/0/26438/coverorgin.jpg?v=a62374ef56376f88395da900a2247285&imageMogr2/format/webp)
Jakarta 2005
Suara ayam jantan milik tetangga berkokok nyaring. Membangunkan penghuni komplek perumahan, yang terletak di pinggiran Ibu Kota. Anak lelaki berusia empat tahun, beranjak bangun mencari ibunya, karena tidak berada di sampingnya. Mengelilingi seluruh ruangan, dalam rumah minimalis, khas perumahan sederhana, yang hanya terdapat ruang tamu, dua kamar tidur, dapur, juga kamar mandi. Tetapi tidak ditemukannya sosok perempuan yang telah melahirkannya.
"Ibu.... Ibu!" tangis anak lelaki berwajah tampan itu, sambil terus mencari ibunya. Namun, hanya ruangan kosong yang ditemui.
Untuk ukuran anak kecil yang masih balita, Ken termasuk pemberani. Pagi masih buta, tetapi kaki kecil Ken justru melangkah keluar, untuk mencari keberaadaan ibunya. Bu Hendi, tetangga sebelah rumah keluarga Pak Cavero Suwardana--papa Ken—melihat anak tetangga itu tampak kebingungan, lalu menghampiri bocah lelaki yang sering meramaikan rumahnya.
"Ken, ada apa, Nak? Lagi nyari siapa?" tanya Bu Hendi sambil mengelus lembut kepala Ken.
"Nyari ibu, Bulik," jawab Ken, dengan tetap memperhatikan sekelilingnya, kalau-kalau ibunya muncul.
"Memang ibu kemana, Sayang? di rumah nggak ada?" Kembali perempuan yang baru setahun menikah itu meminta penjelasan pada Ken.
"Ken nggak tahu, tapi pas bangun tidur, ibu sudah nggak ada." Raut kecemasan tercetak jelas pada wajah bocah yang sudah ingin sekolah itu.
"Ya sudah, Ken ikut ke rumah Bulik dulu sampai ibu datang. Mungkin ibu lagi ke pasar, kita tunggu ibu, ya." ajak Bu Hendi pada Ken. Setelah menutup pintu rumah Ken, Bu Hendi membawa anak lelaki yang mengidolakan superman itu ke dalam rumahnya.
Sampai di rumah bercat kuning gading, Pak Hendi menyongsong kedatangan istrinya, dengan tatapan heran. Pagi buta begini sudah bersama Ken? Rasa penasaran lelaki jebolan Fakultas Tekhnik ITB bergejolak. Bu Hendi meminta suaminya untuk mengajak Ken salat subuh dulu. Sedang dirinya yang sedang halangan, menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga. Begitu dua lelaki beda generasi itu selesai salat, Dinda—istri Hendi—juga telah menata tiga piring nasi goreng di atas meja makan. Khusus untuk Ken, nasi goreng tanpa cabai dengan sosis berbentuk kembang.
Selesai sarapan, Ken izin mau pulang untuk mandi. Tetapi Hendi memintanya untuk mandi di rumahnya saja. Masih ada beberapa baju Ken tersimpan di almari kamarnya. Sambil menunggu Ken selesai mandi, Dinda menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada bocah lelaki yang lebih sering bersama mereka dari pada ibunya, saat Wardana harus tugas keluar kota.
Bagi keluarga Hendi, terutama Dinda, tidak jadi masalah kalau Murwani--ibu Ken--sering menitipkan Ken pada dirinya. Dinda justru merasa senang, karena ada teman saat Hendi harus berangkat kerja. Entah punya kesibukan apa Murwani di luar rumah, karena selama mereka bertetangga, setahunya Murwani hanya ibu rumah tangga.
/0/5489/coverorgin.jpg?v=20250121171100&imageMogr2/format/webp)
/0/14871/coverorgin.jpg?v=a7bd2e24011096962a5a909e5a68d5fc&imageMogr2/format/webp)
/0/19300/coverorgin.jpg?v=5b64df787a9f35410ad77322b8fc82cb&imageMogr2/format/webp)
/0/6454/coverorgin.jpg?v=f214c22b5ea6341bf14b594f0482615b&imageMogr2/format/webp)
/0/17906/coverorgin.jpg?v=f85d1f9f960abba4700b41ac71c64601&imageMogr2/format/webp)
/0/12243/coverorgin.jpg?v=faf79a956ba42c47b23c877c308739e7&imageMogr2/format/webp)
/0/6719/coverorgin.jpg?v=3caeb75bf0af84483c12ab799053d178&imageMogr2/format/webp)
/0/17255/coverorgin.jpg?v=a680771c51fe44c046f03e4d568b3cd2&imageMogr2/format/webp)
/0/6753/coverorgin.jpg?v=d36ae1d18fac4279e264095930825955&imageMogr2/format/webp)
/0/22771/coverorgin.jpg?v=85cbea1e723b0264d49f9f31ef77b9ec&imageMogr2/format/webp)
/0/14523/coverorgin.jpg?v=129a31041e33c9d78477eab5582de025&imageMogr2/format/webp)
/0/17353/coverorgin.jpg?v=31a343bf3182b63d1bda1c4e4f708406&imageMogr2/format/webp)
/0/18263/coverorgin.jpg?v=720de119bd06960062dad4d071c92481&imageMogr2/format/webp)