Cinta yang Tersulut Kembali
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta di Jalur Cepat
Jangan Main-Main Dengan Dia
Aku Jauh di Luar Jangkauanmu
Gairah Liar Pembantu Lugu
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Suamiku Ternyata Adalah Bosku
Monster malam berwajah pucat penghisap darah yang abadi. Itulah yang biasanya mereka katakan untuk menggambarkan vampir. Entah dari mana asalnya legenda tentang mahluk yang selalu digolongkan sebagai bangsa siluman itu muncul.
Banyak yang takut, jelas. Tetapi, tak sedikit pula yang mengidolakan mereka sampai meromantisasi kisah mereka.
Meski begitu, tetap saja tidak ada yang tahu apa itu vampir yang sebenarnya. Semua kisah itu kebanyakan hanyalah hasil khayalan manusia yang menuliskannya dengan banyak tujuan.
Zaman sekarang, pastinya sudah tidak ada lagi yang percaya tentang keberadaan vampir. Siapa pun yang berkata bahwa vampir itu ada pasti akan dianggap gila. Padahal keberadaan mereka yang abadi itu bisa jadi memang benar adanya.
Mereka mungkin bersembunyi di antara kerumunan dan memiliki kehidupan normal seperti manusia lainnya. Entah itu di rumah, tempat kerja, sekolah, dan bahkan teman main. Mereka bisa saja berada di sekitar kita. Hanya saja kita tak tahu bagaimana wujud mereka sebenarnya. Karena saat mereka menampakkan wujud asli mereka, itu adalah akhir dari hubungan antar manusia yang mereka coba jalani. Itulah yang Darsih pahami setelah menjalani hidup ratusan tahun lamanya.
“Kenapa kau tidak melawan, Darsih!?” bentak pria itu dalam isak tangisnya.
Air matanya bercucuran seiring dengan darah segar yang mengalir dari hunusan pedangnya di ulu hati Darsih. Banyak yang pria itu sesalkan, karena itu adalah hasil perbuatannya sendiri. Tetapi, semua itu terlanjur terjadi dan dia hanya bisa menyesalinya.
Gadis yang dipanggilnya Darsih itu tidak menjawab apa pun. Rasa sakit di dadanya menghalangi setiap kata yang ingin dia ucapkan, hingga hanya rintihan yang terdengar dari mulutnya. Tetapi, dia sudah memprediksi bahwa suatu saat ini semua akan terjadi. Meskipun dia tidak menyangka bahwa di tangan kekasihnya sendirilah dia mengakhiri hidupnya.
“Ad… ria..n…” perlahan Darsih menyebutkan nama pria itu.
Pria yang dipanggil Adrian itu melepas tangannya dari gagang pisau yang dia hunuskan pada gadis itu. Diraihnya pipi Darsih dan dia belai lembut. Meskipun air matanya berderai, Darsih memberikan senyuman terbaiknya pada Adrian.
Dia cukup bahagia dengan akhir seperti ini. Setidaknya, dia sempat merasakan cinta seperti manusia pada umumnya. Setelah bertahan ratusan tahun lamanya, tidak mungkin dia meminta lebih dari ini.
“Berbahagialah… Adrian…” ucapnya sebelum akhirnya dia menutup mata.
Tangisan Adrian semakin pecah tatkala Darsih tak lagi menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Dia tak menyangka dia sendiri yang telah melakukannya pada Darsih. Dia membunuh gadis yang begitu memikat hatinya sejak melihatnya pertama kali di pelabuhan besar. Semua itu karena dia seorang pemburu, dan Darsih adalah mangsanya.
Sedari awal cinta mereka memang suatu hal yang mustahil. Adrian sudah memiliki istri di kampung halamannya, Belanda. Meskipun dia dan istrinya mempunyai keturunan, hubungan mereka berdua tidak dilandaskan cinta. Mereka dijodohkan oleh orang tua, seperti banyak pasangan lain di zaman itu.
Tiga tahun setelah pernikahan itu, Adrian ikut bergabung dengan kapal VOC untuk berdagang sekaligus menyebarkan agama. Dan ketika dia menuruni kapal, saat itu lah dia bertemu pandang dengan Darsih.
Gadis itu nampak begitu cantik dan unik dengan rambut putih dan warna matanya yang hijau berkilauan. Kain dan kemben yang melilit tubuhnya tidak menghalangi gadis itu untuk bergerak cepat mengangkut ikan tangkapannya.
Karena penasaran, Adrian pun mendekati gadis itu. Tetapi, gadis itu begitu cuek padanya. Adrian pikir, itu karena dia tidak bisa berbahasa Belanda. Meski begitu, dia telah mendapatkan namanya. Darsih.
Semakin sering Adrian mengajak mengobrol, Darsih semakin membuka hatinya. Lalu, bibit cinta itu pun mulai mekar di hati Darsih yang selama ini tandus bagaikan gurun pasir. Perhatian yang diberikan Adrian untuknya begitu menyentuh hati gadis itu. Hingga dia pun luluh di pelukan sang pria pujaan.
Suatu hari, seorang warga mengajak Adrian mengobrol. Salah satu topik pembicaraan mereka adalah Darsih.
Rupanya gadis itu begitu terkenal di desanya. Namun, semua warga menyebutnya ‘gadis terkutuk’ dan tak ada yang berani mendekati gadis itu. Alasannya adalah warna mata dan rambut putih milik Darsih. Wajah dan tubuh gadis itu nampak begitu muda, tetapi rambutnya suda berwarna putih.
“Di negeri saya banyak orang berambut pirang dan hitam. Memiliki warna rambut yang berbeda adalah hal wajar.” jelasnya setiap kali warga mengingatkannya untuk menghindari Darsih.
Tetapi tidak Adrian sangka, perbedaan itu bukan sekedar masalah genetika. Karena, gadis itu memang berbeda. Darsih adalah sesuatu yang biasa disebut dengan vampir.
Setiap cerita vampir yang Adrian baca selalu mengisahkan kekejaman dari mahluk yang dikatakan sebagai salah satu budak iblis itu. Mereka menghisap darah manusia demi keabadian dan menentang hukum alam. Mereka yang kejam itu juga telah menjadi incarannya selama ini.
Awalnya Adrian tidak ingin percaya. Sampai suatu ketika, beberapa ayam milik warga desa mati dengan leher terbuka dan tanpa darah. Bahkan jejak darah setetespun tidak ada.
Para warga yang percaya akan tahayul mengarahkan kecurigaannya pada Darsih. Mereka menggerebek rumah gubuk milik Darsih saat pemiliknya tidak di tempat. Sialnya, sebuah gentong berisi cairan berwarna merah ditemukan di gubuk kecil itu.
“Ini darah…” ujar salah satu warga yang ikut datang ke rumah Darsih.
Karena ucapan itu, warga pun mulai heboh. Darsih yang baru saja pulang dari mencari hewan buruan di hutan begitu kaget akan banyaknya warga yang datang ke rumahnya. Mereka saling berseru setelah seorang warga memprovokasi untuk membakar gubuk itu.
Jika diberi kesempatan, meskipun dia memang menghisap darah, Darsih berani bersumpah bahwa dia sama sekali tidak tahu mengenai darah dalam gentongnya itu. Bahkan dia tidak merasa memiliki gentong. Dia terlalu miskin untuk membeli barang yang sejatinya mewah baginya.