/0/24997/coverbig.jpg?v=20250907153212&imageMogr2/format/webp)
Pernikahan yang sudah berjalan hampir sepuluh tahun lamanya kini harus kandas adanya orang ke-tiga. Di mana suamiku diam-diam telah menikah lagi dengan wanita yang usianya jauh lebih muda dariku. Tanpa memberitahuku, suamiku menduakan aku. Setelah rahasia ini terungkap dan berjalan di depan mataku, aku memilih mundur karena tak tahan melihat kemesraan suami dan maduku. "Maaf mas, aku tidak bisa," "Biarkan aku pergi!" Ucap Khanza Almira berpamitan. *** Setelah adanya perceraian dari keduanya, apakah masih bisa bersatu kembali? Atau justru benar-benar berakhir? Ikutin terus yuk cerita Bram Radita dan Khanza Almira,,, hanya di Mundur Setelah Dipoligami. ~happy reading~
"Mas, kita perlu bicara!"pintanya kepada sang suami.
Tak langsung berkata, Bram justru melihat ke sisi kirinya ada Luna yang sedang bergelayut manja di lengannya. Kemudian,... "Luna, saya bicara dulu sama, Khanza."ujarnya.
"Tapi, mas,- ?"
"Sebentar saja. Setelah ini nanti selesai, saya janji akan balik lagi ke kamu."ujarnya memotong ucapan Luna.
"Jangan marah," sambungnya mengulas senyum terpaksa sambil mengelus pipi kanan Luna.
Hal itu, sontak saja membuat Khanza memalingkan muka dari keduanya. Hatinya hancur seperti diremas dan dihujani batu kerikil tajam di dalam sana.
Dia benar-benar kecewa dan tak menyangka jika suami yang dicintai dan yang sudah diberinya kepercayaan penuh mampu menduakan cintanya.
Melepaskan tangannya dari lengan Bram, Luna mau tak mau harus mengikhlaskan Bram bersama istri pertamanya dulu untuk sementara waktu.
"Ke kamar sendiri, ya. Nanti saya nyusul."titah Bram pada Luna.
"Baik mas," jawabnya mengangguk sambil sedikit memaksakan diri untuk tersenyum.
Melihat Luna sudah masuk ke dalam kamar, kini gilirannya memberi waktu untuk Khanza bicara empat mata.
Tak berkata apa-apa, Khanza langsung berlalu pergi begitu saja dari hadapan Bram dan masuk ke dalam kamar pribadi mereka.
Mengunci rapat-rapat pintunya, agar pembicaraan mereka tidak didengar oleh siapapun. Terutama Luna.
*
"Mas, sekarang ceritakan padaku! Kenapa kamu bisa menduakan aku dengan perempuan lain?" Tanya Khanza marah.
"Sementara selama ini, kamu tidak pernah mengatakan hal apapun padaku!"
"Termasuk tentang wanita." Sambungnya.
"Sedikitpun, kamu tidak pernah berbicara tentang wanita manapun di depanku. Tapi sekarang,...?"
"Sekarang kamu tiba-tiba saja datang bersama perempuan lain dan sekaligus, mengakuinya sebagai istri."
"Apa maksudmu, mas?! Hah?!"
"Di mana hati nurani kamu saat mengatakannya dengan lancar di depanku dan wanita itu?!"
"Apa sedikitpun, kamu tidak memikirkan perasaanku, mas?"
"Tega kamu, mas. Jahat sekali sama aku."
"Bahkan selama ini, seingat aku, kamu juga tidak pernah sekalipun meminta izin dariku untuk menikah lagi. Tapi kenapa,...?"
"Kenapa sekarang gak ada angin gak ada hujan kamu datang membawa kabar mengejutkan untukku?"
"Apa salahku, mas? Apa?!" Teriak Khanza bertanya.
"Aku benar-benar gak nyangka mas, kamu bisa sejahat ini sama aku! Kamu benar-benar keterlaluan, mas." Ucap Khanza dengan linangan air mata.
Diam sejenak, dia berkata lagi,.....
"Selama ini ... Aku tidak pernah berpikir jika kamu akan mendua, mas."
"Tapi nyatanya, sesuatu yang tidak pernah aku pikirkan dan aku bayangkan itu, justru terjadi padaku sekarang."
"Mengakui perempuan lain menjadi istri di hadapanku, sementara kamu tahu sendiri mas ... Jika aku lah istri sah kamu di mata agama dan hukum. Lantas kenapa...?"
"Kenapa bisa kamu menyakiti perasaanku seperti ini, mas? Kenapa?! Apa salahku?" Tanya Khanza hampir tak terdengar.
"Apa kurangnya aku selama ini di hadapan kamu, mas?"
"Apa?! Hingga kamu mampu menduakan aku dan mengkhianati pernikahan kita?" Tanya Khanza pelan dalam tangisnya.
Khanza tidak bisa menerima kenyataan ini. Dia sampai mendudukkan dirinya di atas tempat tidur sangking syok dan terkejutnya dengan kelakuan dan pengakuan sang suami kali ini.
Hatinya hancur, kecewa setelah mengetahui Bram berani mengkhianati dan berpaling darinya pada perempuan lain.
"Khanza sayang, tenang ya. Dengar penjelasan mas Bram dulu!" Ucapnya lembut melihatnya.
"Penjelasan apa lagi, mas? Sementara kenyataannya sudah jelas, jika kamu seorang pengkhianat."
"Jujur, aku benar-benar kecewa sama kamu mas. Aku benci perbuatan kamu kali ini!" Marahnya menjawab ucapan Bram.
"Aku gak nyangka, kamu bisa setega ini sama aku," sambungnya tersenyum miring melihat Bram. Senyum penuh kekecewaan yang mendalam.
"Khanza?"
"Jahat kamu, mas."
"Khanza, please sayang? Denger penjelasan mas Bram dulu!" Mohonnya.
"Sekarang tenang, ya. Mas akan cerita semuanya sama kamu." Ujarnya.
Mendengar penuturan Bram, Khanza langsung melihat Bram yang sekarang tengah berjongkok di depannya.
"Baik. Sekarang jelaskan pada Khanza apa yang sebenarnya terjadi!" Perintahnya menghentikan tangisnya.
"Sebelumnya mas minta maaf karena sudah mengkhianati kepercayaan kamu, sayang," ucapnya sambil menggenggam tangan Khanza"
"Dan jujur, mas juga tidak bermaksud menyakiti perasaan kamu. Semua ada alasannya, sayang." Lanjutnya.
"Tapi ini sangat menyakitkan, mas." Bantah Khanza.
"Mas paham, sayang. Mas sudah sangat menyakiti hati kamu sekarang. Tapi jujur, mas tidak bermaksud melakukan itu semua."
"Semua terjadi begitu cepat pada saat itu." pelan-pelan, Bram mulai mengungkapkan.
"Makanya mas, pikirkan dulu sebelum melakukan sesuatu!" Omel Khanza.
"Benar, sayang. Mas salah dan mas khilaf." Jawabnya mengalah.
"Mas minta maaf, ya."ucapnya.
"Berapa usia kehamilan wanita itu?"tanya Khanza ketus tanpa mau menyebut nama Luna.
"Empat bulan, sayang. Dan kami sudah menikah lima bulan lalu." Ungkap Bram menjawabnya.
"Astaghfirullah." Khanza menutup mulutnya rapat-rapat karena terkejut.
Matanya kembali berkaca-kaca dengan tubuh sedikit bergetar. Lima bulan pernikahan, itu sangat lama bagi Khanza. Tapi kenapa, dia bisa kecolongan sejauh ini. Pikirnya.
Menghitung perjalanan pernikahan sang suami dengan madunya selama lima bulan penuh, membuat Khanza tak sanggup membayangkan hubungan badan antara suami tercinta dengan perempuan lain.
Sungguh menyakitkan, menyayat hatinya.
Walaupun Khanza tahu, wanita itu juga istri Bram suaminya sendiri. Tetap saja, dadanya sesak dan hatinya sakit mendengar sekaligus membayangkan semua itu terjadi.
Dia benar-benar tak terima dengan semua ini.
HIKS!!
Khanza menangis terisak. Dunianya hancur setelah mendengar pengakuan Bram barusan. Jujur, dia belum siap dipoligami. Atau lebih tepatnya, memang tidak ingin di madu.
Tapi sekarang, keadaan mengharuskannya menerima istri muda suaminya, Luna. Yang mana sekarang, sedang mengandung benih suaminya sendiri.
"Kenapa kamu tega melakukan ini sama aku, mas?"lirihnya bertanya.
"Apa salahku?"
"Bahkan jika benar dia istrimu, kenapa kamu harus membawanya kemari dan memperkenalkannya padaku?"
"Padahal kamu bisa memberitahuku terlebih dahulu sebelum membawanya kemari?Bukan malah mengejutkanku dengan pernikahan ini?"tanyanya beruntun.
"Apalagi sekarang, dengan sengaja kalian berniat tinggal bersamaku? Gimana hancurnya perasaanku, mas?"
"Apa tidak ada sedikit belas kasih untukku di hatimu, mas?"tanya Khanza tiada henti dalam tangisnya.
"Kenapa tidak sedikitpun kamu menghargai perasaanku, mas?"
"Kenapa?"tanyanya masih dalam tangis tersedu-sedu.
"Maaf Khanza, mas tidak sempat mengatakannya pada kamu. Karena sebelumnya, mas tidak ada niatan sedikitpun membawanya kemari."ucap Bram.
"Tapi buktinya apa sekarang, mas? Kamu membawanya kemari memperkenalkannya padaku?"balas Khanza.
Menghela nafas lalu mengangguk, Bram berkata, "Mas membawanya kemari karena permintaan Luna, sayang."
"Dia mengandung anakku dan dia kesepian di rumah. Ke sini dan tinggal bersama, agar dia punya teman."sambung Bram mengungkapkan.
"Dengan menuruti permintaan Luna, tanpa sadar kamu telah menyakiti perasaanku, mas."sahut Khanza.
"Maafkan mas, Khanza?"mohonnya.
"Selama kehamilannya, dia sering mual kadang muntah. Dan mas pikir dengan membawanya kemari, dia punya teman untuk di ajaknya bicara."
"Lebih-lebih bisa membantu merawatnya selama masa kehamilannya ini. Dan itu, kamu."sambung Bram panjang.
"Astaghfirullah."sebut Khanza tak habis pikir.
"Dimana perasaan kamu, mas? Bisa-bisanya kamu menyuruhku merawat istri dan calon anak kalian?"
"Apa gak keterlaluan perbuatan kalian ini, mas? Hah!?"
"Apa kalian tidak punya hati nurani?"sambungnya marah.
Hatinya hancur penuh luka, kekecewaan, amarah, kesal karena sudah dikhianati. Dan sekarang, masih ditambahi dengan pernyataan dan pengakuan suaminya yang sangat menyakitkan.
Sungguh, Khanza tak habis pikir dengan jalan pikiran Bram kali ini.
Bahkan sekarang, dia tak tahu lagi harus bagaimana? Pernikahan impian yang selama ini dijalaninya selalu harmonis kini hancur dengan datangnya orang ketiga di dalamnya.
"Sekali lagi maafkan mas, Khanza. Mas harap kamu bisa menerima dia sebagai madumu."ucapnya menegaskan.
"Baik, aku akan mencoba menerimanya. Tapi tidak dengan merawat istri keduamu apalagi merawat anak kalian."
"Aku tidak sudi!"sambung Khanza menegaskan.
"Khanza? Please, sayang? Jangan seperti ini?"pinta Bram.
"Tidak. Keputusan Khanza sudah bulat!"
"Cukup khanza mengizinkan kalian tinggal bersamaku! Tapi tidak dengan merawatnya!"tegaskan Khanza.
"Jika mas Bram tidak setuju, mas Bram bisa membawanya pergi dari rumah ini!"sambung Khanza mengusulkan.
"Dia yatim piatu tak memiliki keluarga, Khanza. Hanya mas yang jadi tumpuannya sekarang."
"Khanza tidak peduli! Jika mas kasihan karena dia tak memiliki orang tua, aku pun sama. Yatim piatu sama sepertinya."jawab Khanza.
"Khanza, mas tidak meminta lebih. Cukup kamu baik-baik saja sama, dia!"
"Tidak bisa!"
"Luka yang kalian torehkan terlalu dalam, tidak bisa dalam kurun waktu sebentar untuk memaafkannya."
"Oh ya satu lagi! Alasan apa yang membuat mas Bram menikahinya?"sambung Khanza bertanya serius.
"Waktu itu spontan saja mas melakukannya, sayang."jawab Bram dengan tarikan napasnya yang berat.
"Spontan? Apa maksudnya, mas? Apa semua itu karena jebakan?"tanya Khanza menelisik wajah Bram.
"Bukan!"
"Lalu?"
"Saat itu, Luna tidak memiliki uang untuk pengobatan ibunya yang sakit keras."
"Setelah ketemu mas, dia menawarkan diri menjadi selingkuhan asal mas mau membiayai ibunya yang sakit."
"Karena zina dilarang, mas tawarkan pernikahan. Dan dia mau."sambung Bram.
"Mas juga mengatakan jika dia nanti akan jadi istri kedua."lanjut Bram.
"Jika mas tahu di rumah ada seorang istri, kenapa harus mas tawarkan pernikahan? Apa mas lupa?"tanya Khanza menyelanya.
"Maaf Khanza, mas memang memikirkan hal itu. Tapi yang lebih utamanya bukanlah itu."jawabnya.
"Bukan itu? Apa maksudnya, mas?"
"Mas hanya berpikir, siapa tahu dengan menikahinya, mas akan memiliki seorang anak."jawabnya menunduk.
Kata-kata yang tak seharusnya ia ucapkan di hadapan Khanza istri kesayangannya kini harus terucap juga. Selamanya, Bram tidak akan berpaling darinya. Dia akan tetap setia dan mencintai Khanza sampai kapanpun.
Biarlah kali ini dirinya terlihat salah dan jahat di mata Khanza. Walaupun, semua itu harus bertentangan sama hatinya. Bram tidak peduli. Semua demi kelancaran rencananya untuk masa depannya.
"Jadi, semua ini karena A-NAK?"tanya Khanza terkejut.
"Ya. Sekali lagi maafkan mas Bram, Khanza!"balas Bram.
Khanza menutup mulutnya sambil menggelengkan pelan kepalanya melihat Bram. Dan, "Maaf, mas. Aku belum bisa memaafkan."
***
Bersambung,.....
Bab 1 MSD
20/06/2025
Bab 2 MSD
20/06/2025
Bab 3 MSD
20/06/2025
Bab 4 MSD
20/06/2025
Bab 5 MSD
20/06/2025
Bab 6 MSD
23/06/2025
Bab 7 MSD
23/06/2025
Bab 8 MSD
23/06/2025
Bab 9 MSD
23/06/2025
Bab 10 MSD
23/06/2025
Bab 11 MSD
23/06/2025
Bab 12 MSD
23/06/2025
Bab 13 MSD
24/06/2025
Bab 14 MSD
24/06/2025
Bab 15 MSD
24/06/2025
Bab 16 MSD
11/08/2025
Bab 17 MSD
12/08/2025
Bab 18 MSD
13/08/2025
Bab 19 MSD
14/08/2025
Bab 20 MSD
15/08/2025
Bab 21 MSD
16/08/2025
Bab 22 MSD
17/08/2025
Bab 23 MSD
18/08/2025
Bab 24 MSD
20/08/2025
Bab 25 MSD
21/08/2025
Bab 26 MSD
23/08/2025
Bab 27 MSD
26/08/2025
Bab 28 MSD
28/08/2025
Bab 29 MSD
29/08/2025
Bab 30 MSD
30/08/2025
Bab 31 MSD
31/08/2025
Bab 32 MSD
04/09/2025
Bab 33 MSD
07/09/2025