Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
19
Penayangan
5
Bab

Kalandra tidak pernah menyangka bahwa dia langsung dipertemukan oleh mantan kekasihnya-Ajeng, ketika dia kembali ke Indonesia. Ada rasa yang sepenuhnya belum selesai, baik di Ajeng, atau pun di Kalandra, keduanya sama-sama tidak bisa melupakan satu sama lain meskipun sudah dua tahun berlalu. Bagian lucunya, pertemuan kedua mereka seperti membuat mereka saling jatuh cinta lagi, tapi apakah mereka akan kembali memulai?

Bab 1 Awal

"Kal, kamu serius mau ambil S2 di luar lagi?"

"Kamu, kan, tahu kalau ini sudah aku rencanain dari lama."

"Sebenarnya kamu niat nggak, sih, sama aku?" Ajeng menghela napas panjang ketika Kalandra meliriknya. Sementara Kalandra yang masih prepare untuk persiapannya besok juga melakukan hal yang sama meskipun tanpa melirik Ajeng. Kalandra mencintai Ajeng, tapi dia juga tida bisa menuruti kemauan gadis itu ketika yang dia mau, Kalandra kuliah di Indonesia saja, karena dari dulu, kuliah di luar negri adalah impian Kalandra. Jadi ketika Tuhan merestui impian itu dan memberi Kalandra jalan, apa Kalandra harus memutar kemudi supaya Ajeng senang?

"Jeng!"

"Kal!"

Lagi, Kalandra menghela napasnya, tapi kali ini balas menatap Ajeng.

"Aku bukannya nggak ngertiin kamu, aku paham kalau LDR-an itu enggak enak, tapi gimana? Ini cita-cita aku."

"Sumpah, ya! Aku, tuh, nggak tahu lagi sama kamu. Kenapa, sih, aku harus selalu ngalah dan belajar memahami perasaan kamu, sedangkan kamu nggak pernah sekalipun buat coba paham sama apa yang aku rasain."

Kalau Kalandra lelah dengan sikap Ajeng yang kesannya selalu menuntut ini dan itu, maka Ajeng juga sama, dia lelah dengan keras kepalanya Kalandra, dia lelah dengan Kalandra yang terus-terusan memikirkan dirinya sendiri, dan dia juga lelah dengan hubungan ini. Ajeng sadar, sudah lama sekali hubungan ini berubah menjadi hubungan tidak sehat, tapi biar pun begitu, Ajeng sangat mencintai Kalandra, dan dia tidak bisa mengakhiri hubungan ini begitu saja meskipun dia sudah terengah-engah.

"Jeng, dengerin aku." Kalandra memegang kedua pundak Ajeng, menatapnya dengan tatapan yang jauh lebih hangat dari tadi.

"Aku cuma dua tahun di sana. Aku juga pasti sering pulang."

"Apa, sih, Kal!" Tapi tahu-tahu Ajeng menepis tangan itu.

"Sebelum berangkat ke Amerika, kamu juga ngomong gini, kan? Tapi bener-bener kamu terapin?"

"Enggak! Kamu cuma pulang dua kali dalam empat tahun kalau kamu lupa."

"Ya aku sibuk, Jeng, banyak yang harus aku kerjain di sana."

"Kal, aku tahu kamu sibuk. Aku juga nggak tuntut kamu pulang di hari-hari yang enggak seharusnya, tapi aku sangat berharap kalau liburan kamu balik ke Indonesia, tapi nyatanya apa? Bahkan-"

"Lupa anniv?" potong Kalandra.

"Kita bukan remaja lagi, Jeng!" sambung pemuda itu.

"Terserah kamu."

Sepeninggalan Ajeng, Kalandra hanya bisa mengusap rambutnya dengan wajah yang semakin lesuh. Ini bukan pertama kali mereka bertengkar hebat, bahkan dalam seminggu, ada saja permasalahan yang mampu memancing emosi keduanya, tapi sekalipun seperti itu, tidak ada di antara mereka yang memilih untuk mengakhiri hubungan itu. Karena bagi Ajeng Kalandra sangat penting, begitu pun dengan Kalandra, dan perlu kalian tau bahwa Kalandra juga begitu mencintai Ajeng. Bahkan di beberapa momen tertentu, Kalandra takut jika sewaktu-waktu keadaan membuat dia memilih, antara Ajeng atau mimpinya, mana yang harus dia lepaskan.

"Aku minta maaf soal kemarin." Begitu mendatangi rumah Ajeng, Kalandra langsung to the poin dengan maksutnya.

