Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Rentang Waktu Di Antara Kita

Rentang Waktu Di Antara Kita

Delza

5.0
Komentar
157
Penayangan
22
Bab

"Rentang Waktu di Antara Kita" adalah kisah yang menyentuh hati tentang cinta yang tak kenal usia, ketegangan emosi, dan harapan yang tak pernah padam di tengah batas-batas yang diciptakan oleh waktu.

Bab 1 Awal Pertemuan

Langit malam Jakarta dipenuhi kelap-kelip lampu kota yang tak pernah tidur. Kian duduk di sudut sebuah kafe di kawasan Senopati, laptopnya terbuka, namun fokusnya terpecah. Ia menggeser layar ponselnya, membuka sebuah aplikasi pertemanan yang belakangan menjadi hiburannya di tengah kesepian.

Di layar muncul profil seorang wanita muda bernama Selina. Foto profilnya sederhana, menampilkan senyuman lembut dengan latar taman kampus. Deskripsinya singkat:

'Suka kopi dan buku, cari teman diskusi yang asik, ada nggak ya?'

Kian menghela napas sambil berpikir, "Kenapa gue buka aplikasi ini sih?" Namun, entah kenapa profil itu membuatnya tertarik.

"Apa salahnya nyapa?" gumamnya. Dia mengetik pesan pertama.

'Hai, Selina. Kamu beneran suka kopi atau cuma buat gaya-gayaan?'

Balasan datang cepat.

'Hai juga. Haha, suka beneran kok. Kamu suka kopi juga?'

Kian tersenyum kecil. Obrolan pun dimulai. Awalnya hanya tentang kopi, tapi perlahan pembahasan melebar ke buku, film, dan hal-hal ringan lainnya. Kian terkejut dengan cara Selina menjawab. Meskipun usianya baru 22 tahun, ia berbicara dengan cukup dewasa, membuat Kian merasa nyaman.

'Kamu sendiri kerja apa, Kian?"

'Dokter, di salah satu rumah sakit di Jakarta. Kalau kamu?'

'Wah dokter! Pasti sibuk banget ya. Aku baru lulus kuliah, lagi cari kerjaan sih. Aku ambil keperawatan.'

'Wah cocok dong kalau gitu. Bisa jadi partner kerja nanti, haha.'

'Haha, bisa aja. Tapi aku belom tau mau kerja di mana. Jakarta serem ya katanya?'

'Serem? Ah enggak kok. Aku udah 10 tahun di sini, biasa aja.'

Percakapan berlangsung hingga malam semakin larut. Kian merasa aneh, karena biasanya ia bosan dengan obrolan di aplikasi semacam ini. Namun, dengan Selina, waktu terasa berlalu begitu cepat.

°°°

Seminggu kemudian, setelah beberapa kali saling bertukar pesan, Kian memberanikan diri mengajak Selina bertemu.

'Sel, kamu kapan ke Jakarta? Mungkin kita bisa ketemu, ngopi-ngopi sambil ngobrol.'

'Gue rencana minggu depan sih. Tapi, ketemu beneran? Kamu serius?'

'Ya kenapa nggak? 'Kan kamu butuh temen diskusi yang asik, hahaha.'

'Oke deh. Tapi aku nggak mau ketemu dokter yang sok jaim ya.'

'Tenang aja, aku dokter yang santai kok."

°°°

Hari itu tiba. Kian memilih sebuah kafe di kawasan Kemang untuk pertemuan pertama mereka. Tempatnya tidak terlalu ramai, dengan suasana nyaman dan musik akustik mengalun pelan.

Kian duduk di salah satu sudut, mengenakan kemeja biru muda yang digulung hingga siku. Dia melirik jam tangan, merasa sedikit gugup. "Apa gue terlalu tua buat begini?" pikirnya.

Pintu kafe terbuka, dan seorang wanita masuk, melongok mencari seseorang. Rambut hitam panjangnya tergerai rapi, mengenakan kemeja putih dan celana jeans. Wajahnya tampak cerah meskipun sederhana. Itu Selina.

"Selina?" Kian melambai.

Selina tersenyum dan berjalan mendekat. "Hai, Kian, ya? Maaf telat, tadi nyasar sedikit."

"Enggak kok, aku juga baru datang," jawab Kian, berdiri untuk menyambutnya.

Mereka duduk berhadapan, dan suasana sempat canggung selama beberapa detik. Namun, Selina langsung memecah keheningan.

"Jadi ini dokter yang katanya santai?" tanyanya sambil tersenyum jahil.

Kian terkekeh. "Iya dong. Kamu gimana tadi, perjalanan ke sini, oke?"

"Ya lumayan oke. Jakarta macetnya nggak kira-kira ya."

"Haha, itu baru macet kecil. Kamu belum ngerasain Jakarta yang bener-bener stuck."

Obrolan pun mengalir dengan lancar. Selina ternyata lebih ceria dan penuh energi dibandingkan saat mereka berbicara di aplikasi. Kian merasa ada sesuatu yang menenangkan dari caranya berbicara.

"Apa nggak berat jadi dokter, Ki?" tanya Selina sambil menyeruput kopinya.

"Kadang sih berat, apalagi kalau pasien kritis. Tapi aku suka, soalnya kerjaan ini bikin aku merasa hidup aku berarti."

"Dalem juga ya. Aku jadi makin yakin pengen kerja di rumah sakit," jawab Selina sambil tersenyum.

"Serius? Kalau gitu nanti coba lamar di tempat aku aja. Gue kenal HR-nya."

"Wah serius? Tapi jangan karena kita kenal ya, aku pengen diterima karena kemampuan aku sendiri."

"Aku cuma bantu buka pintu, sisanya tergantung kamu."

Selina tertawa kecil. "Deal. Tapi aku inget omongan kamu, ya."

Pertemuan itu berlangsung lebih dari dua jam. Kian merasa nyaman, sesuatu yang jarang ia rasakan dengan orang lain. Selina pun merasa senang, karena Kian ternyata tidak jaim seperti yang ia khawatirkan.

Saat mereka berpisah di depan kafe, Selina berbisik pelan, "Makasih ya, Ki. Aku nggak nyangka kamu seru banget diajak ngobrol."

"Selama kamu nggak bosen ngobrol sama aku, kapan aja aku siap."

Selina tersenyum dan melambaikan tangan. "Sampai ketemu lagi, dokter santai."

°°°

Malam itu, saat Kian berbaring di tempat tidur, pikirannya terus memutar ulang momen pertemuannya dengan Selina. Ada sesuatu tentang gadis itu yang terasa berbeda.

Di sisi lain, Selina duduk di kamar kosnya, memandangi layar ponsel. Dia menatap profil Kian di aplikasi pertemanan mereka, sambil tersenyum kecil.

"Dokter yang santai, tapi dalam banget," batinnya.

Tanpa mereka sadari, malam itu menjadi awal dari cerita yang akan mengubah hidup mereka berdua

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Terjebak Gairah Terlarang

Terjebak Gairah Terlarang

kodav
5.0

WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku