Dia bukan vampir atau monster apapun. Nasib sial lah yang membuatnya begitu, hingga dia diasingkan oleh orang-orang di sekitarnya. Mencoba mengakhiri hidup pun percuma, karena dalam sekejap dia akan bangkit kembali. Darsih mengalami hidup seperti itu selama ratusan tahun tanpa tahu kapan berakhir. Dendam masa lalunya telah sirna dan tak ada hal yang dapat membuat jantungnya kembali berdegup kencang seperti saat dia masih dianggap 'normal'. Bahkan pekerjaannya yang menegangkan pun sudah membuatnya bosan. Hingga dia bertemu dengan Julian, seorang pria yang begitu mirip dengan mantan kekasihnya dua ratus tahun yang lalu. Apakah ini awal dari kisah cintanya yang baru?
Monster malam berwajah pucat penghisap darah yang abadi. Itulah yang biasanya mereka katakan untuk menggambarkan vampir. Entah dari mana asalnya legenda tentang mahluk yang selalu digolongkan sebagai bangsa siluman itu muncul.
Banyak yang takut, jelas. Tetapi, tak sedikit pula yang mengidolakan mereka sampai meromantisasi kisah mereka.
Meski begitu, tetap saja tidak ada yang tahu apa itu vampir yang sebenarnya. Semua kisah itu kebanyakan hanyalah hasil khayalan manusia yang menuliskannya dengan banyak tujuan.
Zaman sekarang, pastinya sudah tidak ada lagi yang percaya tentang keberadaan vampir. Siapa pun yang berkata bahwa vampir itu ada pasti akan dianggap gila. Padahal keberadaan mereka yang abadi itu bisa jadi memang benar adanya.
Mereka mungkin bersembunyi di antara kerumunan dan memiliki kehidupan normal seperti manusia lainnya. Entah itu di rumah, tempat kerja, sekolah, dan bahkan teman main. Mereka bisa saja berada di sekitar kita. Hanya saja kita tak tahu bagaimana wujud mereka sebenarnya. Karena saat mereka menampakkan wujud asli mereka, itu adalah akhir dari hubungan antar manusia yang mereka coba jalani. Itulah yang Darsih pahami setelah menjalani hidup ratusan tahun lamanya.
"Kenapa kau tidak melawan, Darsih!?" bentak pria itu dalam isak tangisnya.
Air matanya bercucuran seiring dengan darah segar yang mengalir dari hunusan pedangnya di ulu hati Darsih. Banyak yang pria itu sesalkan, karena itu adalah hasil perbuatannya sendiri. Tetapi, semua itu terlanjur terjadi dan dia hanya bisa menyesalinya.
Gadis yang dipanggilnya Darsih itu tidak menjawab apa pun. Rasa sakit di dadanya menghalangi setiap kata yang ingin dia ucapkan, hingga hanya rintihan yang terdengar dari mulutnya. Tetapi, dia sudah memprediksi bahwa suatu saat ini semua akan terjadi. Meskipun dia tidak menyangka bahwa di tangan kekasihnya sendirilah dia mengakhiri hidupnya.
"Ad... ria..n..." perlahan Darsih menyebutkan nama pria itu.
Pria yang dipanggil Adrian itu melepas tangannya dari gagang pisau yang dia hunuskan pada gadis itu. Diraihnya pipi Darsih dan dia belai lembut. Meskipun air matanya berderai, Darsih memberikan senyuman terbaiknya pada Adrian.
Dia cukup bahagia dengan akhir seperti ini. Setidaknya, dia sempat merasakan cinta seperti manusia pada umumnya. Setelah bertahan ratusan tahun lamanya, tidak mungkin dia meminta lebih dari ini.
"Berbahagialah... Adrian..." ucapnya sebelum akhirnya dia menutup mata.
Tangisan Adrian semakin pecah tatkala Darsih tak lagi menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Dia tak menyangka dia sendiri yang telah melakukannya pada Darsih. Dia membunuh gadis yang begitu memikat hatinya sejak melihatnya pertama kali di pelabuhan besar. Semua itu karena dia seorang pemburu, dan Darsih adalah mangsanya.
Sedari awal cinta mereka memang suatu hal yang mustahil. Adrian sudah memiliki istri di kampung halamannya, Belanda. Meskipun dia dan istrinya mempunyai keturunan, hubungan mereka berdua tidak dilandaskan cinta. Mereka dijodohkan oleh orang tua, seperti banyak pasangan lain di zaman itu.
Tiga tahun setelah pernikahan itu, Adrian ikut bergabung dengan kapal VOC untuk berdagang sekaligus menyebarkan agama. Dan ketika dia menuruni kapal, saat itu lah dia bertemu pandang dengan Darsih.
Gadis itu nampak begitu cantik dan unik dengan rambut putih dan warna matanya yang hijau berkilauan. Kain dan kemben yang melilit tubuhnya tidak menghalangi gadis itu untuk bergerak cepat mengangkut ikan tangkapannya.
Karena penasaran, Adrian pun mendekati gadis itu. Tetapi, gadis itu begitu cuek padanya. Adrian pikir, itu karena dia tidak bisa berbahasa Belanda. Meski begitu, dia telah mendapatkan namanya. Darsih.
Semakin sering Adrian mengajak mengobrol, Darsih semakin membuka hatinya. Lalu, bibit cinta itu pun mulai mekar di hati Darsih yang selama ini tandus bagaikan gurun pasir. Perhatian yang diberikan Adrian untuknya begitu menyentuh hati gadis itu. Hingga dia pun luluh di pelukan sang pria pujaan.
Suatu hari, seorang warga mengajak Adrian mengobrol. Salah satu topik pembicaraan mereka adalah Darsih.
Rupanya gadis itu begitu terkenal di desanya. Namun, semua warga menyebutnya 'gadis terkutuk' dan tak ada yang berani mendekati gadis itu. Alasannya adalah warna mata dan rambut putih milik Darsih. Wajah dan tubuh gadis itu nampak begitu muda, tetapi rambutnya suda berwarna putih.
"Di negeri saya banyak orang berambut pirang dan hitam. Memiliki warna rambut yang berbeda adalah hal wajar." jelasnya setiap kali warga mengingatkannya untuk menghindari Darsih.
Tetapi tidak Adrian sangka, perbedaan itu bukan sekedar masalah genetika. Karena, gadis itu memang berbeda. Darsih adalah sesuatu yang biasa disebut dengan vampir.
Setiap cerita vampir yang Adrian baca selalu mengisahkan kekejaman dari mahluk yang dikatakan sebagai salah satu budak iblis itu. Mereka menghisap darah manusia demi keabadian dan menentang hukum alam. Mereka yang kejam itu juga telah menjadi incarannya selama ini.
Awalnya Adrian tidak ingin percaya. Sampai suatu ketika, beberapa ayam milik warga desa mati dengan leher terbuka dan tanpa darah. Bahkan jejak darah setetespun tidak ada.
Para warga yang percaya akan tahayul mengarahkan kecurigaannya pada Darsih. Mereka menggerebek rumah gubuk milik Darsih saat pemiliknya tidak di tempat. Sialnya, sebuah gentong berisi cairan berwarna merah ditemukan di gubuk kecil itu.
"Ini darah..." ujar salah satu warga yang ikut datang ke rumah Darsih.
Karena ucapan itu, warga pun mulai heboh. Darsih yang baru saja pulang dari mencari hewan buruan di hutan begitu kaget akan banyaknya warga yang datang ke rumahnya. Mereka saling berseru setelah seorang warga memprovokasi untuk membakar gubuk itu.
Jika diberi kesempatan, meskipun dia memang menghisap darah, Darsih berani bersumpah bahwa dia sama sekali tidak tahu mengenai darah dalam gentongnya itu. Bahkan dia tidak merasa memiliki gentong. Dia terlalu miskin untuk membeli barang yang sejatinya mewah baginya.
Menyadari akan bahaya yang datang, Darsih pun melarikan diri dengan sekuat tenaganya. Hanya satu tempat yang dia tuju, kediaman Adrian. Dia begitu yakin jika Adrian akan menolongnya. Mereka saling mencintai, jadi pasti pria itu akan percaya padanya.
Begitu sampai di sana, Darsih pun berniat untuk mengetuk jendela penginapan yang ditinggali Adrian. Tidak mungkin dia masuk dari depan, karena keadaan desa saat ini. Tetapi saat ingin mengetuknya, terdengar suara seorang pria yang bukan Adrian masuk ke dalam kamar itu. Darsih pun mengurungkan niatnya.
"Kau sudah dengar mengenai gadis terkutuk itu?" tanya pria itu.
Meskipun pria itu berkata dalam Bahasa Belanda, Darsih cukup mengerti kurang lebih apa yang dia katakan. Sebelumnya Adrian pernah sedikit mengajarinya.
"Sudah ku bilang, Darsih bukan gadis terkutuk atau apa pun. Dia manusia biasa seperti kita. Kau sendiri berambut pirang, apa bedanya dengan Darsih?" sangkal Adrian.
"Ahahahaaha!" gelak lawan bicara Adrian itu.
"Bagaimana kalau semua itu benar? Para warga baru saja mendapati satu gentong berisi darah di rumah gadis itu. Apa kau tidak curiga?" katanya.
Adrian tak menjawab.
"Apa kau lupa dengan kisah mayat pemuja iblis di kampung halaman kita? Bukankah kisahnya hampir sama? Orang tuamu juga mati karena berhadapan dengan mahluk gila itu!"
"Tapi, Darsih bukan mayat." sanggah Adrian.
"Hah! Bukannya kau sendiri yang berkata bahwa suhu badannya begitu dingin. Kulitnya juga begitu pucat dan juga jarang keluar di siang hari. Bukankah tidak mengherankan kalau sebenarnya dia adalah mayat yang dirasuki roh atau siluman?"
"Hanson, dia mahluk hidup. Dia manusia seperti kita!" sangkal Adrian lagi.
"Meskipun kau bukan pendeta, bukankah kau orang yang taat? Gadis itu telah menyalahi agama. Dan apa perlu ku ingatkan lagi... bahwa kau menghianati istri dan anakmu hanya karena dia?"
Nada Hanson yang cukup mengancam membuat darah Adrian naik. Dia tidak bisa menyangkal perkataan rekannya. Karena, memang benar bahwa dia berselingkuh dengan Darsih dari isterinya.
Untuk Darsih sendiri, ini adalah pertama kalinya dia mendengar tentang keluarga yang Adrian tinggalkan di kampung halamannya. Dia sama sekali tidak tahu bahwa Adrian telah menikah dan memiliki anak. Jika dia tahu, tentu dia tidak akan mendekati pria itu. Meski begitu, dalam hatinya dia sadar bahwa dia tidak mungkin tidak jatuh cinta pada Adrian. Apa lagi pria itu adalah satu-satunya orang yang mau mendekat padanya, setelah seratus tahun lebih diasingkan orang-orang di sekitarnya.
Darsih pun menjauhkan tangannya dari jendela kamar itu. Dia menjauh perlahan dari sana dan memilih untuk tidak melibatkan Adrian lagi.
Sama seperti sebelumnya, Darsih harus segera pergi dari tempat ini. Dalam hati, dia merutuki nasibnya yang begitu sial ini. Dia tidak dilahirkan seperti ini, tetapi juga tidak bisa melawan takdir yang memaksanya untuk memiliki hidup yang berbeda dengan manusia lainnya.
Hari sudah begitu gelap saat Darsih memasuki area hutan terlarang untuk kabur. Perutnya begitu lapar, karena sedari pagi dia tidak mendapatkan cukup darah binatang untuk dia konsumsi. Padahal dia harus mengkonsumsi darah dalam jumlah tertentu sehari sekali.
Hingga seekor ular besar merasakan keberadaannya. Tak berbeda dengan Darsih, ular besar itu pun kelaparan. Ular berjenis phyton itu merasa Darsih adalah mangsa yang cocok untuknya dan segera maju untuk memangsa Darsih dengan melilitnya.
Beruntung, pengalamannya selama seratus tahun membuahkan hasil. Darsih dapat menghindar dari serangan ular besar itu. Meski begitu, nampaknya phyton itu belum ingin menyerah. Dia terus menyerang Darsih tanpa lelah.
Darsih yang mulai merasa haus akan darah, berpikir bahwa menghindar saja tidak cukup. Jika ular besar itu begitu ingin memangsanya, maka tidak salah baginya untuk membalas dan menjadikannya mangsanya. Gigi taringnya juga tidak kalah tajam dari gigi binatang itu.
Mereka pun saling menyerang dan pada akhirnya, ular besar itu pun melepas ajalnya di gigi taring Darsih.
Saat makan malamnya selesai, dia baru menyadari bahwa ada seseorang yang memperhatikannya dari balik pohon. Saat Darsih menengok, orang itu juga memperlihatkan dirinya. Tetapi saat Darsih mengedipkan matanya, pria itu sudah tidak ada di sana.
Sampai sekian detik kemudian, tiba-tiba Darsih merasakan sakit di dadanya. Disentuhnya bagian tubuhnya yang sakit itu dan dia merasakan basah di sana. Begitu ia mengangkat telapak tangannya, dia baru menyadari bahwa dirinya telah diserang dari belakang dengan sebilah belati.
Darsih pun membalik badannya untuk melihat siapa pelaku yang menyerangnya. Dan seketika itu pula, sekali lagi belati yang sama dihunuskan lagi di tempat yang sama pula.
"Adrian..." panggilnya pada penyerang itu.
Dengan ini, kisah mereka yang begitu singkat pun berakhir dengan tragis. Darsih ingin menyalahkan Adrian, karena dia memiliki banyak alasan untuk melakukannya. Pengkhianatan yang didapatnya jelas begitu sakit. Tetapi, setidaknya kali ini dia bisa tidur nyenyak untuk selama-lamanya dalam kematian yang bagaikan suatu harapan yang sejak dulu terkubur dalam hatinya.
Bab 1 Gadis Penghisap Darah
25/10/2023