Cinta yang Tersulut Kembali
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta di Jalur Cepat
Gairah Liar Pembantu Lugu
Jangan Main-Main Dengan Dia
Mantan Istri Genius yang Diidamkan Dunia
Tawaran Gila Suamiku
MAGER-alias malas gerak.
Sebuah fenomena khas anak muda setiap kali liburan tiba. Bahkan mandi pun sering mereka abaikan. Dulu, Cinta termasuk salah satu penganutnya. Gadis manis itu bisa menghabiskan hari dengan bergulung di kasur, menonton drama, dan ngemil tanpa beban.
Tapi itu dulu. Dua tahun yang lalu.
Kini, kebiasaannya berubah. Setiap pagi, dia berdiri di depan pagar rumah, menunggu seseorang. Hanya untuk satu hal sederhana: menyapa pujaan hatinya dengan satu kalimat, "Hai, tampan." Lalu, dia akan kembali masuk ke rumah, seolah-olah tak terjadi apa-apa.
Terdengar konyol? Mungkin. Tapi bagi Cinta, ritual kecil itu jauh lebih penting daripada sekadar rebahan.
Seperti pagi ini.
Langit masih gelap, bahkan jarum jam baru menunjuk angka enam. Tapi di depan cermin, Cinta sudah sibuk berdandan. Sedikit polesan di pipi, bando pink bertangkai bunga menghiasi rambutnya, dan dress selutut terpilih sebagai senjata utama. Begitu puas dengan penampilannya, dia langsung turun ke bawah.
"Mau ke mana kamu pagi-pagi gini dandan secantik itu?" suara Nyonya Starla terdengar tajam, tapi matanya penuh rasa ingin tahu.
"Ih, Mami kepo banget, deh!" Cinta memanyunkan bibir. "Urusan Cinta ini, nggak boleh tahu!"
Nyonya Starla menyipitkan mata, lalu tersenyum penuh arti. "Lah, ya kali kamu dandan begini cuma buat duduk manis di rumah. Mau kode buat tetangga depan, ya?"
Pipinya langsung bersemu merah. Ah, Mami memang terlalu jago membaca pikirannya!
"Ih, Mami! Jangan centil deh sama anak sendiri!" Cinta merajuk sambil menggembungkan pipi. "Udah, Cinta ke depan dulu, nih! Nanti Babang Tampan keburu pergi. Bye, Mamiii! Muuacchhh!"
Tanpa menunggu jawaban, dia langsung ngacir ke luar rumah. Tapi belum lima detik, dia kembali masuk dengan wajah penuh strategi.
"Miii... Masak sesuatu nggak?" tanyanya manja.
"Heh? Maksud kamu?" Nyonya Starla menyipitkan mata penuh curiga.
"Kue atau apa gitu, Mi...?"
"Ada, tapi buat apa?"
"Bungkusin dikit, dong. Buat tetangga depan. Saling berbagi itu kan baik," ujar Cinta dengan suara sok polos.
Nyonya Starla makin curiga. "Kamu mau apelin Nando?"
Cinta mendengus. "Ih, Mami! Ini namanya berbagi, bukan apel!"
"Ya ampun, Nak. Kalau mau kasih calon pacar, ya masak sendiri atuh," cibir Nyonya Starla.
Cinta langsung manyun. "Mami... bungkusin dikit aja. Nanti Cinta janji belajar bikin kue, deh!"
Nyonya Starla mendengus pelan. Haaah, dasar anak zaman sekarang. Pacaran modal uang orang tua, kasih makanan juga pakai masakan orang tua. Bikin sendiri kek, kan lebih berasa usahanya.
Tapi meski mulutnya protes, tangannya tetap memasukkan beberapa potong bronis dan kue kering ke dalam toples. "Nih, kasih ke Babang Tampan kamu itu."
"Hehehe... Makasih, Mamiii! Mami baik banget! Love you! Muacchh!"
Nyonya Starla hanya bisa menggeleng. Dia tahu betul anaknya jatuh cinta. Bahkan, orang tua Nando pun sudah menyadari perasaan Cinta pada putra mereka.
Tapi sebagai seorang ibu, ada ketakutan yang tak bisa ia abaikan.
Nando sudah dewasa. Sementara Cinta... masih SMA.
Kalau ternyata Nando punya pacar, bukankah anak gadisnya akan terluka?
Namun, untuk saat ini, sepertinya semua masih aman.
---
Rumah Tetangga
Di rumah seberang, Nando masih bergelung nyaman dalam selimut saat suara bel tiba-tiba mengguncang ketenangannya.
Teng... Teng... Teng...
Suaranya makin lama makin cepat dan mengganggu.
Dengan mata setengah terbuka, dia mengutuk si tukang pencet bel dalam hati. Sialan! Siapa sih pagi-pagi buta gini?!
TEET! TEET! TEET!
"WOI, SABAR!!" geramnya, sebelum akhirnya menyeret tubuhnya ke pintu dengan wajah bantal yang masih menempel sempurna.