Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Ustadzah Cantik
"Mas, bisa pembayaran sh*pee?" tanya seorang gadis.
Aku menoleh ke arah suara dan terkesima melihat keindahan wajah seorang gadis berjilbab pink.
"Bisa," jawabku sambil mengangguk.
Sebagai pelayan sebuah minimarket, aku melayani pengunjung dengan baik dan ramah.
"Kode pembayarannya, Mbak," pintaku dengan ramah.
Ia memberikan ponsel pintarnya dan kuterima dengan baik. Saat aku melihat layar ponselnya, aku tak sengaja memindahkan layar dan terlihat olehku fotonya tanpa memakai jilbab. Aku begitu terpesona melihat foto itu dan bengong sesaat. Aku terus melihat fotonya yang begitu cantik dan ia sedang tersenyum.
"Astaghfirullah," gumamku, lalu memindahkan layar ponsel ke screenshot kode pembayaran.
"Atas nama Indah Fuji Latifah," ucapku memastikan.
"Iya," balasnya dengan suara lembut.
Aku melayani pembayaran dengan baik dan mengembalikan kembalian dengan tepat.
"Eh, Ustadzah," ucap seseorang pada gadis berjilbab itu.
"Iya, Bu," balasnya.
"Ustadzah Indah lagi apa?" tanya ibu itu.
"Lagi bayar Sh*pee, Bu," jawabnya.
Kulihat mereka sedikit mengobrol dan aku terkejut ternyata gadis cantik, manis dan berjilbab rapih itu seorang Ustadzah.
"Makasih yah, Mas," ucapnya sambil tersenyum padaku.
Aku kembali terkesima, terpesona bahkan lebih dari itu melihat keindahan senyumnya.
"Subhanallah, manis banget, pipinya ada lesungnya, giginya juga bergingsul indah," gumamku sambil melihatnya berjalan keluar Minimarket tempat kerjaku.
Tiba-tiba ia menoleh padaku, lalu melemparkan senyumnya. Aku kembali hanyut oleh keindahan wajah dan senyumnya.
"Mun, itu Ustadzah?" tanyaku pada kasir yang bernama Maemunah.
"Iya, dia Ustadzah yang ngajar di pesantren sana," jawabnya sambil tangannya menunjuk ke arah barat daya.
Aku ingat, ternyata tempat kerjaku tak jauh dari Pondok Pesantren Modern yang terkenal di daerah itu. Aku pernah mengantarkan pesanan dan masuk ke lingkungan Pesantren itu. Saat itu aku dibuat takjub, karena para Santri dan Santriwati disana berkomunikasi dengan bahasa Inggris dan Arab.
"Cantik yah, Ustadzah Indah?" tanya Maemunah.
Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Pikiranku terus teringat akan Ustadzah Cantik itu.
"Ustadzah Indah seindah wajah dan sikapnya," bisikku dalam hati.
Saat sore sehabis bekerja dan membuat laporan, aku pulang ke rumah dengan mengendarai kuda besiku. Sepanjang perjalanan pikiranku terus teringat akan sosok gadis berjilbab rapih itu. Aku sudah berjanji dengan diriku sendiri, bahwa aku tidak ingin pacaran dan akan berusaha memperbaiki diri.
"Ustadzah Indah, Ustadzah Indah, semoga kamu jadi istriku." Tanpa sadar kalimat itu terucap dari mulutku saat aku berdoa sehabis shalat Maghrib.
Aku semakin terbayang dan terus teringat wajah, tutur kata dan senyumnya. Aku berusaha melawan perasaan itu dan terus beristighfar, tapi perasaan itu terus kurasakan. Malam itu aku terus melamun dan membayangkan wajah dan senyumnya. Aku berusaha menenangkan diri dengan terus beristighfar dan membaca ayat-ayat Al-Qur'an.
"Ya Allah, aku tak ingin mencintai hambaMu dengan berlebihan dan aku ingin bertaubat dari segala kesalahan dan khilaf masa laluku," ucapku dalam hati sambil melamun.
Setelah shalat isha, aku mencoba tidur dan memasang alarm supaya aku terbangun di sepertiga malam untuk Tahajud.
