Undangan Eksklusif Dari Presdir

Undangan Eksklusif Dari Presdir

Ayrach

5.0
Komentar
250
Penayangan
30
Bab

Naura tiba-tiba mendapatkan kiriman undangan beramplop putih tanpa ada nama pengirimnya. Amplop itu dari teman kerjanya, Sinta. Karena Sinta berpikir itu surat pemecatan dan tidak ingin orang tuanya mengetahui hal itu, pada akhirnya Sinta memberikannya kepada Naura. Namun, siapa yang tau jika undangan itu ternyata ekslusif menjadi istri seorang presdir dengan imbalan 100 juta dollar? Bagaimana Naura bertindak? Mengabaikannya atau mennyetujuinya?

Bab 1 Rencana Arkan

Seorang pria duduk menghadap laptop dan sibuk mengecek email yang masuk di kotak inbox. Matanya sangat fokus dan tidak bisa beralih dari laptop yang sudah menjadi teman rutinitas di pagi harinya.

"Arkan, Mama mau bicara hal penting sama kamu. Mama boleh masuk?" Suara Davina dari luar ruangan dan mengetuk pintu itu sedikit mengganggu konsentrasi Arkan.

"Masuk saja, Ma," sahut Arkan malas. Ia bisa menebaknya, maksud dari hal penting itu adalah wanita-wanita cantik yang diidamkan oleh Davina untuk dijadikan istrinya.

Davina melangkahkan kakinya memasuki ruangan kerja putra tunggalnya, Arkan.

"Mama kenal dengan Mutia, dia cantik, pewaris utama di keluarganya, model terkenal, dan belum mendapatkan pacar. Ya, walaupun mantannya baru satu. Dia cocok buat kamu," ucap Davina bersemangat, ia membanggakan Mutia di depan Arkan. Mutia yang sempurna dan hanya kelebihannya saja Davina tunjukkan.

Arkan menutup laptopnya. Entah siapa itu Mutia ia tidak mengenalnya dan tidak mau berjodoh dengan Mutia.

"Maaf, Ma. Aku sudah menemukan calon pilihanku sendiri," Arkan berkata tegas, tapi ia masih bingung, kira-kira wanita mana yang mau dengannya?

"Siapa wanita kamu? Pilihan kamu tidak ada yang pernah benar. Kemarin tukang pengantar pizza, sekarang siapa lagi?" Suara Davina meninggi, ia tidak akan membiarkan Arkan memilih wanita yang asal-usulnya saja tidak jelas.

Arkan hanya diam, sebenarnya ia belum menemukan wanita manapun. Ia berbohong. Matanya menghindari tatapan Davina.

"Jawab Mama, Arkan!" Davina benar-benar emosi.

Baiklah, jika Davina sudah emosi begini, tidak ada pilihan lain kecuali Arkan memberitahunya.

'"Beri aku waktu sampai esok hari. Aku akan memberitahu Mama, siapa wanita yang aku cintai," jeda sejenak, Arkan memaksakan senyumannya.

"Bukan hanya memperkenalkan saja. Tapi sekaligus melamarnya dan besoknya, menikah," ucap Arkan penuh rasa yakin, padahal ia ragu tidak akan ada wanita yang mau menjadi istrinya secepat itu.

Davina menggeleng heran. "Kamu, kalau bicara yang bener. Jangan asal menikahi wanita yang ekonominya di bawah kita. Mama, tidak mau nama Argantara reputasinya buruk," ujar Davina tegas. Ia kemudian meninggalkan ruangan kerja Arkan. Putra semata wayangnya itu sudah tidak waras sampai nekat menikahi wanita asing. Semoga saja pilihan Arkan bukan wanita pengirim pizza seperti beberapa hari yang lalu.

Arkan bertopang dagu, ia tengah memikirkan rencana cara mendapatkan wanita secara cepat tanpa perlu berkenalan. Ia malas berinteraksi, ia tidak mau wanita di luaran sana tergila-gila padanya hanya karena penampilannya memakai jas kantor itu, kesan gagah dan wangi pasti menjadi incaran.

"Mungkin Sam ada solusi untuk masalah ini," gumam Arkan, ia mengambil ponsel yang tergeletak diatas berkas-berkas. Ia mencari nomor Sam dan menghubungi sekretarisnya itu.

Nada panggilan terhubung, kemudian suara dari seberang telepon menyapa Arkan.

"Halo, Bos? Ada apa? Kenapa telepon?"

"Besok aku harus membawa seorang wanita dan memperkenalkan ke orang tuaku. Apa kau ada solusi?" Tanya Arkan penuh harap. Alisnya mengernyit, Sam bisa diandalkan dan mengatasi masalah apapun termasuk perusahaannya.

