Derren dan Nayra-Dua orang yang berbeda dari dua dunia yang berbeda akhirnya dipersatukan karena perjodohan. Tapi Derren terlalu tergila-gila dengan cinta pertamanya. Dia sangat membenci wanita yang dipasangkan kakeknya. Namun karena tak bisa menolak, Derren akhirnya menandatangani kontrak dengan Nayra. Mereka akan membatalkan pernikahan dalam kurun dua tahun. Nayra juga menyetujuinya karena tagihan medis adiknya yang dijanjikan keluarga Salvador akan ditanggung jika dia menikahi Derren. Hingga Nayra menandatangani kontrak tanpa ragu. Bagaimana perjalanan takdir mereka selanjutnya? Akankah takdir membawa mereka hidup bersama dengan hubungan sakral bernama cinta atau takdir malah merencanakan sesuatu yang kejam untuk mereka?
Seorang gadis muda nan cantik dengan dress pengantin adat putih berdiri di samping jendela itali.
Tidak ada sedikit tanda kebahagiaan tersirat dalam pandangannya. Yang ada hanya kekosongan, tanpa harapan.
Dia baru saja menikahi Tuan Muda Salvador, presdir paling tampan namun terkenal kejam dari kerajaan bisnis multi-miliarder Kota B.
Harusnya dia berbahagia, kan?
Tapi wajah ovalnya yang simetris sempurna pucat dan diselimuti kesedihan. Bibir merahnya terkatup rapat seolah-olah dia berusaha menekan emosinya.
Banyak wanita yang iri padanya, tetapi dirinya tahu pernikahan ini hanyalah sebatas mainan. Pria itu sama sekali tidak mencintainya. Pria itu menikahinya hanya karena keputusan kakeknya. Itu sebabnya pria itu membencinya.
Ucapan dingin pria itu bahkan masih bergema di telinganya, "Ingat, kamu itu tidak lebih dari pengantin kontrak. Jadi, jangan mengharapkan apa pun dariku. Kamu cukup menyandang status istri-ku selama dua tahun ini. Setelahnya, kamu menghilang dari hidupku ..."
Flashback
"Kondisinya semakin parah. Dia membutuhkan transplantasi jantung secepatnya. Kalau tidak, dia tidak akan bisa bertahan hidup."
Wajah Nayra pucat pasi. Ucapan sang dokter bagai petir yang menyambar ke ulu hatinya. Tangannya yang di bawah meja gemetar tak terkendali. Dia ingin menanyakan sesuatu, namun suaranya kelu tidak keluar dari mulutnya.
"Apa kamu sudah mengajukan lamaran untuk mendapatkan transplantasi jantung?"
Nayra hanya mengangguk lemah sebagai tanggapan. Sudah hampir satu tahun dia mengajukannya, tetapi dirinya bukan satu-satunya yang ingin mendapatkannya. Nayra harus mengantri dan sialnya nomor antriannya berada di urutan 100.
Nayra tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkannya. Bahkan jika nomor antriannya tiba, Nayra juga tidak mampu membayar tagihan operasi. Nayra merasa sangat tidak berguna untuk menyelamatkan adik kecilnya. Hingga tidak sadar pemikiran itu membuat derai air matanya mengalir.
Nayra segera mengusap matanya, dan mengangkat dagunya. Menatap lurus ke mata dokter sembari mengumpulkan keberaniam dari segala sisi lalu bertanya, "Apa tidak ada pengobatan lain selain transplantasi, Dok?"
"Brian, adikmu, lahir dengan penyakit jantung bawaan. Merupakan keajaiban bahwa dia bertahan hingga 19 tahun tanpa transplantasi. Tapi jantungnya semakin hari semakin lemah. Jantungnya sudah tidak bisa memompa darah dengan baik. Itu sebabnya dia segera membutuhkan transplantasi. Saya mengenal seseorang yang bisa dengan cepat mendapat jantung. Jika kamu mau, saya bisa menghubunginya. Tapi ... itu agak sedikit mahal," ujar sang Dokter menatap Nayra dengan hati-hati.
Nayra menggigit bibir bawahnya dan menatap tangannya di pangkuannya, merenungkan kata-kata dokter.
Ketika dokter melihat keraguannya, dia menghela napas dalam-dalam dan berkata lagi, "Bagaimanapun, saya tidak memaksamu untuk menyetujuinya. Saya akan mencoba yang terbaik untuk menjaga kondisi Brian tetap stabil sampai dia menerima jantungnya. Tapi sekali lagi saya katakan, dia tidak bisa menunggu lama."
"Berapa ...?"
Suara Nayra rendah dan goyah. Dia menahan diri untuk tidak menangis di depan dokter.
Pertanyaannya mengejutkan sang dokter selama beberapa detik. Dia tidak berharap gadis di hadapannya menanyakan ini.
"Yah, biasanya dibutuhkan sekitar lima ratusan juta untuk transplantasi, tetapi beliau mungkin akan mengenakan biaya satu miliar."
"Satu miliar?"
Kepala Nayra kembali berdenyut mengulang angka yang rasanya membuat dadanya sesak.
"Saya tahu ini terbilang mahal untukmu, tetapi coba pikirkan jika kamu berhasil mendapatkannya dengan segera, maka Brian juga lebih cepat selamat."
Langit rasanya telah jatuh di atas kepala gadis itu. Ratusan juta saja sudah begitu sulit untuk ia dapatkan. Apalagi sampai ber-miliar. Dari mana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu?
Nayra tidak tahu bagaimana dia keluar dari ruangan dokter. Pikirannya sedang kacau. Dia tidak kembali ke bangsal. Pada saat ini, dia tidak bisa menemui adik maupun ibunya. Nayra berjalan keluar dari rumah sakit menuju taman terdekat. Didudukkannya dirinya di kursi semen, lalu menutupi wajahnya untuk menangis. Bahunya bergetar terus menerus. Isak tangis pelan bisa terdengar dari waktu ke waktu.
"Halo, Nona Cunningham."
Suara yang dalam dan tajam menyapa indra pendengaran wanita itu. Nayra seketika berhenti menangis dan mengangkat pandangannya ke sumber suara, melihat seorang pria paruh baya berdiri tegak di sampingnya. Ekspresinya tidak terbaca, dan tatapannya acuh saat menatap Nayra.
Nayra mengenalinya. Dia adalah kepala pelayan di Keluarga Salvador. Tapi penampilannya mengejutkan Nayra. Nayra bertanya-tanya kenapa dia datang mencarinya.
Nayra menyeka air matanya dan membuka mulutnya untuk menanyakan sesuatu, tetapi sebelum itu, pria paruh baya itu kembali berkata dengan suara tajam yang sama.
"Tuan Besar ingin berbicara denganmu. Dia berada di dalam mobil."
Sembari berbicara dia mengarahkan jarinya ke luar taman. Nayra menoleh untuk melihat ke arah yang ditunjuk pria itu dan melihat sebuah limusin di seberang taman. Nayra bahkan lebih bingung, memikirkan mengapa tuan besar dari keluarga Salvador ingin bertemu dengannya.
Nayra akhirnya menarik napas dalam-dalam, menenangkan diri, lalu berdiri. "Baiklah."
Nayra kemudian berjalan keluar dari taman, mengikuti kepala pelayan yang saat sampai dia segera membuka pintu limusin mempersilakan Nayra masuk ke dalam.
Seorang lelaki tua yang Nayra taksir berusia delapan puluhan sedang duduk di dalam limusin bagai seorang raja, memegang tongkatnya yang berkepala singa. Dia mengenakan setelan jas abu-abu, sinkron dengan rambut abu-abu tipis yang disisir ke belakang.
Mata biru mudanya di balik kacamata tebal berbingkai hitam yang tajam dan tegas terfokus pada Nayra. Terlepas dari penampilannya, dia memancarkan aura dominasi yang kuat.
Nayra tersenyum, "Selamat pagi, Tuan Besar. Ada yang bisa saya bantu?"
"Kemari dan duduk di sini." Dia menepuk kursi di sebelahnya. "Juga, tidak perlu memanggil saya 'Tuan Besar'. Cukup panggil 'Kakek' saja, oke."
Jantung Nayra berdebar. Bukan karena dia tidak akrab dengannya. Dia mengenal lelaki tua ini sejak kecil. Ayahnya melayaninya sebagai pengawalnya. Berkali-kali, dia melihatnya bersama ayahnya, dan dulu lelaki tua amat sangat menyayanginya. Nayra masih ingat bagaimana lelaki tua ini dulu memberinya lollipop setiap kali bertemu. Tapi sejak ayahnya meninggal, Nayra tidak lagi melihatnya dan itu sudah hampir satu dekade. Nayra agak tidak nyaman mendekatinya. Setelah mengambil napas dalam-dalam, dia akhirnya duduk di kursi di sebelahnya.
"Baik Tuan Besar ... eh Kek."
"Kamu kini telah tumbuh menjadi wanita cantik," puji Solomon Salvador tersenyum.
Nayra tersipu mendengar pujiannya dan menatap tangannya di pangkuannya. "Terima kasih."
Pria tua itu mengamatinya dengan matanya yang tajam. Semakin dia menatapnya, semakin pula dia menyukainya. Dia bahkan lebih cantik dari foto yang dilihatnya.
"Kakek tahu kamu saat ini mengalami krisis soal operasi adikmu. Dan maksud kakek bertemu denganmu adalah untuk membantumu."
Mata Nayra sontak terbelalak menatapnya tak percaya. Apa Nayra salah dengar? Dia tidak bisa mempercayai telinganya dan diam-diam mencubit telapak tangannya. Rasanya sakit. Jadi, Nayra tidak sedang bermimpi, kan? Nayra terus menatap pria tua di hadapannya dengan bodoh, bertanya-tanya kenapa dia mengatakan itu.
Solomon mengalihkan pandangannya dari Nayra dan melihat ke depan, bersuara dengan nada yang lebih serius. "Kakek bisa membayar tagihan medisnya dan bahkan mengatur operasi yang adikmu butuhkan. Tapi ..."
Solomon terdiam. Itu membuat Nayra sadar bahwa di dunia ini tidak ada yang namanya bantuan gratis. Sekarang Nayra ingin tahu apa yang diinginkan pria tua itu darinya. Ekspresi Nayra berubah dari ketidakpercayaan menjadi ketidakpedulian.
"Kamu harus menikahi cucu Kakek, Derren."
Mata Nayra membelalak kaget. Dia lupa cara bernapas.
'Derren! Derren Salvador ...' Nayra menggumamkan nama itu dalam keadaan linglung.
Siapa yang tidak mengenal pria luar biasa itu?
Derren terkenal karena sifatnya yang sering bergonta-ganti wanita. Sifatnya itu bahkan bisa diidentikkan dengan keseringannya mengganti baju tiap hari.
Mendengar nama pria buruk itu saja sudah membuat Nayra mual. Apa maksud dari pria tua ini menginginkan Nayra menikahi cucunya itu?
Walau Nayra sadar bahwa dirinya amat sangat membutuhkan uang, tetapi itu tidak berarti dia akan menikah dengan playboy cap kakap seperti Derren Salvador. Mereka mungkin kaya dan berkuasa, tetapi Nayra adalah wanita yang bermartabat. Dia tidak bisa menyetujui sesuatu apabila bertentangan dengan keinginannya.
Perubahan ekspresi Nayra tidak luput dari pindaian mata Solomon yang tajam. Solomon tahu bahwa Nayra kurang menyetujuinya, namun bukan Solomon namanya jika tidak bisa mendapat apa yang dimauinya.
Solomon berbicara lagi, "Kakek tahu apa yang kamu pikirkan. Tapi sebelum kamu menjawab, pertimbangkan dulu permintaan kakek. Kamu membutuhkan uang untuk biaya adikmu, sedangkan kakek membutuhkan pengantin untuk cucu Kakek yang bisa mengajarinya akhlak dan nilai-nilai keluarga. Kamu jelas pantas bersanding dengannya. Ayahmu mengorbankan hidupnya untuk menyelamatkan Kakek membuat kakek berhutang nyawa padanya. Ingin rasanya kakek membantumu tanpa imbalan apa pun. Hanya saja, kakek menjadi tamak ketika melihat betapa cantik dan kompetennya dirimu. Nayra, kakek sama sekali tidak pernah memohon seperti ini. Tapi sekarang kakek mohon agar kamu mempertimbangkannya. Lagi pula kamu tidak akan rugi bila menyetujuinya."
Nayra mendengarkannya dengan penuh perhatian, menatapnya dengan tidak percaya. Tawarannya memang memikat, tapi apa Nayra bisa menerimanya?
Nayra selalu bermimpi akan menikah dengan pria yang mencintainya setulus hati. Entah kenapa, Nayra yakin bahwa menikahi Derren adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Nayra tidak akan pernah bahagia bersamanya. Tapi memikirkan Brian-adiknya-menderita kesakitan, Nayra melemah. Apa Nayra bisa menekan kebahagiaannya demi menyelamatkan adiknya? Nayra tidak bisa memutuskannya saat ini.
Menyadari keraguannya, Solomon Salvador berkata lagi, "Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang. Kamu bisa memikirkannya baik-baik, walau Kakek sangat menginginkanmu menjawab iya."
Setelah berbicara, Solomon menuliskan serangkaian nomor di atas kertas lalu merobeknya. Dia memberikan selembar kertas kepada Nayra. "Ini nomor Kakek. Hubungi nomor ini kapan saja. Kakek harap kamu akan menerima permintaan kakek. Itu akan menguntungkan kita berdua."
Nayra menatap sederet nomor yang tertulis di kertas sekilas lalu melipat dan memasukkannya ke dalam tasnya.
"Saya akan memikirkannya baik-baik!" Nayra tersenyum dan menatapnya. "Terima kasih atas kebaikan Kakek. Jika tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, saya undur diri."
Solomon Salvador mengangguk dan menghela napas.
Nayra segera turun dari limusin. Tepat ketika Nayra akan membuka pintu, Solomon berbicara lagi, "Kakek harap kamu tidak terlalu lama memikirkannya."
"Saya akan segera membuat keputusan."
Bab 1 PENAWARAN
09/06/2022
Bab 2 PERJANJIAN
09/06/2022
Bab 3 UNDANGAN MAKAN MALAM
09/06/2022
Bab 4 PANGGILAN CANGGUNG
09/06/2022
Bab 5 JAHATNYA IBU MERTUA
09/06/2022
Bab 6 MALAM YANG GILA
09/06/2022
Bab 7 KEDATANGAN CEO BARU
09/06/2022
Bab 8 DIAM-DIAM CINTA
09/06/2022
Bab 9 KUNJUNGAN MENDADAK SOLOMON SALVADOR
09/06/2022