Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Sang Pemuas
Gairah Sang Majikan
"Nanti, kalo kita udah dewasa aku mau duduk berdua sama mbak kayak gitu. " Tunjuk Satria pada sepasang pengantin yang duduk dikursi pelaminan.
Sekelebat ingatan masa kecilnya bersama Satria, sepupunya terbayang di ingatan Mela yang saat ini sedang duduk bersanding dengan adik sepupunya itu.
'Akhirnya, apa yang Satria kecil ucapkan kini menjadi kenyataan.' Mela membatin.
Disinilah Mela saat ini, duduk bersanding diatas pelaminan bersama sepupunya, Satria Prasetya. Bukan keinginannya, bukan ! Semua terjadi bagai takdir hidupnya yang sudah di gariskan.
Tak pernah terpikirkan sebelumnya akan semua kenyataan yang terjadi hari ini. Meskipun, saat masih kecil Satria sudah pernah mengucapkannya. Bahwa dia ingin duduk bersanding dengan Mela, kakak sepupunya dikursi raja sehari ini.
Mela yang datang ke kota ini hanya untuk menyaksikan adik sepupunya itu menikah, sama sekali tidak menyangka akan menjadi wanita yang menikah dengan Satria.
Semua ini terjadi karena saat acara pernikahan akan dimulai, namun pengantin wanita tidak kunjung datang.
Mela yang duduk bersama tante Lina didalam kamar pengantin berusaha menenangkan tantenya agar tetap tenang. Dan meyakinkan tante, bahwa semuanya akan baik-baik saja. Dalam hati juga berharap Sera, tunangan Satria itu akan segera datang di pernikahannya.
Tante Lina segera berdiri saat Satria masuk kekamar pengantin ini bersama dua orang wanita. Satu wanita membawa tas kecil berbentuk koper, yang tidak Mela ketahui apa isi didalam tasnya itu. Sedang salah satu wanita lagi membawa sebuah gaun berwarna putih tulang, Mela tebak itu mungkin gaun pengantin.
Sedikitpun Mela tidak menaruh curiga, walau melihat ada yang tidak beres dengan semua yang disiapkan ini.
Satria kemudian terlihat membisikkan sesuatu ketelinga tante Lina, ibunya. Entah apa yang dia katakan Mela tidak tahu, yang pasti membuat perubahan besar didiri tante Lina. Membuat tante Lina tersenyum manis setelahnya.
Setelah itu, Satria segera keluar. Sedangkan tante Lina mendekat padanya, Mela dan mengajak serta dua wanita yang tadi masuk bersama Satria.
"Kamu harus bantu Satria, Mel, " ucap tante Lina dengan tatapan memelas pada keponakannya itu.
"Tante mohon sama kamu Mel. " kembali tante Lina, tante Mela itu berucap lirih dan menggenggam kedua pergelangan tangan keponakannya dengan tangannya, erat.
"Ma....mak...sud tante, gimana? " Mela bertanya memastikan. Walau sebenarnya, Mela sudah tahu maksud tantenya.
"Ayo, duduk disini !" titah tante yang mendudukkan aku di kursi meja rias. Dan wanita yang tadi membawa koper kecil, segera membuka kopernya. Saat itulah Mela mengetahui, ternyata isi didalam koper kecil itu adalah peralatan make up.
"Tante...." saat ingin berucap, tante Lina segera memotongnya.
"Kamu duduk tenang dan diam ya, Mel. Kita tidak punya banyak waktu." Ujar tante Lina membantu membuka kancing belakang baju yang saat ini Mela kenakan.
Akhirnya Mela diam tidak berkutik. Pasrah akan keadaan, dan takdir yang akan terjadi selanjutnya.
Setelah aku selesai bersiap, Mela diajak tante Lina berjalan keluar. Ketempat dimana diadakan pernikahan Satria, sepupu Mela itu.
Akad nikah juga diadakan dihalaman rumah. Halaman rumah yang sudah disulap sedemikian rupa. Cukup perfect menurut orang kampung seperti Mela. Tapi, entah mengapa pengantin wanitanya kabur, dan tidak hadir dihari pernikahan.
Semua mata memandang ke arah pengantin pengganti yang baru saja datang, saat Mela tiba ditempat akan diadakan ijab kabul.
Mela melihat ayahnya sudah siap duduk berhadapan dengan keponakannya sibocah tengik itu, Satria.
Ingin sekali Mela, sang kakak memaki, dan mengumpatnya. Bagaimana tidak, dapat ide darimana dia melibatkan Mela dalam pernikahan konyol ini. Mela menatap Satria tajam. Akan tetapi, yang ditatap nampak cuek dan tidak peduli akan kemarahannya.
Mela kemudian di persilakan duduk disamping ayahnya. Untuk kedua kalinya ayah Mela melepaskan putrinya kepada laki-laki yang menjadi pengganti ayah yang akan menjaga putrinya.
"Bagaimana? Apa semuanya sudah siap? " tanya pak penghulu memastikan.
'Aku tidak siap, pak.' Jerit Mela dalam hatinya.
"Siap. Silakan dimulai pak !" ucap om Rizal, papa Satria mempersilakan kepada pak penghulu.