Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Gairah Sang Majikan
Langit sore mulai berubah kelabu, menandakan hujan akan segera turun. Dion baru saja selesai menghabiskan waktu bersama Nenek Melati, seorang wanita tua yang sangat ia hormati. Bagi Dion, Nenek Melati bukan hanya seorang nenek, tetapi juga seperti ibu kedua yang selalu ada untuknya sejak kecil.
Ketika mereka berdua berjalan menuju mobil, suara gemuruh petir mulai terdengar dari kejauhan. "Dion, kita harus segera pulang. Cuaca buruk seperti ini tidak baik untuk tulang tua nenek," ucap Nenek Melati sambil memegangi lengannya.
Dion tersenyum tipis, membuka payung, dan memayungi neneknya. "Tenang saja, Nek. Kita akan sampai di rumah sebelum hujan deras."
Namun, langkah mereka terhenti saat mendengar suara teriakan dari arah gang kecil di seberang jalan. Suara itu memecah suasana yang sepi, membuat Dion refleks menoleh.
"Lepaskan aku! Jangan sentuh aku!" teriak suara wanita, diiringi suara langkah kaki yang tergesa-gesa.
Nenek Melati langsung memegang tangan Dion erat. "Ada apa itu, Dion? Kamu dengar suara wanita tadi?"
"Ya, Nek. Nenek tunggu di sini. Saya akan lihat."
"Dion, jangan gegabah! Jangan sampai kamu terluka," perintah Nenek Melati dengan nada cemas.
Namun, Dion tidak mendengarkan. Ia segera berlari menuju sumber suara. Ketika ia sampai di gang itu, ia melihat seorang wanita muda yang tampak ketakutan. Wajahnya penuh keringat, rambutnya berantakan, dan pakaiannya sedikit sobek. Ia dikelilingi tiga pria berpenampilan kasar.
"Sudah kubilang, jangan melawan! Kamu tidak punya pilihan," salah satu pria itu berkata dengan nada mengancam.
Wanita itu mundur beberapa langkah, tetapi punggungnya sudah terhimpit tembok. Meski takut, ia berusaha tetap tenang. "Aku tidak akan membiarkan kalian menyakitiku!"
"Lepaskan dia!" suara Dion menggelegar, membuat ketiga pria itu menoleh.
Salah satu dari mereka, pria bertubuh besar dengan tato di lehernya, mengangkat alis. "Dan siapa kamu? Jangan ikut campur urusan orang lain kalau tidak ingin celaka!"
Dion tidak mundur. Dengan tubuh tegap dan mata tajam, ia mendekati mereka. "Kalian sudah cukup membuat keributan. Pergi sekarang, atau aku pastikan kalian tidak akan lolos dari masalah."
Salah satu pria lain yang lebih kecil mendekati Dion dengan seringai. "Berani sekali kamu, anak muda. Lihat siapa yang akan kalah di sini!"
Pria itu menyerang, tetapi Dion lebih cepat. Dengan gerakan sigap, ia menangkap tangan pria itu dan memukulnya hingga tersungkur. Dua pria lainnya maju bersamaan, tetapi Dion tetap mampu melawan mereka. Pertarungan berlangsung sengit, dengan suara pukulan dan teriakan menggema di gang itu.