Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
"Pesta?"
Seorang gadis dengan lembut dan manja mengulangi kata yang ia dengar. Berita yang menjadi awal dari segala penolakan yang akan ia berikan.
"Are you seriously, Mom?" tegasnya, memastikan, "Ini ide Mommy?"
Mata gadis itu telah melebar sejak tadi, kaget bukan main. Ia bahkan sampai menutup mulut menggunakan dua tangan, menahan keterkejutannya.
Sementara yang ditanya hanya memberi anggukan singkat, masih sibuk dengan ponsel yang dimainkan, merespon santai.
"Karena itu, bersiaplah. Berdandan sebaik mungkin karena banyak kolega Mommy dan Papimu yang akan datang."
"Dan, satu lagi," Amara menatap lekat, ada binar bahagia yang tak dapat ia jelaskan dari sorot matanya. "Ada anak dari sahabat Papi yang akan dikenalkan padamu. Dia juga sama-sama menempuh pendidikan dokter. Setelah saling mengenal satu sama lain, kalian mungkin cocok."
"Mom!" Berusaha saling kontak mata ketika bicara, gadis itu terus memanggil dengan keras dan mulai menuntut penjelasan, "Apa-apaan ini?"
"Kenapa, sih, El?" pusing mendapatkan rentetan pertanyaan, sang Ibu mulai menanggapi dengan serius.
"Bukankah tanggapanmu ini harusnya senang? Mengapa justru sebaliknya?"
Perdebatan masih berlangsung, Elga sosok berwajah cantik meski nampak ketus hari ini mencoba membantah segala hal yang ia dengar.
"Harusnya aku yang bertanya. Mengapa tidak ada yang berusaha untuk memberitahuku soal pesta perayaan ini?" ujar gadis itu, tak terima. "Aku baru tahu setelah sampai di rumah."
Helaan napas juga ikut terdengar, "Bukankah kalian harusnya meminta persetujuanku lebih dulu? Baru menyepakatinya."
"Ini hanya sebuah pesta perayaan kecil, El. Kamu menanggapinya seolah akan timbul masalah besar!" protes Amara, alisnya bertaut jengah.
Mommy dari gadis yang tak menyukai ide adanya perayaan yang dibuatkan untuknya itu mencoba memberi jawaban, tidak, lebih tepatnya simpulan.
"Apa yang dikatakan oleh Mommymu itu benar, Elga." Suara dari arah belakang Elga, menimpali. "Toh, yang kami diberikan ini untukmu."
Pria paruh baya, berkacamata, rahang tegas dan beralis tebal itu duduk di sebelah sang istri. "Kamu membuat keributan di pagi hari hanya karena berita kecil seperti ini. Yang padahal sebenarnya berita bagus."
Masih tak sepakat, bukan hanya Mommy Elga, Papinya juga memiliki pendapat yang sama tentang pesta yang akan mereka laksanakan.
"Buatku ini bukan hanya sekadar berita kecil. Aku tidak mau jadi olok-olokan karena pesta ini, Papi!" bantah Elga, mengutarakan tentang kegelisahan yang dimiliki.
Kerinyitan di dahi Satya menegaskan tentang kebingungannya mengenai pola pikir dari sang putri. "Apa maksudmu dengan jadi olok-olokan, El?"
Sebelum memberi jawaban, Elga menghela nafas panjang terlebih dahulu. "Itu karena-" kalimatnya menggantung, berusaha memikirkan cara menyampaikan alasannya.
Belum selesai Elga memberi tanggapannya, Satya lebih dulu menimpali. "Kami sangat bangga tentang berita kelulusanmu."
"Putri dari Satya, keturunan keluarga Heidee berhasil menduduki predikat terbaik dan masuk ke Universitas ternama Kedokteran di Negeri ini."
Pria itu memajukan tubuhnya, sedikit mengangkat dagu. "Jika kamu yang berada di posisi kami, maka juga pasti akan memutuskan hal yang sama. Kamu —"
"Aku tidak akan melakukannya," koreksi Elga, memberi sanggahan dengan berani. "Caraku berpikir dengan Papi dua hal yang berbeda!"
Keengganan Elga dianggap sepemikiran dengan Satya bukan tanpa alasan. Sebenarnya, ini karena ia sudah merasa begitu muak. Ia muak dengan sandiwara yang mereka mainkan. Saling bangga, saling bahagia.
Satya dan Amara selalu membuatnya terpojok melakukan apa yang tidak ia inginkan. Mengalah, mengorbankan segala mimpi yang ia punya, demi mewujudkan apa yang sebetulnya tidak ia harapkan.
"Aku memang bahagia dan bangga terhadap kabar baik ini, sebuah pencapaian besar yang bisa aku persembahkan kepada kalian berdua!"
Elga berhenti sejenak, menarik napas, "Tapi, bukan berarti aku akan mengatakannya kepada semua orang," tegas gadis berkulit putih itu.