"Hmm ... sebentar Bos, aku pikirkan dulu," Sam terdiam selama 5 menit lamanya. Ia berpikir mencari solusi untuk Arkan. Sampai pada akhirnya sebuah ide muncul dalam pikirannya.

"Aku tau! Bos buat undangan saja. Tapi ini bukan undangan nikah, ya. Tapi, seperti undangan imbalan. Kalau Bos tidak keberatan. Pasti ada wanita yang mau," ujar Sam percaya diri, idenya memang cukup menguras dompet Arkan nanti.

"Maksudmu, undangan imbalan ... mirip dengan undangan kompetisi?" Perasaan Arkan tidak nyaman, diluar dugaan Sam memberikan ide yang membuatnya kesal.

"Ya, nanti Bos pilih saja ke salah satu karyawati. Terserah karyawati mana saja. Tapi pastikan dia menerima undangan itu. Dan ... agar tidak mencolok, pakailah amplop putih. Imbalannya minimal 100 juta dollar saja cukup, Bos. Bagaimana ideku? Bagus? Atau hebat? Oh, ya! Berterima kasihlah pada sekretarismu yang cerdas ini."

Arkan berdecak kesal, ia mengakhiri teleponnya dengan Sam.

"Sam, sudah gila. Yang benar saja imbalan 100 juta dollar?" Dan setengah gaji perusahaan Arkan adalah dari jumlah nominal itu. Membayar seorang wanita yang tidak ia cintai, tapi kenapa semahal itu?

100 juta dollar, imbalan, amplop putih.

Jika Arkan memikirkan ide dari Sam itu, cukup menarik juga.

"Oke, mari aku coba," Arkan mengambil sebuah buku tulis dan menyobek selembar kertas. Ia akan membuat sebuah kalimat yang ia tulis disana.

"Jika kau bersedia menikah denganku di hari lusa, terimalah uang 100 juta dollar ini sebagai imbalannya. Kau akan menjadi istriku. Tapi, aku memperkenalkan kamu ke keluargaku dulu. Aku akan melamarmu besok. Datanglah ke alamat rumahku ini. Jalan Perumahan Nagasari No. 16"

Selesai menulis itu, Arkan menatap penuh harap, amplop putih yang akan memberikannya seorang wanita. Kemungkinan wanita yang membawanya dalam ketenangan hidup untuk beberapa tahun saja.

"Tapi, siapapun wanita yang aku pilih. Aku tidak akan jatuh cinta dengan dia. Aku tidak mau berurusan dengan cinta. Cinta hanya membuang-buang waktu. Cinta bisa melukai perasaan, trauma dan kesedihan sepanjang waktu," Arkan menggerutu kesal.

***

Di jam makan siang, disinilah Arkan berada. Kantin perusahaannya yang lumayan luas. Suasana kantinnya cukup ramai, banyak yang mengantri membeli di beberapa stand.

Arkan mencari seorang karyawati, setidaknya ia tidak bersama temannya atau istirahat sendiri.

Mata Arkan tertuju pada seorang wanita berambut sebahu yang duduk sendirian. Ia menghampirinya.

"Ini untukmu. Terimalah, jangan menolak," Arkan menyodorkan amplop putih yang sudah ia isi dengan selembar kertas dan selembar cek uang bank senilai 100 juta miliar dollar.

Sinta yang sedang memakan bakso itu, terkejut ketika Arkan tiba-tiba datang dan memberikan sebuah amplop putih.

'Aduh! Surat apa itu? Apa undangan? Atau surat pemecatan?' Batin Sinta mulai gelisah sendiri. Ia menerimanya dengan tangan gemetar.

Sinta hanya mengangguk dan tidak bisa berkata-kata. Aura Arkan cukup menyeramkan. Tatapan mata tajam dan mengintimidasi itu berhasil membuat nyalinya takut.

'S-semoga saja ini bukan surat pemecatan. Ah, tapi kalau orang tuaku sampai mengetahui hal ini, mereka pasti marah,' batin Sinta menghela nafasnya lelah. Ia tidak akan pernah memberitahu amplop yang baru saja ia terima dari Arkan, CEO cuek itu.

Setelah Sinta menerima amplop itu, perasaan Arkan sedikit ringan dan lega. Ia yakin Sinta bersedia menjadi istrinya.

Arkan berbalik pergi, tapi sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman smirk. "Dialah calon istriku, Ma."

Sedangkan Sinta mengetikkan sebuah pesan kepada sahabatnya, Naura. Lebih baik ia berikan saja kepada Naura. Biarlah Naura yang menerima amplop itu.

[ Ra, aku baru saja menerima amplop putih dari CEO-ku. Untukmu saja ya? Aku takut itu surat resign. Aku tidak mau orang tuaku sampai tau. Aku kirimkan amplopnya ke rumahmu sore ini ya? ]

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Ayrach

Selebihnya

Buku serupa

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku