Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Rahasia Istri yang Terlantar
Gairah Liar Pembantu Lugu
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Safina melangkah masuk ke rumahnya dengan senyum yang tak pernah lepas sejak pagi. Hari ini, ia sengaja pulang lebih awal dari biasanya. Hari ulang tahun pernikahannya dengan Reza adalah hari yang selalu ia tunggu-tunggu setiap tahun, meskipun Reza akhir-akhir ini terasa semakin jauh.
Tangannya menggenggam kotak kecil yang berisi jam tangan mewah, hadiah istimewa yang ia beli dengan tabungannya selama berbulan-bulan. Itu adalah jam tangan yang sudah lama diinginkan Reza, sesuatu yang ia sebut "impian yang tertunda." Safina berencana untuk membuat momen ini menjadi istimewa, sesuatu yang akan mengembalikan kehangatan dalam rumah tangga mereka yang mulai dingin.
Saat membuka pintu depan, suasana rumah terasa aneh. Tidak ada aroma masakan, tidak ada suara televisi, bahkan tidak ada jejak Reza menyambutnya di ruang tamu seperti biasanya. "Mungkin dia sedang tidur siang," pikir Safina, mencoba menenangkan perasaan tak nyaman yang tiba-tiba merayap di hatinya.
Langkahnya perlahan menuju ke lantai atas. Semakin dekat dengan kamar utama, ia mendengar suara tawa yang asing. Bukan tawa Reza yang biasa, melainkan suara wanita yang terdengar ceria dan menggoda. Safina berhenti di depan pintu kamar yang sedikit terbuka, rasa penasaran berubah menjadi kekhawatiran yang menusuk.
"Reza, jangan genit, deh. Aku geli!" suara wanita itu terdengar jelas di telinga Safina.
"Ah, masa sih? Kamu suka kan kalau aku begini?" balas Reza dengan nada yang begitu akrab, begitu santai, sesuatu yang sudah lama tidak Safina dengar.
Tangan Safina gemetar. Ia mendorong pintu perlahan, dan apa yang dilihatnya membuat dadanya seperti dihantam palu. Di atas tempat tidur mereka, Reza sedang berbaring dengan seorang wanita muda, dengan rambut terurai indah dan tubuh yang anggun. Mereka terlihat begitu akrab, begitu intim, hingga dunia Safina serasa runtuh seketika.
"Reza!" teriak Safina dengan suara bergetar, matanya membelalak.
Reza terkejut, tetapi hanya sesaat. Dia langsung bangkit dari tempat tidur, wajahnya berubah menjadi dingin. Wanita itu buru-buru menutupi tubuhnya dengan selimut, tetapi tidak ada rasa bersalah dalam tatapannya.
"Safina, kamu ngapain pulang cepat?" tanya Reza dengan nada yang tak menunjukkan penyesalan sedikit pun.
"Apa ini? Siapa dia?" Safina berteriak, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Kotak kecil hadiah di tangannya jatuh ke lantai tanpa ia sadari.
Wanita itu tersenyum tipis. "Aku Dita," jawabnya singkat, seolah perkenalan itu cukup menjelaskan segalanya.