Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
"Kal, kamu serius mau ambil S2 di luar lagi?"
"Kamu, kan, tahu kalau ini sudah aku rencanain dari lama."
"Sebenarnya kamu niat nggak, sih, sama aku?" Ajeng menghela napas panjang ketika Kalandra meliriknya. Sementara Kalandra yang masih prepare untuk persiapannya besok juga melakukan hal yang sama meskipun tanpa melirik Ajeng. Kalandra mencintai Ajeng, tapi dia juga tida bisa menuruti kemauan gadis itu ketika yang dia mau, Kalandra kuliah di Indonesia saja, karena dari dulu, kuliah di luar negri adalah impian Kalandra. Jadi ketika Tuhan merestui impian itu dan memberi Kalandra jalan, apa Kalandra harus memutar kemudi supaya Ajeng senang?
"Jeng!"
"Kal!"
Lagi, Kalandra menghela napasnya, tapi kali ini balas menatap Ajeng.
"Aku bukannya nggak ngertiin kamu, aku paham kalau LDR-an itu enggak enak, tapi gimana? Ini cita-cita aku."
"Sumpah, ya! Aku, tuh, nggak tahu lagi sama kamu. Kenapa, sih, aku harus selalu ngalah dan belajar memahami perasaan kamu, sedangkan kamu nggak pernah sekalipun buat coba paham sama apa yang aku rasain."
Kalau Kalandra lelah dengan sikap Ajeng yang kesannya selalu menuntut ini dan itu, maka Ajeng juga sama, dia lelah dengan keras kepalanya Kalandra, dia lelah dengan Kalandra yang terus-terusan memikirkan dirinya sendiri, dan dia juga lelah dengan hubungan ini. Ajeng sadar, sudah lama sekali hubungan ini berubah menjadi hubungan tidak sehat, tapi biar pun begitu, Ajeng sangat mencintai Kalandra, dan dia tidak bisa mengakhiri hubungan ini begitu saja meskipun dia sudah terengah-engah.
"Jeng, dengerin aku." Kalandra memegang kedua pundak Ajeng, menatapnya dengan tatapan yang jauh lebih hangat dari tadi.
"Aku cuma dua tahun di sana. Aku juga pasti sering pulang."
"Apa, sih, Kal!" Tapi tahu-tahu Ajeng menepis tangan itu.
"Sebelum berangkat ke Amerika, kamu juga ngomong gini, kan? Tapi bener-bener kamu terapin?"
"Enggak! Kamu cuma pulang dua kali dalam empat tahun kalau kamu lupa."
"Ya aku sibuk, Jeng, banyak yang harus aku kerjain di sana."
"Kal, aku tahu kamu sibuk. Aku juga nggak tuntut kamu pulang di hari-hari yang enggak seharusnya, tapi aku sangat berharap kalau liburan kamu balik ke Indonesia, tapi nyatanya apa? Bahkan—"
"Lupa anniv?" potong Kalandra.
"Kita bukan remaja lagi, Jeng!" sambung pemuda itu.