Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Cinta Karena Kesalahan

Cinta Karena Kesalahan

Anandhashan

5.0
Komentar
Penayangan
5
Bab

Kiv adalah seorang perundung di sekolahnya yang terkenal memiliki sikap dingin, kejam, pandai berkelahi dan ia juga menjadi anggota gang motor terkenal. Berbanding terbalik dengan Keira, gadis mungil yang dikenal banyak siswa-siswi sebagai dewi penolong dengan keberaniannya membantu para korban perundungan di sekolah. Tentu saja Kiv tidak menyukai aksi Keira, namun ia harus menahan diri karena gadis itu adalah kakak kandungnya. Ya, mereka adalah sepasang kakak beradik yang saling membenci. Kebencian diantara keduanya semakin menjadi-jadi ketika Ayah mereka sibuk membanding-bandingkan mereka dari berbagai sudut pandang. Tetapi lambat laun, perasaan benci mereka luntur dan berubah menjadi perasaan yang lebih menuntut, yaitu mencinta. Apakah yang terjadi diantara kedua kakak adik tersebut?

Bab 1 Si perundung dan gadis penolong

BRAAKKKKK!!

Suara benturan yang terdengar cukup keras menggema di setiap sudut ruangan, akibat punggung salah satu siswa dari SMA Halstead mendarat di atas dinginnya lantai lapangan sekolah. Siswa yang keadaannya sudah berantakkan tersebut sedang meringkuk kesakitan di tengah lapangan basket. Tubuhnya habis melayang sebelum akhirnya mendarat dengan mulus di lantai. Tak berselang lama, siswa itu menyadari akan sesuatu yang hilang setelah tangannya secara tidak sengaja menyentuh pelipis. Ia segera meraba lantai dengan memicingkan mata guna mencari-cari sesuatu disana seraya berkata.

"Ka-kacamataku.." Dengan suara parau, ia berharap kalau benda mati tersebut dapat menghampirinya dengan segera.

Adalah Juno, siswa berpenampilan culun yang pendiam dan tak pandai bergaul dari kelas IPA tahun ajaran ketiga. Saking tak pandainya memulai obrolan, Juno hampir tidak memiliki teman di sekolah. Semua murid lebih mengenal Juno sebagai siswa kutu buku yang menjadi target perundungan murid-murid berandalan di SMA Halstead. Termasuk hari ini, Juno dipukuli dari toilet sekolah sampai ke lapangan basket adalah hal yang biasa terjadi sejak setahun yang lalu. Semua murid mengetahui aksi perundungan tersebut namun tak satupun berdiri membela Juno karena ia tak memiliki teman sejati di sekolah, adapun yang tak ingin berurusan dengan siswa-siswa nakal di SMA Halstead yang terkenal akan peringai buruk mereka.

"Hei, Juno.." Juno dihampiri seorang siswa dari SMA Halstead yang lain. "Kau mencari kacamatamu, bukan?" Ujar siswa tersebut yang memamerkan sebuah kacamata berwarna hitam keemasan di tangannya.

Mata Juno yang rabun jauh bisa melihat kacamata tersebut. Ia memelas seraya menganggukan kepala dengan penuh harapan. Berharap jika siswa yang berada tepat di hadapannya akan berbaik hati mau memberikan alat bantu pengelihatan yang membebaskannya dari kerabunan mines 7. Namun apa yang selanjutnya terjadi? Siswa berkulit hitam manis tersebut malah menampilkan senyuman licik dengan teganya, melemparkan kacamata Juno melayang ke udara. Ya, siswa itu sengaja melakukannya karena ia bukan ingin menolong melainkan membuat Juno lebih sengsara mencari kacamata kesayangannya.

Dengan tatapan nanar, Juno meratapi kacamatanya di udara dan mendarat entah di mana. Ia hampir menangis, tak tahu bagaimana cara untuk mencari kacamatanya di tengah lapangan yang luas ini, apakah Juno harus merangkak seperti bayi?

Sementara itu, pelaku yang baru saja merundung Juno berjalan ke tribun penonton tanpa rasa iba. Ia duduk santai bersama teman-temannya mempertontonkan Juno yang benar-benar merangkak untuk mencari kacamata. Di tribun penonton ada 7 orang yang terkenal di SMA Halstead sebagai anak-anak perundung. Mereka adalah salah satu anggota gangster bernama Phoenix Reckoners. Sebuah gang motor yang terkenal suka keributan dan tali pertemanannya yang erat sehingga bisa mengalahkan banyak gang lainnya di luar sana. Phoenix Reckoners memang tidak memiliki batasan umur, makanya mereka bisa menjadi anggota gang tersebut asalkan memenuhi syarat seperti memiliki motor dan dedikasi yang tinggi terhadap sesama anggota kelompok.

Di SMA Halstead sendiri, ada tiga dari tujuh murid yang terkenal sebagai dedengkot Phoenix Reckoners. Ketiga orang yang mengepalai berbagai perundungan di SMA Halstead dengan menyasar murid-murid culun dan lemah seperti Juno. Mereka adalah Kai dari kelas IPS tahun ajaran kedua yang baru saja merundung Juno, lalu ada Shawn dan Kiv si pria tampan yang dingin dari kelas IPA tahun ajaran kedua. Dari ketiganya, Kiv yang paling banyak digandrungi siswi-siswi di sekolah maupun di luar sekolah. Akan tetapi Kiv lebih tertarik menargetkan seorang mangsa dan mengajaknya bersenang-senang bersama kawanannya seperti yang ia lakukan sekarang. Menyenangkan bila melihat oranglain sengsara, bukan?

Sayangnya tahun ini tak lagi sama dengan tahun lalu, di mana ada seorang pengganggu dari kelas IPA dengan keberaniannya. "Ck, dia lagi.." Gumam Shawn menatap muak pada figur 'pengganggu' acara bersenang-senang mereka.

Dia seorang siswi bertubuh mungil namun gagah berani bernama Keira Kastari. Murid pindahan di kelas IPA tahun ajaran ketiga, memiliki sifat seperti dewi penolong untuk beberapa mangsa murid-murid berandalan. Ini sudah yang kelima kalinya Shawn melihat Keira membantu korban mereka, dan dua diantaranya adalah Juno. Keira juga tak pernah sendiri, selalu ada Grace, teman sekelasnya yang menemani.

"Ini kacamatamu, Jun.." Keira memberikan kacamata Juno yang menganga tak percaya, jika lagi dan lagi Keira dengan keberaniannya menolong Juno tanpa memikirkan apa akibat dari aksi heroiknya tersebut.

Dengan sedikit panik, Juno berkata. "Keira, kenapa kau menolongku? Anak-anak itu bisa mengincarmu, lho!" Ia memberi peringatan.

"Ck!" Siswi lain diantara keduanya membuka suara dengan decakan kesal dan berkecak pinggang. "Aku sudah mengatakan itu padanya, tapi dia tidak mau dengar! Pokoknya kalau Keira menjadi target mereka selanjutnya, kau harus ikut membantuku menyelamatkannya!" Grace menghardik Juno dengan tatapan mengancam.

Si culun Juno terpaksa mengiyakan permintaan gila Grace, karena jika tidak, maka ia akan dihajar habis-habisan oleh gadis pemegang sabuk hitam beladiri karate tersebut. Anggaplah Juno sedang sial karena terhimpit di dua situasi yang tidak menguntungkan namun paling tidak, Grace masih bisa diajak berkomunikasi dibandingkan ketujuh anggota Phoenix Reckoners. Lagipula, mengapa juga Grace harus menggantungkan harapan kepada seorang pengecut sepertinya?

"Kei, kalau sudah selesai lebih baik kita segera pergi sebelum mereka menyadari kau yang menolong Juno," Grace menarik tangan Keira untuk segera pergi dari lokasi eksekusi perundungan terfavorit kelompok berandalan di sekolah mereka, Phoenix Reckoners.

Namun Keira menepis pelan tangan Grace seraya berkata. "Sepertinya mereka sudah tahu, Grace.." Ia memandang sekelompok murid di seberang lapangan, lebih tepatnya tribun penonton.

Grace mematung di tempat mendapati tatapan mematikan dari murid-murid yang paling ia hindari sepanjang tahun lalu. Peringai bengis mereka sudah menggaung di mana-mana bahkan sampai ke luar sekolah. Bagaimana bisa Grace ikut campur dalam urusan perundungan tersebut dan berpotensi menjadi target selanjutnya? Yang lebih menakutkan lagi, mereka berasal dari keluarga kaya raya dan donatur di sekolahnya. Sedangkan Grace, bagaikan remahan makanan yang tidak berarti jika disejajarkan dengan mereka. Bayangkan, mereka bisa melakukan apapun padanya jika benar-benar merasa terusik. Tetapi tahun ini Grace harus duduk sebangku dengan seorang dewi dermawan yang pemberani.

Satu-satunya murid yang bisa dengan tenang mengganggu acara bersenang-senang kelompok berandalan tersebut tanpa aba-aba. Atau paling tidak, dia harus memikirkan itu sampai 100 kali sebelum tertindak.

"Habislah kita! Kiv akan memburu kita sampai dapat!" Grace terlihat ketakutan bersitatap dengan seseorang yang paling menakutkan diantara ketujuhnya. Kiv dikenal tidak akan pernah melihat jenis kelamin mangsanya tapi seberapa pantas si mangsa dijadikan mainan oleh mereka.

"Dia tidak akan melakukannya," Dan itu adalah kalimat yang selalu diucapkan Keira sejak pertama kali ia menolong 'mangsa' mereka. Wajah Keira selalu tidak menunjukan rasa takut ataupun gentar sedikitpun. SELALU.

Grace menatap heran. "Apa?"

"Ayo kita ke kantin, aku sudah lapar." Keira mengalihkan topik dengan menggandeng tangan Grace dan pergi meninggalkan lapanga basket, mengabaikan tatapan kesal anggota Phoenix Reckoners lainnya di tribun penonton.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku