Jatuh cinta dengan seorang polisi yang merupakan tetangganya, membuat Cinta harus mati-matian menarik perhatian Nando. Namun sialnya, Nando tak pernah tertarik dengan seorang gadis SMA. Menyerah? Tentu tidak. Cinta semakin menjadi. Bahkan ia rela mendewasakan dirinya hanya untuk cinta pertamanya itu. Seberapa gilanya Cinta berjuang?
MAGER-alias malas gerak.
Sebuah fenomena khas anak muda setiap kali liburan tiba. Bahkan mandi pun sering mereka abaikan. Dulu, Cinta termasuk salah satu penganutnya. Gadis manis itu bisa menghabiskan hari dengan bergulung di kasur, menonton drama, dan ngemil tanpa beban.
Tapi itu dulu. Dua tahun yang lalu.
Kini, kebiasaannya berubah. Setiap pagi, dia berdiri di depan pagar rumah, menunggu seseorang. Hanya untuk satu hal sederhana: menyapa pujaan hatinya dengan satu kalimat, "Hai, tampan." Lalu, dia akan kembali masuk ke rumah, seolah-olah tak terjadi apa-apa.
Terdengar konyol? Mungkin. Tapi bagi Cinta, ritual kecil itu jauh lebih penting daripada sekadar rebahan.
Seperti pagi ini.
Langit masih gelap, bahkan jarum jam baru menunjuk angka enam. Tapi di depan cermin, Cinta sudah sibuk berdandan. Sedikit polesan di pipi, bando pink bertangkai bunga menghiasi rambutnya, dan dress selutut terpilih sebagai senjata utama. Begitu puas dengan penampilannya, dia langsung turun ke bawah.
"Mau ke mana kamu pagi-pagi gini dandan secantik itu?" suara Nyonya Starla terdengar tajam, tapi matanya penuh rasa ingin tahu.
"Ih, Mami kepo banget, deh!" Cinta memanyunkan bibir. "Urusan Cinta ini, nggak boleh tahu!"
Nyonya Starla menyipitkan mata, lalu tersenyum penuh arti. "Lah, ya kali kamu dandan begini cuma buat duduk manis di rumah. Mau kode buat tetangga depan, ya?"
Pipinya langsung bersemu merah. Ah, Mami memang terlalu jago membaca pikirannya!
"Ih, Mami! Jangan centil deh sama anak sendiri!" Cinta merajuk sambil menggembungkan pipi. "Udah, Cinta ke depan dulu, nih! Nanti Babang Tampan keburu pergi. Bye, Mamiii! Muuacchhh!"
Tanpa menunggu jawaban, dia langsung ngacir ke luar rumah. Tapi belum lima detik, dia kembali masuk dengan wajah penuh strategi.
"Miii... Masak sesuatu nggak?" tanyanya manja.
"Heh? Maksud kamu?" Nyonya Starla menyipitkan mata penuh curiga.
"Kue atau apa gitu, Mi...?"
"Ada, tapi buat apa?"
"Bungkusin dikit, dong. Buat tetangga depan. Saling berbagi itu kan baik," ujar Cinta dengan suara sok polos.
Nyonya Starla makin curiga. "Kamu mau apelin Nando?"
Cinta mendengus. "Ih, Mami! Ini namanya berbagi, bukan apel!"
"Ya ampun, Nak. Kalau mau kasih calon pacar, ya masak sendiri atuh," cibir Nyonya Starla.
Cinta langsung manyun. "Mami... bungkusin dikit aja. Nanti Cinta janji belajar bikin kue, deh!"
Nyonya Starla mendengus pelan. Haaah, dasar anak zaman sekarang. Pacaran modal uang orang tua, kasih makanan juga pakai masakan orang tua. Bikin sendiri kek, kan lebih berasa usahanya.
Tapi meski mulutnya protes, tangannya tetap memasukkan beberapa potong bronis dan kue kering ke dalam toples. "Nih, kasih ke Babang Tampan kamu itu."
"Hehehe... Makasih, Mamiii! Mami baik banget! Love you! Muacchh!"
Nyonya Starla hanya bisa menggeleng. Dia tahu betul anaknya jatuh cinta. Bahkan, orang tua Nando pun sudah menyadari perasaan Cinta pada putra mereka.
Tapi sebagai seorang ibu, ada ketakutan yang tak bisa ia abaikan.
Nando sudah dewasa. Sementara Cinta... masih SMA.
Kalau ternyata Nando punya pacar, bukankah anak gadisnya akan terluka?
Namun, untuk saat ini, sepertinya semua masih aman.
---
Rumah Tetangga
Di rumah seberang, Nando masih bergelung nyaman dalam selimut saat suara bel tiba-tiba mengguncang ketenangannya.
Teng... Teng... Teng...
Suaranya makin lama makin cepat dan mengganggu.
Dengan mata setengah terbuka, dia mengutuk si tukang pencet bel dalam hati. Sialan! Siapa sih pagi-pagi buta gini?!
TEET! TEET! TEET!
"WOI, SABAR!!" geramnya, sebelum akhirnya menyeret tubuhnya ke pintu dengan wajah bantal yang masih menempel sempurna.
Begitu pintu terbuka...
"Hai, tampan! Selamat pagi!"
Nando langsung tersentak. Sial! Bocah kaleng ini lagi!
Dan lebih parahnya lagi, tanpa permisi, Cinta langsung menyelonong masuk ke dalam rumah, seolah tempat itu adalah miliknya.
Nando menatapnya dengan ekspresi horror. "Ngapain lo ke sini?" tanyanya dingin.
Sementara Cinta? Dengan wajah berbinar dan suara centil, dia malah mendekat, meneliti wajah kusut Nando dengan tatapan penuh cinta.
"Tampan baru bangun? Ya ampun, wajah bantalnya ganteng banget. Duh, kebayang nggak sih kalau tiap pagi aku bangun dan langsung liat ini? Mimpi indah banget!"
"Mau ngasih ini. Aku yang buat lho. Tampan mau? Aku siapin ya!"
Sumpah. Ingin rasanya ia cakar wajah menyebalkan itu.
Kalian pikir saja?! Siapa yang tak marah jika tidur nyenyaknya diganggu. Apalagi yang ganggu bocah ingusan seperti gadis itu.
"Tampan sini dong. Jangan di sana terus. Cicipin kue buatan Cinta.!"
Lagi-lagi Nando mendelik kesal. Ingin rasanya ia tendang gadis sialan itu. Bocah kemaren sore yang sudah berani mengganggu ketenangan hidupnya.
Nando menggaruk kepalanya kuat. Dengan cepat cowok itu berlari ke dapur dan merebut kotak itu dari tangan Cinta.
"Udah, ini udah gue ambil. Sekarang, mendingan Lo pulang! Ganggu aja sih Lo pagi-pagi gini." usir cowok itu tanpa rasa kasihan.
Bukannya tak ada rasa kasihan, tapi gadis cacing kepanasan seperti Cinta memang harus di perlakukan seperti itu. Sudah dua tahun ini hidup Nando jadi tak tenang gara-gara kedatangan makhluk seperti Cinta di kehidupannya.
Cinta kembali merebut kotak itu, namun saat Nando mencoba merebutnya kembali, gadis itu langsung berlari menjauhi Nando.
"Sial.!" rutuk cowok itu keras.
"Jangan menyumpah gitu tampan."
"Diam Lo!!"
"Ih tampan galak banget. Ntar cinta lho. Tante Dian mana tampan?"
Nando jengah dengan situasi seperti ini. Dari pada meladeni Cinta bicara, lebih baik ia kembali ke kamarnya dan melanjutkan tidur serta menikmati hari liburnya. Apalagi hari ini ada pernikahan kaptennya Erik. Jadi lebih baik dia istirahat sejenak dan setelah itu bersiap untuk ke pesta.
Melihat Nando ngacir dari hadapannya membuat Cinta tak tinggal diam. Ia langsung mengejar Nando dan menarik lengan cowok itu untuk mengikutinya ke dapur. Namun belum juga selangkah, Nando sudah menarik kuat tangannya dari genggaman Cinta.
"Apa-apaan sih Lo main pegang aja.!!" bentak cowok tersebut. Namun bukannya takut, Cinta justru tersenyum lebar.
"Biasa aja atuh tampan responnya. Nanti malah nggak bisa lepas lho dari Cinta. Lagian aku Cuma mau kasih kue ini ke tampan kok."
Nando sudah semakin jengah. "Ya udah iya sini mana kuenya, habis itu lo cabut dari sini."
"Ih kok ngusir sih. Nggak boleh. Harus aku yang siapin dan babang tampan duduk di kursi itu." ucap Cinta sambil menunjuk kursi yang ada di meja bar.
Ngomong-ngomong soal meja bar, rumah Nando memang di desain seapik mungkin oleh ayahnya. Selain TNI, ayah Nando juga seorang arsitektur. Meja bar ini memang sengaja di buat karena terlihat lebih keren.
"Nggak usah. Gue masih ngantuk. Jadi sekarang mendingan Lo cabut dari rumah gue."
Cinta langsung cemberut memberenggut mendengar Nando yang mengusirnya.
"Tampan kok jahat sih." rajuknya.
"Bodo'"
"Nggak sayang ya sama Cinta.?"
"Mimpi Lo."
"Iiii tampan jahat."
"Itu lo tahu. Mending pulang sana."
"Nggak mau!" teriak Cinta menolak usiran Nando padanya.
"Iiiiiii, pengen gue remukin badan Lo rasanya. Terserah Lo deh." Nando sudah gemas setengah mati dengan Cinta. Cowok itu akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamarnya meninggalkan Cinta sendirian yang entah akan melakukan apa nanti di dapurnya.
*****