Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Love U Eternally

Love U Eternally

meimei

5.0
Komentar
38
Penayangan
11
Bab

Kisah tentang vampire dan manusia yang saling jatuh cinta

Bab 1 Satu

"MOM!!!" seru seorang bocah lelaki yang segera memeluk pinggang seorang perempuan muda. Perempuan muda bermata cokelat besar dengan rambut ikal berwarna senada tersebut terlihat kebingungan dan gugup, apalagi orang-orang di pusat perbelanjaan tersebut melihat padanya. Meski begitu, gadis tersebut tetap saja berbicara dengan nada lembut pada bocah lelaki itu.

"Kamu salah, aku bukan ibumu."

"Tidak, aku benar. Kamu adalah ibuku!" tegas bocah lelaki tersebut sambil memeluk makin erat.

"Cio, kamu di sini rupanya, kamu ini sedang apa? Ayo lepaskan dia sekarang!" tegur seorang pria yang bergegas menghampiri dan menarik tangan bocah lelaki itu. Namun sang bocah justru menangis keras sambil tetap memeluk gadis yang tengah bersamanya.

"Aku tidak mau, aku mau tetap dengan Mom!"

"She is not your mom!" gertak si pria dengan suara tidak kalah keras. Namun bocah lelaki tersebut tetap bersikeras. Ia bertambah memeluk erat si gadis.

***

Vania Valencia tidak menduga sebelumnya. Niat ia hanya berbelanja beberapa kebutuhan malah membuat dirinya kini menjadi pusat perhatian. Bocah lelaki yang tengah memeluk pinggangnya tersebut enggan melepas, bahkan memeluk makin erat, meski pria yang baru datang telah menarik tangan anak itu. Bocah lelaki bernama Cio itu justru malah menangis keras. Hal itu membuat Vania merasa tidak tega. Ia memang mudah tersentuh dengan tangisan seperti itu.

"Sudahlah, Tuan, tidak apa, biarkan saja dia bersamaku."

"Tapi, Nona, hal ini pasti akan merepotkanmu."

"Tidak apa, saya tidak merasa direpotkan. Saya malah akan senang jika bisa bermain dengannya."

Pria tersebut diam sejenak dan kemudian mengangguk.

***

Cio tengah asyik bermain di tempat permainan yang berada pada pusat perbelanjaan tersebut. Tadinya ia mengajak Vania, tetapi setelah beberapa saat Cio malah terlihat asyik bermain sendiri. Pria yang sebelumnya berdiri bersandar di dinding tidak jauh dari mereka mengawasi. Tubuh tegap dan wajah yang terbentuk sempurna dengan hidung mancung membuat para gadis dan perempuan muda tidak berhenti menatap dengan sorot kagum. Namun pria berdagu persegi tersebut tidak terlihat peduli. Tatapan matanya tertuju pada Vania dan Cio. Setelah Cio asyik bermain sendiri, pria tersebut melambaikan tangan untuk memanggil Vania mendekat. Dengan langkah tidak pasti, Vania segera menghampiri.

"Terima kasih telah mau mengurus Cio," ucap pria tersebut sebelum Vania berkata-kata.

"Tidak apa, ini juga hal yang menyenangkan."

"Kau pasti lelah dan ini juga menyita waktumu. Aku akan membayarmu sekarang."

"Tidak perlu, aku ...."

Vania belum selesai berkata-kata. Namun pria itu malah menggamit pergelangan tangannya dan setengah menyeret dia pergi dari sana.

"Eh, tunggu!" panggil Vania yang dengan tergopoh berjalan di belakang pria tersebut.

"Kenapa kita pergi? Bagaimana dengan Cio?"

"Tidak akan terjadi apa-apa padanya. Dia akan baik-baik saja."

"Tapi ...." Terbersit di benak Vania, apakah pria yang menarik tangannya itu benar-benar ayah Cio? Jika benar, kenapa pria tersebut begitu mudah meninggalkan putranya yang masih kecil?

"Jangan khawatir, tidak akan terjadi sesuatu padanya."

"Tapi ...."

"Jangan membantah lagi. Makin cepat aku membayarmu, makin cepat pula kita kembali pada Cio."

'Hah???' dengkus Vania dalam hati.

'Kenapa dia malah jadi mengancamku?'

"Kau ini bersikap sembarangan, bahkan tidak terlihat cemas meninggalkan Cio, apa dia bukan putramu?" tandas Vania tanpa bisa menahan diri.

"Jangan-jangan kau sengaja melakukannya? Kau disuruh menjaga anak itu, tetapi tidak mau bertanggung jawab, jadi kau merasa kesal dan sengaja meninggalkan dia. Lalu kau akan mengatakan pada keluarganya bahwa kau kehilangan dia. Benar, bukan?"

Pria yang menarik tangannya tersebut tidak menjawab. Pria itu kemudian malah mengambil beberapa helai pakaian dan mendorong Vania masuk ke dalam kamar ganti.

Jantung Vania tidak henti berdetak kencang saat pria itu mendorong dia ke dinding ruangan sempit tersebut. Kedua lengan kokoh pria tersebut mengungkung dia hingga dirinya tidak bisa untuk pergi. Tatapan mata yang begitu langsung pada dirinya dan embusan napas hangat membelai wajah membuat semburat rona dadu tidak urung juga muncul pada kedua pipi Vania. Wajahnya yang bersemu dan detak jantung yang begitu tidak terkendali membuat Vania berpikir bahwa pria di hadapannya juga pasti menyadari gejolak yang muncul pada dirinya. Namun pria tersebut tidak tampak berniat untuk menyingkir.

"Kau jangan terlalu sok tahu. Kalau tidak, aku akan membungkam mulutmu itu," ucap pria tersebut. Meski terdengar mengancam, tetapi telunjuk dia malah menyentuh bibir Vania hingga seperti tengah menggoda gadis itu.

"A-pa ... yang ...?"

"Ganti pakaianmu dengan ini!" suruh pria itu, memotong kata-kata tercekat Vania. Ia mengatakannya sambil mendorong pada Vania beberapa helai pakaian yang telah dia ambil sebelumnya.

"I-ni ... ti-dak ...."

"Kau mau mengganti pakaianmu atau aku yang akan menggantikan pakaianmu untukmu?"

***

Sekian menit berlalu dan Vania hanya berdiri diam di dalam kamar ganti tersebut. Tatapan matanya tertuju pada cermin besar yang berada depan dia. Jantungnya masih berdegup kencang. Vania adalah gadis yang introvert, ia tidak pernah dekat dengan pria mana pun, apalagi hingga begitu intim. Semburat dadu kembali mewarnai kedua pipi Vania ketika ia kembali teringat pada kedekatan ia dengan pria yang bahkan tidak ia tahu namanya tersebut.

'Apakah kau bodoh, Nia?' tegur suara hatinya. Vania menghela napas perlahan. Pria itu mungkin tidak memiliki pikiran lain padanya. Mereka bahkan tidak saling mengenal sebelumnya. Jadi rasanya tidak mungkin pria itu menyukainya. Vania tersenyum tipis, ia tidak pernah percaya cinta pada pandangan pertama, apalagi cinta tanpa saling mengenal.

"Apa kau sudah mencoba?" tegur suara di luar. Suara berat yang adalah milik pria tersebut. Vania tertegun. Ia kemudian teringat pada tumpukan pakaian yang diberikan pria itu padanya.

'Apa memang cinta pada pandangan pertama tidak ada? Tapi jika memang tidak ada, lalu kenapa ia memberiku pakaian-pakaian ini?'

Merasa bingung, Vania memutuskan berjalan keluar dari kamar ganti tanpa mencoba satu pun dari pakaian tersebut. Namun baru saja keluar, pria yang memberinya pakaian itu mendorong ia masuk kembali ke dalam.

"Kau tidak mencoba pakaian, apa benar-benar ingin aku yang menggantikan untukmu?"

"Aku bisa melakukannya sendiri, tapi kau harus memberitahuku kenapa memaksaku memakai pakaian-pakaian itu?"

"Aku hanya membayarmu. Kau sudah mau menemani Cio. Aku membayarmu dengan membelikanmu pakaian."

"Tidak perlu, aku tidak perlu dibayar," ucap Vania sambil kembali hendak melangkah keluar, tetapi pria itu segera mencekal tangannya.

"Kalau kau menolak, maka aku benar-benar akan menggantikan pakaianmu."

"Aku tidak membutuhkan pakaian seperti ini."

"Jadi kau tidak mau?" tanya pria tersebut sambil mengambil sehelai terusan berwarna putih. Tatapan matanya menatap lekat pada manik mata Vania. Ia juga melangkah maju, sementara Vania melangkah mundur. Namun dirinya kemudian tidak bisa mundur lagi karena ada dinding di belakang dia. Wajah pria tersebut mendekat. Embusan napas hangat kembali membelai pipi kiri Vania.

"Apakah kau benar-benar ingin aku yang mengganti pakaianmu?" tanyanya dengan suara berbisik.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh meimei

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku