Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Gairah Sang Majikan
Aku Mundur, Mas!
#1
...
Click
Bunyi pemberitahuan dari mobile banking yang ada dilayar gawaiku, yang mana tertulis sejumlah nominal yaitu 5.500.000, dari uang tabungan yang selama ini aku dan suamiku kumpulkan.
Tercengang.
Bagaimana mungkin, uang yang bertahun-tahun kami kumpulkan dan jika aku ingat-ingat jumlah terakhir ketika aku mencetaknya di buku ATM milikku adalah 60.500.000.
“Ada yang tidak beres sepertinya, pasti ada hubungannya dengan keluarga mas Guntur!” gumamku.
Tangan ini masih bergetar memegangi kartu ATM, degupan kencang sangat terasa hingga menimbulkan guncangan naik turun pundak ini, sampai-sampai putri kecil yang masih tertidur dalam gendonganku ini terbangun, karena kerasnya suara deruan napas yang memburu.
Segera aku lajukan motor yang kukendarai dengan kecepatan lebih dari biasanya, tujuanku tidak lain adalah agar bisa segera sampai di rumah.
Untung saja segera aku mengetahuinya sebelum terlambat.
Akhirnya aku sampai di halaman rumah kontrakan yang selama beberapa bulan ini kami tempati.
Aku masuk ke dalam rumah, selepas mengembalikan motor yang baru aku pinjam pada tetangga sebelah rumah.
Setelah selesai aku memandikan Zaskia, putri kecilku, aku pun gegas untuk bersih-bersih usai merapikan rumah ini.
Kini saatnya aku menunggu kepulangan dari mas Guntur, laki-laki yang meminangku lima tahun yang lalu, aku Syahfitri 26 tahun. Seorang ibu rumah tangga yang terkadang ikut andil membantu suami mengumpulkan pundi-pundi rupiah demi merajut masa depan yang lebih baik lagi.
Sengaja aku mencari kesibukan dengan berbekal hobi memasakku yang diwariskan oleh ibuku sendiri.
Awalnya iseng dengan mengunggah hasil foto masakan yang baru selesai aku buat dan tetangga sekitar tempat tinggalku sebagai penguji rasa dari hasil olahan tanganku tersebut.
Akhirnya aku pun mulai memberanikan diri untuk menawarkan jasa melayani pesanan nasi kotak melalui akun biru dan hijau yang aku punya.
Dari mulut ke mulut juga dari sosial media yang aku punya. Akhirnya rasa dari masakanku itu cocok dengan lidah para konsumenku.
Karena sebagian besar dari konsumen yang memesan akan menanyakan DP untuk pesanan mereka. Karena dunia sudah canggih, mereka pun bisa lebih mudah melakukan pembebasan via transfer tanpa susah-susah keluar rumah. Oleh karena itulah aku berinisiatif untuk membuka rekening sendiri.
*
Sembari menunggu kedatangan ayah dari putriku tersebut, aku bersiap membuatkannya segelas kopi panas yang menjadi minuman favoritnya.
Tak berselang lama yang ditunggu pun sudah tiba, suara deru motor yang kukenali milik dari mas Guntur itu terdengar dari dalam rumah kami.
Seperti biasanya, aku akan menyambutnya dengan senyum manis, seperti tidak terjadi apa-apa, karena aku yakin, ia sengaja menyembunyikan hal tersebut dari istrinya.
“Assalamualaikum.” Terdengar suara suamiku mengucapkan salam dari balik pintu.
“Waalaikumsalam, sudah pulang mas?” Aku menjawab salamnya.
Kusambut uluran tangannya dan menciumnya dengan takzim.
“Mas, diminum kopinya mumpung masih panas.” Kuserahkan secangkir kopi yang telah kubuat beberapa saat sebelum kedatangannya.
“Kamu masak apa hari ini, Dek?”
“Aku gak masak, mas, itu di meja dapur masih ada sisa ayam bakar, sayur urap sama lalapan pesanan ibu-ibu PKK tadi pagi,” Aku menyiapkan makanan untuk suamiku itu,“ Ini makan dulu, baru aku angetin juga.”
Mendengar jawaban dariku, segera suamiku itu beranjak dari tempat duduknya. Segera ia berjalan ke arahku yang berada di dapur rumah ini.