Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Cinta Pengantin Buta

Cinta Pengantin Buta

Shahinaz Quibele

5.0
Komentar
3.4K
Penayangan
101
Bab

Setelah mendengar suara "Sah" yang diucapkan serempak warga yang menyaksikan pernikahan spesial antara Pramudya dan Mentari, mereka berdua segera mengusap wajah dengan kedua telapak tangan sebagai tanda syukur. Baik Mentari maupun Pramudya masih gugup dengan situasi ini. Mentari segera meraba-raba sampingnya seraya mencari tangan sang suami. Dia hendak mencium punggung tangan pria yang sudah menjadi suaminya. Seakan mengerti dengan apa yang akan dilakukan Mentari, Pramudya meraih tangan istrinya itu. Mentari sedikit terkejut merasakan tangannya ada yang memegang, dia mendongak ke arah Pramudya. Mentari tidak bisa melihat, dia mengikuti feeling saat tangannya digenggam. Segera dicium punggung tangan suaminya. Pramudya pun menyentuh bahu Mentari. Setelah itu dikecup puncak kepala istrinya sambil membacakan doa yang dia hafalkan secara mendadak tadi. Bagaimana kisah mereka sebagai pengantin pengganti? Ikuti terus kisahnya.

Bab 1 01. Sah

"Saya terima nikah dan kawinnya Mentari Ayuningtyas binti Anshori Prasetyo dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," ucap Pramudya dengan lantang dalam satu kali tarikan nafas.

Setelah mendengar suara "Sah" yang diucapkan serempak warga yang menyaksikan pernikahan spesial antara Pramudya dan Mentari, mereka berdua segera mengusap wajah dengan kedua telapak tangan sebagai tanda syukur.

Baik Mentari maupun Pramudya masih gugup dengan situasi ini. Mentari segera meraba-raba sampingnya seraya mencari tangan sang suami. Dia hendak mencium punggung tangan pria yang sudah menjadi suaminya.

Seakan mengerti dengan apa yang akan dilakukan Mentari, Pramudya meraih tangan istrinya itu. Mentari sedikit terkejut merasakan tangannya ada yang memegang, dia mendongak ke arah Pramudya. Mentari tidak bisa melihat, dia mengikuti feeling saat tangannya digenggam.

Segera dicium punggung tangan suaminya. Pramudya pun menyentuh bahu Mentari. Setelah itu dikecup puncak kepala istrinya sambil membacakan doa yang dia hafalkan secara mendadak tadi.

Pramudya sangat terpesona saat melihat mata coklat istrinya. Mata yang tidak bisa memandangnya, tapi Pramudya bisa melihat kecemasan dalam mata itu. Banyak pertanyaan yang ada di benaknya saat melihat Mentari. Apa hubungan dengan keluarganya baik-baik saja. Kenapa dia juga mau menjadi pengantin pengganti untuk saudaranya.

Saat ini Mentari tampak selayaknya seorang pengantin walau terlihat biasa. Dia mengenakan kebaya putih, kebaya sang ibu yang dulu digunakan untuk menikah dengan ayahnya. Dia juga dirias sang ibu dengan peralatan seadanya. Rambutnya pun di hair do sedemikian rupa.

Walau serba dadakan dan apa adanya, Mentari tetap terlihat cantik. Apalagi sang suami yang tak berkedip melihatnya. Andai Mentari tahu bagaimana Pramudya memandangnya, dia pasti tersipu malu.

Penampilan Pramudya pun sangat sederhana. Dia mengenakan kemeja putih polos dan celana bahan berwarna hitam, seperti out fit saat bekerja.

Tak berselang lama setelah ijab qobul, sepasang pengantin baru beserta keluarga pamit undur diri. Mentari hanya datang dengan Pak Anshori, ayahnya. Sedangkan Pramudya datang dengan paman dan seorang supir pribadi keluarga Angkasa.

Saat hendak memasuki mobil masing-masing, Pak Anshori berhenti karena Mentari terus mengikutinya. Mentari berjalan sambil melamun karena pikirannya belum tenang. Dia belum bisa menerima kenyataan ini. Saat Pak Anshori berbalik, Mentari langsung menabrak ayahnya. Dengan sigap Pak Anshori meraih tangan putrinya dan menahannya agar tidak terjatuh.

"Tari, kenapa ikuti Papa? Sekarang kamu sudah menikah, sudah kewajiban seorang istri ikut suami kemanapun suaminya pergi," mata Pak Anshori berkaca-kaca saat mengatakan itu, tapi sayang Mentari tidak melihatnya.

Dalam benak Mentari, ini adalah cara mengusirnya. Dia sadar selama ini hanya Mbok Darti yang sangat menyayanginya. Mungkin keluarganya sudah tidak menginginkan Mentari lagi. Mungkin Mentari selalu menyusahkan keluarga. Makanya mereka mengusirnya dengan cara halus yaitu menikahkan Mentari secara mendadak.

Berkali-kali Mentari meminta penjelasan tentang pernikahannya, tapi tidak ada seorang pun yang menjelaskan. Tapi saat ijab qobul tadi, Mentari merasa kalau suaminya bukan orang jahat. Tapi kenapa suaminya mau menikahi wanita buta sepertinya.

Saat ijab qobul pernikahan Mentari tadi, pintu hati Pak Anshori seperti ada yang membuka paksa. Dia menangis dalam diam saat menyerahkan Mentari, putri sulungnya pada seorang pria lewat ikrar ijab qobul tadi.

Dia baru menyadari betapa cantiknya sang putri yang selalu disia-siakan. Dia menyesal selalu menganaktirikan Mentari. Tapi semua sudah terlambat. Dia sudah tidak mempunyai hak lagi pada Mentari. Ada Pramudya yang lebih berhak atas putrinya saat ini.

Pramudya berjalan mendekati sepasang ayah dan anak itu. Sebenarnya dia ingin mengajak Mentari berjalan-jalan terlebih dahulu. Supaya mereka bisa lebih kenal satu sama lain. Semakin mendekat terdengar suara isak tangis sang istri.

"Apa salah Tari, Pa? Andai bisa memilih, Tari juga tidak ingin buta. Tari juga ingin seperti Bulan yang bisa melihat," kata Vina disertai isak tangis.

"Tari juga ingin diperhatikan Mama dan Papa. Tari ..." Mentari tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Dia semakin tersedu-sedu. Dia jongkok sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Air mata Pak Anshori menetes. Beliau memalingkan wajahnya. Beliau ingin memeluk anaknya, menenangkan putrinya, tapi dia tidak bisa. Dia merasa tidak pantas karena terlalu banyak luka yang telah dia torehkan.

Pramudya ikut jongkok di samping Mentari. Dia memegang sebelah bahu istrinya. "Jangan menangis lagi. Aku berjanji akan membuatmu bahagia," ucapnya.

"Sekarang kita partner dalam hidup. Kita akan lewati semua bersama. Jadi jangan pernah merasa sendiri lagi,"lanjut Pramudya.

Mentari seketika menoleh ke sumber suara. Dia mengenal suara ini. Suara yang beberapa saat lalu mengucap ijab qobul untuknya.

Pramudya segera menghapus air mata yang membasahi pipi sang istri. "Kita bisa berbagi semua hal sekarang. Jangan menangis lagi ya," bujuk Pramudya.

Suara Pramudya terdengar lembut dan menenangkan. Ada rasa hangat dalam hati Mentari. Tanpa sadar tangan Mentari terulur dan memeluk suaminya. Dia malah menangis lebih keras seperti menumpahkan segala rasa yang mengganjal di hatinya.

"Jangan menangis. Tersenyumlah untuk mengawali kehidupan baru kita," ucap Pramudya sambil mengelus lembut punggung wanita yang telah menjadi istrinya. Dibiarkan Mentari menangis sebentar. Kemudian Pramudya meraih tangan Mentari dan membantunya berdiri.

Para orang tua yang menyaksikan kejadian itu juga merasakan kehangatan yang Mentari rasakan.

Pak Anshori mendekati anak dan menantunya. Ditepuk bahu Pramudya pelan. Pramudya yang memunggungi Pak Anshori pun menoleh. Diraihnya tangan sang putri kemudian menyatukan dengan tangan Pramudya.

" Papa titip Tari, Nak. Mulai saat ini dia adalah tanggung jawabmu. Tolong bahagiakan Tari. Jangan sakiti dia seperti yang Papa lakukan. Jika kamu tidak menyukainya lagi, jangan sakiti hatinya. Kembalikan Tari pada Papa. Papa akan berusaha untuk membuat dia bahagia," ucap Pak Anshori.

"Baik, Pa. Saya akan berusaha membuat putri Papa bahagia. Jika menangis, saya pastikan dia menangis bahagia," janji Pramudya sambil mengeratkan genggaman tangan Mentari dan Pak Anshori.

Kini tatapan beralih ke Mentari. Ditarik salah satu tangannya dari genggaman Pramudya, kemudian menyentuh bahu putrinya.

"Maafkan Papa, Tari. Papa belum bisa membuatmu bahagia selama ini. Kami yakin suamimu bisa membuatmu bahagia. Jadilah istri yang patuh dan berbakti pada suami. Anggap mertua sebagai orang tua sendir. Nanti kamu bisa tanya suamimu alasan kalian menikah ...," Pak Anshori tak sanggup melanjutkan kata-katanya.

Beliau segera memeluk erat tubuh putrinya yang selama ini tidak pernah dia lakukan. Air matanya pun jatuh semakin deras. Mentari ikut menangis lagi. Dia sangat merindukan pelukan dari cinta pertamanya. Pelukan seorang ayah pada putrinya.

Kemudian Pramudya menuntunnya mendekati mobil sang paman. Selang beberapa langkah, Mentari berhenti dan menoleh kebelakang. Berharap ayahnya akan mencegah kepergiannya. Tidak ada tanda-tanda ayahnya mendekat.

Hanya terdengar suara ayahnya berkata "Sering-sering ya main kerumah. Mbok Darti pasti kangen," Pak Anshori mengatakan itu untuk menghibur sang putri.

Mentari tersenyum getir. Hanya Mbok Darti yang akan merasa kehilangan dirinya. Mungkin memang benar kata suaminya tadi. Ini awal kehidupan baru untuknya.

Dalam perjalanan pulang, Pramudya meminta izin berhenti sebentar di sebuah toko pakaian wanita. Dia hendak membelikan istrinya baju karena Mentari tidak membawa apapun saat ke rumah Pak RT. Hanya pakaian yang melekat di tubuhnya saja yang dia bawa.

Bagas turun sendiri meminta sang istri, Pak Saman dan Pak Sam, supir pribadi keluarga Angkasa, menunggu.

Tak perlu waktu lama, Pramudya kembali ke dalam mobil. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan pulang ke rumah keluarga Angkasa.

Setibanya di rumah, terlihat Bu Rukaiya yang menunggu dengan cemas. Beliau terlihat mondar-mandir.

"Bagaimana, Pa?" tanya Bu Rukaiya sambil menghampiri Pak Saman yang sedang masuk rumah.

"Alhamdulillah, Ma. Lancar," jawab Pak Saman seraya melepaskan kancing tangan kemejanya.

"Paman, Bibi, Pram sama Tari mau langsung ke kamar dulu ya?" izin Pramudya dengan menggenggam tangan Mentari, menuntunnya menuju kamar Pramudya.

Saat melewati Pak pak Saman dan Bu Rukaiya, Mentari tersenyum sambil menunduk sopan. Dia menggunakan feeling saja untuk memastikan keberadaan paman dan bibi suaminya.

Mata Bu Rukaiya bergerak mengikuti Mentari.

Yang buta saja cantik apalagi saudara kembarnya yang merupakan pacar Arjuna, pikir Bu Rukaiya.

"Dia seperti tidak buta, Pa?" tanya Bu Rukaiya curiga. Dalam pikirannya buta itu seperti memejamkan mata. Tapi mata Mentari terlihat seperti mata orang normal pada umumnya.

"Dia memang buta, Ma," jelas Pak Saman. " Bagaimanapun dia, sekarang dia sudah menjadi menantu keluarga Angkasa," lanjut Pak Saman.

Bu Rukaiya menoleh kearah suaminya. "Tapi, Pa? Apa kita harus memperkenalkan dirinya pada orang lain termasuk rekan bisnis kita?" Bu Rukaiya mulai takut kalau nama keluarganya akan tercemar saat orang lain tahu menantu yang buta.

"Paman dan Bibi tidak perlu memberitahukan soal Tari. Dia istriku bukan istri Arjuna," perkataan itu membuat Pak Saman dan Bu Rukaiya menoleh kearah Pramudya.

Pramudya tadi hendak kedapur mengambilkan minuman untuk istrinya. Dan mendengar obrolan paman bibinya.

"Bukan begitu maksud kami, Pram," sela Pak Saman.

Pramudya tersenyum. Dia mengerti maksud pamannya. Dia benar-benar tidak mempersalahkan andai Mentari tidak di akui sebagai menantu keluarga Angkasa.

Pramudya sendiri sudah lama menganggap dirinya bukan anggota keluarga Angkasa. Dia takut disangka anak yang tidak tahu balas budi. Dia tidak mengharapkan apapun dari perusahaan pamannya. Yang tanpa dia sadari itu adalah perusahaannya. Dia akan berusaha berdiri sendiri tanpa ada bantuan keluarga pamannya.

"Aku mengerti maksud Paman. Paman tak perlu cemas," Pramudya mencoba menenangkan pamannya. "Aku permisi dulu. Mau mengantar minuman untuk Tari," ucap Pramudya.

Pria itu segera berjalan menuju kamarnya. Menemui sang istri yang membuatnya ingin menatap wajah ayu istrinya.

Sesampainya di kamar, Bagas langsung masuk tanpa mengetuk pintu. Kebiasaan yang semestinya harus berubah. Sekarang dia tak lagi sendiri menghuni kamar tersebut.

Di dalam kamar, Mentari terperanjat saat mendengar pintu kamar terbuka. "Mas?" tanyanya ragu-ragu.

Pramudya hanya tersenyum mendengar ucapan Mentari. Dia tidak berkata apapun. Dia berjalan mendekati istrinya. Sedangkan sang istri nampak ketakutan. Dia mencengkeram sprei dan menggeser mundur posisi duduknya.

"Aku hanya mengambilkan air putih, tak apakan?" ucap Pramudya sambil meraih tangan Mentari lalu menyerahkan gelas yang dipegangnya. Mengetahui yang masuk ke kamar adalah Pramudya, Mentari menghela nafas lega.

Segera diminum air yang diambilkan suaminya. Pramudya tetap memandang kagum sosok wanita di depannya. Kemudian dia duduk di samping Mentari.

"Istirahatlah dulu. Nanti sore kita akan pergi membeli beberapa baju lagi untukmu. Aku tadi sengaja membelikan satu karena tidak tahu bagaimana seleramu," ucap Pramudya lagi.

Setibanya di kamar tadi, memang menyuruh Mentari untuk ganti baju dengan yang dia belikan dadakan. Lalu Pramudya turun untuk mengambil air minum.

Pramudya tadi membelikan sebuah dress dengan panjang di bawah lutut dan lengannya sampai siku. Itu rekomendasi dari SPG toko.

Sedari tadi Mentari menatap lurus ke depan. Setelah mendengar ucapan sang suami, dia segera menoleh kearah Pramudya yang duduk di sampingnya.