Kalandra tahu, baik mami Ajeng, ataupun bang Yasa, pasti mereka sudah paham jika Ajeng dan Kalandra bertengkar lagi, dan ini, mereka selalu memberi Kalandra dan Ajeng ruang untuk membicarakan permasalahannya, Ajeng juga bulan tipikal perempuan yang ketika dia marah dia akan susah untuk ditemui, bahkan Kalandra yakin jika sekarang ini perasaan gadis itu sudah lebih membaik.

"Aku yang minta maaf, harusnya aku dukung kamu, bukan malah marah-marah kayak tadi. Dan soal anniv, iya kamu bener, kita bukan anak kecil, dan nggak seharusnya kita mempersalahkan itu."

"Jeng, kamu nggak sepenuhnya salah, maaf udah marah-marah kayak tadi." Yang laki-laki mendekat, dan menumpahkan kedua tangannya pada tangan Ajeng.

"Aku tahu ada saat di mana aku sangat egois, aku lupa sama semuanya, bahkan karena terlalu mikirin urusan aku sendiri, aku bisa nggak bales ataupun hubungin kamu selama beberapa hari, aku nggak tahu karena apa kamu bisa sesabar ini, aku juga nggak ngerti apa yang ngebuat kamu terus-terusan bertahan sama aku, tapi Jeng, kalau sewaktu-waktu kamu udah lelah, dan kalau sama aku malah membebani kamu, kamu bisa bilang, kamu bisa ninggalin aku, kamu bisa cari orang lain."

Inggris, 02, Desember.

"Aku mau kita putus."

"Tiba-tiba? Kamu becanda? Kali ini kenapa lagi, sih, Jeng? Bukannya yang kemarin sudah jelas?

Terdengar suara isakan yang cukup parau, bahkan beberapa detik berlalu begitu saja dengan Ajeng yang masih diam.

"Jeng aku sudah bilang dia bukan siapa-siapa aku. Dia cuma satu-satunya temen aku dari Indonesia, dan aku hanya ngerasa aku harus di sana buat jagain dia waktu dia jatuh sakit sampai di rawat kayak kemarin."

"Ini nggak ada hubungannya sama orang luar, Kal! Aku capek! Semuanya tentang kamu semakin ke sini semakin membebani aku."

Jadi Ajeng ingin berhenti, Ajeng ingin menyerah, dan Ajeng ingin apa yang mereka mulai berakhir, detik itu juga. Ajeng mulai sadar hubungan tidak sehat hanya akan membuat dia, atau pun Kalandra sama-sama tertekan, Ajeng juga mulai sadar jika dia bukan satu-satunya pihak yang kelelahan, jadi Ajeng ingin mengakhiri ini supaya dia dan Kalandra bisa sama-sama terbebaskan, sudah hampir tujuh tahun, mereka bertahan sangat jauh, tapi sayangnya mereka tidak berhasil mencapai puncaknya. Dan bagi Ajeng, itu tidak apa-apa.

Memang, butuh banyak sekali keberanian sampai akhirnya Ajeng berterus terang, dan memang, setelah ini dia harus melewati hari-hari yang begitu sulit. Dia juga harus membiasakan diri tanpa Kalandra, setelah enam tahun lebih, Kalandra selalu menjadi bagian dari hidup Ajeng. Tentang bagaimana laki-laki itu yang selalu bersedia membantu Ajeng, sebelum dia berangkat ke Amerika, tentang bagaimana laki-laki itu yang selalu memberi Ajeng ruang untuk menceritakan apa saja yang tengah terjadi, atau bahkan, tentang bagaimana Kalandra yang kadang selalu me-nomor satukan Ajeng.

Bagaimana Kalandra mencintainya selama ini, Ajeng tahu, bahkan tidak sekalipun Ajeng meragukan perasaan yang laki-laki itu miliki. Hanya saja sekarang ini Ajeng seperti diperlihatkan oleh garis pemberhentian yang sayangnya bukan garis finish. Mungkin garis finish yang sesungguhnya masih sangat jauh, dan alih-alih melanjutkan, Ajeng lebih memilih untuk berhenti di sana.

"Jeng, makasih udah berterus terang." Pada akhirnya apa yang bisa Kalandra lakukan selain membiarkan Ajeng pergi sesuai apa yang gadis itu mau. Bahkan Kalandra ingat dengan baik jika dia pernah mempersilahkan Ajeng untuk menyerah ketika Ajeng sudah menemui titik di mana dia merasa sudah waktunya menyerah.

Di sebrang Ajeng masih menangis, sementara Kalandra, perlahan-lahan dia mengulas senyumnya. Tidak ada perpisahan yang tidak menyakitkan, tapi setidaknya Ajeng sudah melakukan yang terbaik.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku