Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
1.2K
Penayangan
13
Bab

Mentari yang memiliki kekurangan dipaksa menikahi seorang pria tidak dikenal karena perbuatan saudarinya yang bernama Bulan. Bulan yang kepergok warga sedang bercumbu dengan sang kekasih dan dipaksa menikah. Bulan menyetujuinya dengan pengantin pengganti yang merupakan kakak sepupu Arjuna, kekasih Bulan. Bulan dan Arjuna adalah pasangan kekasih yang saling mencintai tapi tidak berkeinginan untuk menikah karena mereka masih merintis karirnya masing-masing. Bagaimana kelanjutan kisah asmara Bulan dan Arjuna. Bahagiakah Mentari dengan suami yang sama sekali tidak dikenalnya?

Bab 1 Kehidupan Baru

"Saya terima nikah dan kawinnya Mentari Ayuningtyas binti Anshori Prasetyo dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," ucap Pramudya dengan lantang dalam satu kali tarikan napas.

Setelah mendengar suara "Sah" yang di ucapkan serempak warga yang menyaksikan pernikahan spesial antara Pramudya dan Mentari, mereka berdua segera mengusap wajah dengan kedua telapak tangan sebagai tanda syukur.

Baik Mentari maupun Pramudya masih gugup dengan situasi ini. Mentari segera meraba-raba sampingnya seraya mencari tangan sang suami. Dia hendak mencium punggung tangan pria yang sudah menjadi suaminya.

Seakan mengerti dengan apa yang akan dilakukan sang istri, Pramudya meraih tangan wanita itu itu. Mentari sedikit terkejut merasakan tangannya ada yang memegang, dia mendongak ke arah Pramudya. Mentari tidak bisa melihat, dia mengikuti feeling saat tangannya di genggam. Segera dicium punggung tangan suaminya. Pramudya pun menyentuh bahu Mentari. Setelah itu dikecup puncak kepala istrinya sambil membacakan doa yang dia hafalkan secara mendadak tadi.

Pramudya sangat terpesona saat melihat mata coklat istrinya. Mata yang tidak bisa memandangnya, tapi Pramudya bisa melihat kecemasan dalam mata itu. Banyak pertanyaan yang ada di benaknya saat melihat Mentari. Apa hubungan dengan keluarganya baik-baik saja. Kenapa dia juga mau menjadi pengantin pengganti untuk saudaranya.

Saat ini Mentari tampak selayaknya seorang pengantin walau terlihat biasa. Dia mengenakan kebaya putih, kebaya sang ibu yang dulu digunakan untuk menikah dengan ayahnya. Dia juga dirias sang ibu dengan peralatan seadanya. Rambutnya pun di hair do sedemikian rupa. Walau serba dadakan dan apa adanya, gadis tuna netra itu tetap terlihat cantik. Apalagi sang suami yang tak berkedip melihatnya. Andai Mentari tahu bagaimana sang suami memandangnya, dia pasti tersipu malu.

Penampilan Pramudya pun sangat sederhana. Dia mengenakan kemeja putih polos dan celana bahan berwarna hitam, seperti out fit saat bekerja.

Tak berselang lama setelah ijab qobul, sepasang pengantin baru beserta keluarga pamit pulang. Mentari hanya datang dengan Pak Anshori, ayahnya. Sedangkan Pramudya datang dengan paman dan seorang supir pribadi keluarga Angkasa.

Saat hendak memasuki mobil masing-masing, Pak Anshori berhenti karena sang putri terus mengikutinya. Mentari berjalan sambil melamun karena pikirannya belum tenang. Dia belum bisa menerima kenyataan ini. Saat Pak Anshori berbalik, Mentari langsung menabrak ayahnya. Dengan sigap Pak Anshori meraih tangan putrinya dan menahannya agar tidak terjatuh.

"Tar, kenapa ikuti Papa? Sekarang kamu sudah menikah, sudah kewajiban seorang istri ikut suami kemanapun suaminya pergi," mata Pak Anshori berkaca-kaca saat mengatakan itu, tapi sayang Mentari tidak melihatnya.

Dalam benak gadis itu, ini adalah cara mengusirnya. Dia sadar selama ini hanya Mbok Jum yang sangat menyayanginya. Mungkin keluarganya sudah tidak menginginkan Mentari lagi. Mungkin Mentari selalu menyusahkan keluarga. Makanya mereka mengusirnya dengan cara halus yaitu menikahkan Mentari secara mendadak. Berkali-kali dia meminta penjelasan tentang pernikahannya, tapi tidak ada seorang pun yang menjelaskan. Tapi saat ijab qobul tadi, Mentari merasa kalau suaminya bukan orang jahat. Tapi kenapa suaminya mau menikahi wanita buta sepertinya.