"Tak perlu, Mas. Nanti kita bisa pulang mengambil baju di rumah," ucap Mentari merasa sungkan.

"Tidak-tidak," ucap Pramudya sambil menggeleng dan tentu saja istrinya tidak bisa melihat itu.

"Kita memulai semua dengan yang baru. Aku tidak tahu apa yang terjadi denganmu dan keluarga, tapi yang aku lihat saat kamu berbicara dengan Papa tadi, itu bukan hal yang baik," kata Pramudya menebak.

Mentari meraba-raba kearah sang suami. Setelah itu dia mengusap pelan lengan suaminya.

"Kita tidak perlu membuang-buang uang untuk beli baju. Aku masih punya baju yang masih layak digunakan," ucapnya sambil tersenyum manis. Manis sekali bagi Bagas.

" Kita masih mempunyai banyak waktu untuk saling mengenal. Nanti aku pasti akan menceritakan semua. Seperti yang Mas Pram katakan tadi, kita adalah partner hidup. Kita berdua akan menjalani pernikahan ini dengan kejujuran dan saling terbuka kan?" ucap Mentari.

Pramudya terdiam mendengar ucapan istrinya. Dia segera meraih gelas yang dipegang Mentari kemudian menaruhnya di atas nakas. Setelah itu Bagas menggenggam kedua tangan wanitanya dan mencium punggung tangan Mentari.

Sebenarnya ingin sekali Pramudya mencium bibir mungil itu, tapi dia belum berani. Tanpa sadar Pramudya melakukan itu. Mentari langsung tersipu mendapat perlakuan yang manis ini. Pengalaman pertama yang dia rasakan.

"Walau pernikahan kita awalnya ketidaksengajaan dan paksaan. Tapi kita akan berusaha menjadikan pernikahan ini abadi sampai Jannah. Berusahalah untuk mencintaiku. Aku juga akan berusaha mencintaimu," ucap Pramudya lembut tapi penuh ketegasan.

"Kita harus saling membantu dan saling mengingatkan sebagai partner hidup agar perjalanan kita menjadi lebih mudah," lanjut Pramudya.

"Aku minta maaf, Mas, belum bisa jadi istri yang baik seperti yang Mas Pram harapkan," ucap Mentari saat mengingat kalau dirinya tidak bisa melihat.

" Kita sama-sama berusaha. Aku juga bukan suami yang baik. Terima kasih menjadi partner hidupku," sekali lagi Pramudya mencium punggung tangan istrinya dengan mesra.

"Sekarang istirahatlah," ucap Pramudya sambil melepas genggaman tangan Mentari. Wanita itu menggeleng dan menarik tangan Pramudya kembali.

"Aku mau minta tolong," ucap Mentari.

"Minta tolong apa?" balas Pramudya penuh tanda tanya.

"Mas ceritakan tentang orang-orang yang tinggal di sini. Dan tentang rumah ini, maksudku tentang setiap sudut ruangan dalam rumah ini," kata Mentari ragu.

"Mas bingung ya?" ucap Mentari lagi. Putri sulung Pak Anshori beranjak dari duduknya, tapi tetap menggenggam tangan Pramudya.

"Tolong bantu aku mengenal rumah ini dan penghuninya. Aku hanya bisa mengenali mereka lewat suara. Mas bantu aku keliling rumah ini agar aku mengenali setiap sudut ruangannya," kata Mentari lagi.

Pramudya mengangguk mengerti perkataan istrinya. Dia bangkit dan berdiri di samping Mentari.

"Nanti saat pulang mengambil baju, tolong antar beli the white cane juga ya, Mas," pinta Mentari.

Setiap mendengar kata "Mas" dari bibir Mentari rasanya ingin meleleh hati Pramudya. Entah apa yang terjadi pada pria ini. Mungkinkah dia sudah jatuh cinta pada istrinya yang baru beberapa jam dia kenal.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Shahinaz Quibele

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku