jalan aja," ucap Sella dengan wajah yang memerah karena malu.
*****
Dirumah, Bu Indri belum tidur dan menunggu di sofa ruang tamu. Kebiasaan yang selalu dilakukannya hampir setiap hari. Menunggu anaknya pulang bekerja dari rumah sakit.
"Aldi, Mama mau bicara," ujar Bu Indri serius.
"Bicara apa, Ma? Apa gak bisa besok pagi? Aldi ngantuk banget," sahut Aldi malas. Dia sudah bisa menebak apa yang akan diucapkan sang ibu.
"Ini penting banget. Besok, kamu temani Mama, ya. Ke rumah Tante Nina. Kebetulan, besok ada arisan di rumahnya sekalian penyambutan kedatangan Lisa anaknya Tante Nina yang baru selesai kuliah di London," ajak Bu Indri bersemangat.
"Aldi besok ada janji, Ma. Aldi mau pergi futsal sama Damar. Papa libur juga 'kan, Ma?" tolak Aldi malas.
"Papa gak bisa. Besok Papa mau ada ketemu klien penting. Kamu futsalnya diundur aja, ya. Masa kamu tega biarin Mama pergi sendirian," pinta Bu Indri memelas.
"Ya 'kan ada si Opik, Ma," Aldi tetap menolak.
"Opik besok libur. Dia mau ngajak anaknya ke dokter gigi. Kasihan juga dia setiap hari supirin, Mama,"
"Itu 'kan memang tugas dia, Ma. Dia 'kan supir Mama,"
"Ya sudah, Mama sendirian saja. Andai Tami masih ada ---" ucap Bu Indri dengan ekspresi kesal bercampur sedih.
"Oke, Ma. Besok Aldi temani," ujar Aldi akhirnya menyanggupi permintaan Mama dengan hati kesal.
Usai, sedikit perdebatannya dengan sang ibu. Aldi menelepon Sella dan membatalkan janji temu mereka besok.
"Sayang, maaf besok kita batal pergi. Mama barusan minta temani aku ke acara arisan di rumah temannya," ujar Aldi dengan lirih.
"Ya sudah gak apa - apa, sayang. Kamu temani Mama saja. Aku gak apa - apa 'kok," ucap Sella lembut.
"Beneran?" tanya Aldi memastikan.
"Iya beneran, sayang. Kamu gak usah khawatir. Aku juga rencananya mau ke panti asuhan ketemu Bu Rani. Sudah lama juga aku gak kesana," Sella terdengar bersemangat.
"Kamu tuh bikin aku makin sayang tahu gak? Kenapa gak pernah marah? Gak pernah protes? Selalu pengertian. Jangan - jangan kamu itu beneran bidadari, ya?" gombal Aldi.
"Gombal banget sih ini cowok. Ya, aku gak mau buang energi buat ngambek - ngambek. Buat apa? Aku tuh kepengen awet muda jadi gak mau marah," sahut Sella tertawa.
"Makasih, sayang. Kamu itu sangat pengertian. Kalau boleh jujur. Aku lelah sama sikap Mama. Mama itu kalau minta sesuatu pasti maksa dan ujung - ujungnya bawa nama almarhum Kak Tami. Itu bikin aku gak tega," ujar Aldi terdengar sedih.
"Gak apa - apa, sayang. Kamu beruntung masih punya orang tua yang lengkap dan sangat sayang sama kamu. Aku aja iri 'lho. Kamu tahu gak? Aku itu setiap hari membayangkan seandainya orang tuaku masih ada. Aku gak akan dibesarkan di panti asuhan. Tapi, ya aku ikhlas aja. Memang nasib hidup aku begini. Hidup sebatang kara. Makanya, kamu itu harus bersyukur masih punya orang tua," ucap Sella dengan tegar.
"Kamu punya aku, sayang. Jangan bilang sebatang kara. Aku janji akan selalu ada buat kamu," ucap Aldi tulus.
Aldi dan Sella larut dalam obrolan mereka di telepon. Aldi selalu merasa bahagia saat bisa ngobrol dengan gadis yang dicintainya. Sella begitu pengertian dan sikapnya yang dewasa. Bahkan di tempat kerja, banyak orang yang merasa nyaman berada di dekat Sella. Termasuk para karyawan laki - laki yang menyukai Sella. Gadis cantik berkulit cerah, hidung mancung, bibir mungil, dan bermata indah.
Aldi seringkali terbakar cemburu jika ada laki - laki yang mencoba mendekati Sella.
"Yank, besok di rumah Bu Rina ada Sandi?" tanya Aldi terdengar sedikit kesal.