Saat ijab qobul pernikahan putri sulungnya tadi, pintu hati Pak Anshori seperti ada yang membuka paksa. Dia menangis dalam diam saat menyerahkan Mentari, salah satu putrinya pada seorang pria lewat ikrar ijab qobul tadi. Dia baru menyadari betapa cantiknya sang putri yang selalu disia-siakan. Dia menyesal selalu menganaktirikan Mentari. Tapi semua sudah terlambat. Dia sudah tidak mempunyai hak lagi pada putrinya itu. Ada suaminya yang lebih berhak atas putrinya saat ini.

Pramudya berjalan mendekati sepasang ayah dan anak itu. Sebenarnya dia ingin mengajak Mentari berjalan-jalan terlebih dahulu. Supaya mereka bisa lebih kenal satu sama lain. Semakin mendekat terdengar suara isak tangis sang istri.

"Apa salah Tari, Pa? Andai bisa memilih, Tari juga tidak ingin buta. Tari juga ingin seperti Bulan yang bisa melihat," kata Mentari disertai isak tangis.

"Tari juga ingin diperhatikan Mama dan Papa. Tari ...." Mentari tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Dia semakin tersedu-sedu. Dia jongkok sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Air mata Pak Anshori menetes. Beliau memalingkan wajahnya. Beliau ingin memeluk anaknya, menenangkan putrinya, tapi dia tidak bisa. Dia merasa tidak pantas karena terlalu banyak luka yang telah dia torehkan.

Pramudya ikut jongkok di samping Mentari. Dia memegang sebelah bahu istrinya. "Jangan menangis lagi. Aku berjanji akan membuatmu bahagia," ucapnya. "Sekarang kita partner dalam hidup. Kita akan lewati semua bersama. Jadi jangan pernah merasa sendiri lagi."

Mentari seketika menoleh ke sumber suara. Dia mengenal suara ini. Suara yang beberapa saat lalu mengucap ijab qobul untuknya.

Pramudya segera menghapus air mata yang membasahi pipi Mentari. "Kita bisa berbagi semua hal sekarang. Jangan menangis lagi ya!"

Suara Pramudya terdengar lembut dan menenangkan. Ada rasa hangat dalam hati Mentari. Tanpa sadar tangan Mentari terulur dan memeluk suaminya. Dia malah menangis lebih keras seperti menumpahkan segala rasa yang mengganjal di hatinya.

"Jangan menangis. Tersenyumlah untuk mengawali kehidupan baru kita," ucap Pramudya sambil mengelus lembut punggung mentari. Dibiarkan gadis itu menangis sebentar. Kemudian Pramudya meraih tangan sang istri dan membantunya berdiri.

Para orang tua yang menyaksikan kejadian itu juga merasakan kehangatan yang Mentari rasakan.

Pak Anshori mendekati anak dan menantunya. Ditepuk bahu Pramudya dengan pelan. Pramudya yang memunggungi Pak Anshori pun menoleh. Diraihnya tangan sang putri kemudian menyatukan dengan tangan Pramudya.

"Papa titip Tari, Nak. Mulai saat ini dia adalah tanggung jawabmu. Tolong bahagiakan dia. Jangan sakiti Tari seperti yang Papa lakukan. Jika kamu tidak menyukainya lagi, jangan sakiti hatinya. Kembalikan Tari pada papa. Papa akan berusaha untuk membuat dia bahagia."

"Baik, Pa. Saya akan berusaha membuat putri Papa bahagia. Jika menangis, saya pastikan dia menangis bahagia," janji Pramudya sambil mengeratkan genggaman tangan Mentari dan Pak Anshori.

Kini tatapan beralih ke Mentari. Ditarik salah satu tangannya dari genggaman Pramudya, kemudian menyentuh bahu putrinya. "Maafkan Papa, Tar, belum bisa membuatmu bahagia selama ini. Kami yakin suamimu bisa membuatmu bahagia. Jadilah istri yang patuh dan berbakti pada suami. Anggap mertua sebagai orang tua sendir. Nanti kamu bisa tanya suamimu alasan kalian menikah ...," Pak Anshori tak sanggup melanjutkan kata-katanya.

Beliau segera memeluk erat tubuh putrinya yang selama ini tidak pernah dia lakukan. Air matanya pun jatuh semakin deras. Mentari ikut menangis lagi. Dia sangat merindukan pelukan dari cinta pertamanya. Pelukan seorang ayah pada putrinya.

Kemudian Pramudya menuntunnya mendekati mobil sang paman. Selang beberapa langkah, Mentari berhenti dan menoleh kebelakang. Berharap ayahnya akan mencegah kepergiannya. Tidak ada tanda-tanda ayahnya mendekat. Hanya terdengar suara ayahnya berkata "Sering-sering ya main kerumah. Mbok Jum pasti kangen," Pak Anshori mengatakan itu untuk menghibur putrinya.

Mentari tersenyum getir. Hanya Mbok Jum yang akan merasa kehilangan mentari. Mungkin memang benar kata suaminya tadi. Ini awal kehidupan baru untuknya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Shahinaz Quibele

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku