Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Rahasia Istri yang Terlantar
Gairah Liar Pembantu Lugu
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
"Selamat atas kelulusanmu, Sayang," ujar Kalea kepada kekasihnya, sembari memberikan sebatang coklat.
Kekasihnya baru saja diwisuda sebagai sarjana hukum, tentu saja Kalea sangat bangga. Dia juga senang, karena kekasihnya itu sudah berjanji kepadanya untuk menikahinya setelah lulus kuliah.
"Makasih ya," jawab Aiden sembari menerima coklat tersebut.
"Maaf karena tadi aku tidak bisa datang ke acara wisudamu. Kamu tahu sendiri kan kalau aku susah sekali mendapatkan hari libur, untungnya hari ini aku sift pagi, jadi malamnya bisa bertemu denganmu," ujar Kalea, mengingat pekerjaannya yang sangat banyak di toko.
"Tidak masalah." Hanya itu balasan dari Aiden.
Kalea merasa akhir-akhir ini memang sifat Aiden cenderung berubah. Pria itu lebih dingin dan cuek kepadanya. Apakah Aiden bosan? Mengingat mereka sudah menjalin hubungan selama 7 tahun. Sejak mereka masih kelas 1 SMA dulu.
"Oh iya berarti sekarang tinggal melaksanakan rencana baik kita, kan?" tanya Kalea dengan mata berbinar-binar.
"Rencana baik apa?" Aiden mengerutkan sebelah alisnya.
"Itu lo soal pernikahan kita, kamu kan bilang waktu itu, setelah lulus kuliah kamu akan menikahiku." Kalea menagih janji kekasihnya.
Aiden justru hanya bungkam, tidak membalas apapun perkataan Kalea.
"Aiden," panggil Kalea lembut, suaranya terdengar mendayu.
"Kalea, kamu tahu sendiri kan kalau aku baru tadi wisuda. Setelahnya aku akan mengikuti pendidikan advokat, karena cinta-citaku adalah seorang pengacara. Masa depanku masih panjang, Kalea," balas Aiden, seolah memberikan pengertian kepada kekasihnya.
Kalea terdiam, merenungkan perkataan Aiden barusan. Seolah Aiden ingin menunda rencana pernikahan mereka.
"Baiklah, kalau begitu aku siap menunggumu untuk meraih cita-citamu lebih dulu. Aku akan selalu mendukung semua keputusanmu, dan terus berada di sampingmu." Senyum manis Kalea tunjukkan, dia sangat menyayangi Aiden.
Tapi Aiden justru terlihat gelisah dengan jawaban Kalea barusan. Pria itu terlihat tidak nyaman, namun Kalea langsung menepis semua pemikiran buruknya itu.
"Kalea, kamu tahu kan perbedaan status finansial kita. Orang tuaku punya bisnis restoran dan aku pun sebentar lagi akan menjadi seorang pengacara. Sedangkan kamu, hanya gadis penjaga toko baju kecil. Orang tuamu juga hanya bekerja serabutan, kan," ujar Aiden, sembari menatap lekat kekasihnya.
Mendengar itu, mata Kalea membulat sempurna, ada rasa sakit di lubuk hatinya. Tangannya mengepal kuat di bawah meja. Mereka memang tengah makan malam di salah satu restoran milik keluarga Aiden.
"Maksud perkataanmu apa, Aiden?!" Suara Kalea terdengar meninggi.
"Ya maksudku, seharusnya kamu sadar diri. Kita itu tidak sepadan, mana mungkin aku mau menikah denganmu. Apa kata orang-orang nanti, bisa-bisa mereka mikir kamu menikah denganku karena mengincar hartaku," seru Aiden dengan santainya, pria itu bahkan menyempatkan diri untuk menyesap kopinya.
Mata Kalea memanas, buliran bening tumpah begitu saja dari pelupuk matanya. Pria yang dia cintai selama 7 tahun itu dengan teganya bicara menyakitkan kepadanya.
"Iya aku tahu kalau keluargaku memang tidak sekaya keluargamu. Aku pun juga tidak pernah memiliki niat untuk memeras hartamu sepeserpun, Aiden! Aku hanya menagih janjimu untuk menikahiku, hanya itu saja!" Kalea menangis sesenggukan.
Sesungguhnya kini hatinya teramat pedih, layaknya sebilah belati yang menggores perlahan-lahan hatinya. Dia sangat menyayangi Aiden sepenuh hati.
"Ya kan pemikiran setiap orang bisa berubah seiring berjalannya waktu, Kalea. Kamu harus mengerti akan hal itu." Suara Aiden ikut meninggi.
Untungnya restoran malam ini tidak terlalu ramai, sehingga mereka tidak menjadi pusat perhatian semua orang.
"Apa yang harus aku mengerti, Aiden? Soal kamu yang berubah pikiran secara tiba-tiba begitu? Kenapa kamu jadi seperti ini? Sudah tidak adakah cintamu untukku?" tanya Kalea dengan suara serak, buliran bening itu masih saja menetes sampai saat ini.
"Bukannya aku tidak mencintaimu, Kalea. Ini semua aku lakukan juga demi kebaikanmu. Aku hanya tidak ingin setelah pernikahan kita, orang-orang menganggapmu jelek." Aiden berusaha menjelaskan.
"Kebaikan apa, Aiden?! Apakah kamu lupa kita telah bersama selama 7 tahun? Semua kenangan kita, semua mimpi-mimpi indah kita. Apakah kamu sudah melupakan semua itu?" Kalea rasanya sudah tidak sanggup untuk berbicara kembali.
Aiden menghembuskan nafas kasar, dia mengacak rambutnya frustasi. Menatap serius ke arah Kalea yang tengah menangis tersendu-sendu.
"Aku tidak pernah melupakan semua itu, Kalea. Percayalah kepadaku, jika semua ini aku lakukan untuk kebaikan kita bersama." Aiden berusaha meraih tangan Kalea, namun wanita itu menolaknya.
Kalea tidak kuasa menatap wajah Aiden kini, tangisannya seolah tak mau berhenti. Berharap semua ini hanya sekedar mimpi belaka, namun nyatanya semua adalah kenyataan pasti. Aiden telah menolaknya secara terang-terangan.
"Demi kebaikan kita bersama, atau kebaikanmu semata, Aiden? Aku tidak menyangka kamu akan bersikap seperti ini. Rasanya aku menyesal telah bersedia menunggumu sampai lulus kuliah, jika akhirnya kekecewaan yang aku dapatkan," gumam Kalea sesenggukan.