Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Langkah kaki tanpa suara diambil oleh Dyandra malam ini. Ia memutuskan untuk mencari kebenaran dari kecurigaannya selama satu minggu terakhir. Sudah terlalu sering suaminya menghilang dari ranjang mereka antara jam satu sampai dua malam ketika ia sedang tertidur lelap.
Kuatkan dirimu, Dyandra! Semua harus jelas malam ini!
Ia berusaha menguatkan batinnya. Apa pun yang terjadi akan dihadapi dengan sekuat tenaga. Namun, detak jantungnya saat ini semakin kencang seakan hendak melompat jauh pergi dari badannya.
Langkah demi langkah dijalani oleh Dyandra menuruni tangga beroles pualam, di rumah megah nan mewah milik keluarga besar Arka Hasbyan, sang suami. Kemudian ia berlanjut, berjingkat menuju kamar tamu di sisi selatan bangunan yang saking besarnya, bisa disamakan dengan sebuah istana ini.
Lampu hias teramat besar tergantung di langit-langit rumah dengan cantik meski dalam keadaan padam. Lukisan di atap yang mirip dengan museum-museum seni di Eropa terlihat sangat indah apabila lampu tersebut menyala.
Dengan berjalan sepelan mungkin tanpa suara, ia semakin mendekati kamar tamu. Napas Dyandra terhenti sekian detik saat telinganya mendengar apa yang ia sebut kebenaran.
“Aaaah, Mas Arka, enak sekali, Mas! I Love You!” desah seorang perempuan. Meracau, memanggil nama suami tercintanya.
“Almost there, Cersey! Almost there!” Suara Arka terdengar sangat menikmati kegiatan yang sedang ia lakukan.
Erangan silih berganti terdengar dari balik pintu kamar perempuan bernama Cersey Avriana. Dia adalah seseorang yang kini telah hadir dalam rumah tangga Dyandra.
“Yeeesssss, Cersey!” pekik Arka dilanjutkan dengan erangan panjang.
Dyandra hafal kebiasan suaminya, yang juga sering mengucapkan hal sama persis kepada dirinya, saat mereka sedang bercinta.
Nafas Dyandra tersengal-sengal. Ia dalam kondisi shock. Matanya terbelalak. Kedua tangan menutup mulutnya sendiri agar tidak mengeluarkan suara-suara yang bisa terdengar oleh dua love bird di dalam kamar.
Kini kakinya mulai terasa lemas dan berat untuk melangkah. Bahkan, tulang-tulang seolah tidak mampu lagi menopang berat badannya. Sementara itu, ia harus segera kembali ke kamar tidur lalu berpura-pura seakan ini semua tidak terjadi. Terlalu lama berada di luar kamar akan semakin meningkatkan resiko Arka mengetahui keberadaannya malam ini.
Dengan segenap tenaga dan kekuatan yang masih tersisa, Dyandra berusaha menyeret badan, dan juga hatinya untuk segera beranjak dari situ. Satu langkah demi satu langkah sampai ia bertemu dengan tangga megah itu lagi.
***
Begitu tangannya membuka pintu kamar tidur ia langsung menuju pemberhentian utama yaitu kamar mandi. Ia merasa air mata akan segera tumpah saat itu juga. Dyandra mengunci diri dan duduk di dalam bak mandi yang biasa ia gunakan sebagai jacuzzi.
Bak mandi itu kering tidak ada airnya sama sekali. Ia hanya duduk di situ, tanpa bisa berpikir apa-apa. Hatinya hancur lebur dimana serpihan asa itu telah menjadi sangat kecil sehingga bisa terbawa oleh angin yang bertiup sendu. Namun, hal aneh terjadim Air mata sama sekali tidak ada yang menetes dari pelupuk matanya.
Hanya saja, tangan Dyandra terus bergetar dengan hebat. Paha mulus miliknya kemudian ia rapatkan di dada. Kepalanya lalu ditundukkan perlahan sampai menyentuh lutut. Tangan yang bergetar tadi, dilingkarkan di depan kakinya. Dyandra terus berada dalam posisi ini sampai hampir tiga puluh menit ke depan. Setiap tangannya akan bergetar lebih hebat dari sebelumnya, ia segera menekankan lingkar tangan di lutut kemudian memaju mundurkan tubuhnya agar bisa mendapat ketenangan kembali.
“Dyandra? Kamu di dalam?” Suara Arka tiba-tiba memanggil. Dia sudah kembali memasuki kamar tidur.
“Dyandra?” panggil Arka mengulangi, karena tidak ada jawaban dari istrinya.
Arka mengetuk pintu kamar mandi tetapi tetap Dyandra enggan menjawabnya. Akhirnya sang suami berusaha membuka paksa pintu kamar mandi. Suara gemeretak pegangan pintu berkali-kali dibuka terdengar berbarengan dengan tubuh Arka menghantam pintu kamar mandi.
“Dyandra? Kamu sedang apa di dalam?” teriaknya mulai panik.
'Dyandra! Kuatkan dirimu! Ayo jawab suamimu itu!' pekiknya dalam hati.
“A-a-aku sa-sakit perut, Mas!” seru Dyandra berhasil bersuara.
“Kamu baik-baik saja? Mau ke dokter? Aku bangunkan Pak Gito, ya?” Suaminya masih sangat perhatian, meski ia baru saja meniduri wanita lain di bawah sana.
“Tidak, Mas! Aku baik kok!” tolak Dyandra.
Ia memejamkan mata dan berasa menelan pil pahit berkali-kali di tenggorokannya. Kalimat-kalimat kekuatan ia gaungkan di batinnya
Akhirnya Arka berhenti bertanya. Terdengar langkah kakinya menjauh dari pintu kamar mandi. Sesaat kemudian terdengar ia sedang menaiki ranjang.
Dyandra masih merasakan tangannya bergetar, namun sudah tidak sehebat sebelumnya. Perlahan tapi pasti, ia berhasil menguasai diri dan kembali tenang.
Sekitar sepuluh menit kemudian, wanita berusia tiga puluh tahun itu keluar kamar mandi. Dipandangnya Arkq –sang suami– yang sangat ia cintai.
“Kamu dari mana barusan, Mas Arka?” tanya Dyandra berusaha menahan suaranya agar tetap tenang.
“Aku lapar, jadi aku makan di dapur,” sahut Arka memandangi wajah Dyandra tenang tanpa ada kegelisahan sedikit pun.
“Wajahmu pucat sekali. Benar kamu tidak apa-apa? Apa kita ke dokter saja malam ini?” Tangan hangat Arka menyentuh pipi istrinya yang sedingin embun malam.
Reflek karena merasa jijik dengan tangan itu membuat Dyandra melengos. Wajahnya spontan menghindari sentuhan jemari Arka. Batinnya menangis karena mengetahui tangan itu baru saja menyentuh bagian sensitif wanita lain secara sadar dan atas kemauannya sendiri.