*****
"Kok kamu disini?" tanya Ustadzah Indah saat aku berada di depan Masjid setelah shalat Dzuhur.
"Iya," jawabku.
"Kamu udah lihat auratku, meski lewat foto. Kamu sudah berbuat dzalim," ujarnya dengan tatapan serius.
Aku kaget mendengarnya dan malu, karena ternyata ia mengetahui, kalau aku melihat fotonya di ponsel miliknya saat ia menunjukkan kode pembayaran online.
"Maaf, maaf, saya enggak sengaja." Aku berbicara sambil menunduk malu.
Ustadzah cantik itu terus menatapku dengan tatapan tajam seolah menahan amarah. Aku berkali-kali meminta maaf, lalu ia pergi. Aku berusaha mengejar dan meminta maaf, tapi gadis bernama Indah Fuji Latifah itu terus berjalan, bahkan ia menangis.
"Kenapa kamu buka-buka fotoku yang enggak pakai jilbab? Kamu jahil dan aku enggak terima sama kelakuan kamu," tegurnya.
Aku terus meminta maaf, tapi ia tak menghiraukan malah berlari sambil menangis.
"Ah, dia marah dan enggak terima, padahal salah dia kenapa berfoto seksi di HP dan aku enggak sengaja melihatnya," gumamku.
Aku khawatir, cemas dan takut atas kelakuanku melihat-lihat fotonya yang terlihat auratnya.
*****
"Astaghfirullah," ucapku setelah aku bangun tidur.
Ternyata aku bermimpi bertemu dengan Ustadzah cantik itu dan di mimpiku, ia marah, karena aku melihat-lihat foto pribadinya saat ia menunjukkan kode pembayaran online di ponselnya. Aku terus beristighfar dan ternyata sudah waktu sepertiga malam. Aku shalat malam, lalu membaca Al-Qur'an.
Saat pagi, aku bersemangat masuk kerja dan berharap bertemu dengan Gadis cantik yang dipanggil Ustadzah itu. Namun, sampai waktu Dzuhur, aku tidak melihatnya belanja atau melakukan pembayaran online di minimarket tempat kerjaku.
"Mun, kok cewek kemarin enggak kesini lagi? Semoga aja dia kesini," ucapku pada Maemunah, kasir rekan kerjaku sekaligus bawahanku.
"Cewek yang mana?" tanyanya.
"Ustadzah Cantik itu, Mun," jawabku.
"Ustadzah Indah, maksudnya? Cie, cie, kayaknya ada sesuatu nih," godanya.
Aku hanya tertawa, lalu pamit untuk Shalat Dzuhur di Masjid terdekat. Setelah aku shalat, aku kembali berdoa semoga berjodoh dengan gadis itu, lalu keluar masjid dan memakai sepatu.
"Mas," seru seseorang saat aku berada di depan Masjid dekat tempat kerjaku setelah shalat Dzuhur.
"Subhanallah," ucapku spontan saat aku melihat seseorang yang memanggilku.
Ternyata Ustadzah Indah memangilku dan ia berjalan mendekat.
"U-ustadzah," ucapku gugup saat ia berjalan mendekat.
"Ini, Mas, yang kerja di Alfam*rt itu kan?" tanyanya setelah ia mendekat.
"I-iya," jawabku gugup dan menundukkan wajah.
"Ini, saya mau belanja online buat kebutuhan anak-anak Santri, tapi enggak tahu gimana caranya ini?" Ia menunjukkan sebuah aplikasi belanja online Alfam*rt di ponselnya.
"Maksudnya gimana, yah?" tanyaku.
"Cara bayarnya mengunakan aplikasi, gimana yah? Ajarin dong," tanyanya, lalu meminta aku mengajarinya.
Aku dengan sabar dan sopan mengajarinya.
"Ini pesanannya dianterin, kan?" tanyanya lagi.
"I-iya, dianterin ke alamat yang dikirim Si Pemesan," terangku.
"Makasih yah, tadi saya mau ke toko, tapi lihat Mas, disini," ujarnya.