Di hari ulang tahun pernikahannya dengan Reza, Safina berencana memberi kejutan istimewa: hadiah yang sudah lama diidamkan suaminya. Namun, harapan bahagia itu pupus ketika ia pulang lebih awal dan mendapati Reza bersama wanita lain. Bukannya meminta maaf, Reza malah memutuskan untuk menceraikannya, dengan alasan bahwa Safina tidak mampu memberikan keturunan.
Safina melangkah masuk ke rumahnya dengan senyum yang tak pernah lepas sejak pagi. Hari ini, ia sengaja pulang lebih awal dari biasanya. Hari ulang tahun pernikahannya dengan Reza adalah hari yang selalu ia tunggu-tunggu setiap tahun, meskipun Reza akhir-akhir ini terasa semakin jauh.
Tangannya menggenggam kotak kecil yang berisi jam tangan mewah, hadiah istimewa yang ia beli dengan tabungannya selama berbulan-bulan. Itu adalah jam tangan yang sudah lama diinginkan Reza, sesuatu yang ia sebut "impian yang tertunda." Safina berencana untuk membuat momen ini menjadi istimewa, sesuatu yang akan mengembalikan kehangatan dalam rumah tangga mereka yang mulai dingin.
Saat membuka pintu depan, suasana rumah terasa aneh. Tidak ada aroma masakan, tidak ada suara televisi, bahkan tidak ada jejak Reza menyambutnya di ruang tamu seperti biasanya. "Mungkin dia sedang tidur siang," pikir Safina, mencoba menenangkan perasaan tak nyaman yang tiba-tiba merayap di hatinya.
Langkahnya perlahan menuju ke lantai atas. Semakin dekat dengan kamar utama, ia mendengar suara tawa yang asing. Bukan tawa Reza yang biasa, melainkan suara wanita yang terdengar ceria dan menggoda. Safina berhenti di depan pintu kamar yang sedikit terbuka, rasa penasaran berubah menjadi kekhawatiran yang menusuk.
"Reza, jangan genit, deh. Aku geli!" suara wanita itu terdengar jelas di telinga Safina.
"Ah, masa sih? Kamu suka kan kalau aku begini?" balas Reza dengan nada yang begitu akrab, begitu santai, sesuatu yang sudah lama tidak Safina dengar.
Tangan Safina gemetar. Ia mendorong pintu perlahan, dan apa yang dilihatnya membuat dadanya seperti dihantam palu. Di atas tempat tidur mereka, Reza sedang berbaring dengan seorang wanita muda, dengan rambut terurai indah dan tubuh yang anggun. Mereka terlihat begitu akrab, begitu intim, hingga dunia Safina serasa runtuh seketika.
"Reza!" teriak Safina dengan suara bergetar, matanya membelalak.
Reza terkejut, tetapi hanya sesaat. Dia langsung bangkit dari tempat tidur, wajahnya berubah menjadi dingin. Wanita itu buru-buru menutupi tubuhnya dengan selimut, tetapi tidak ada rasa bersalah dalam tatapannya.
"Safina, kamu ngapain pulang cepat?" tanya Reza dengan nada yang tak menunjukkan penyesalan sedikit pun.
"Apa ini? Siapa dia?" Safina berteriak, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Kotak kecil hadiah di tangannya jatuh ke lantai tanpa ia sadari.
Wanita itu tersenyum tipis. "Aku Dita," jawabnya singkat, seolah perkenalan itu cukup menjelaskan segalanya.
Safina menatap Reza dengan mata penuh luka. "Reza, apa maksudnya ini? Ini ulang tahun pernikahan kita! Apa kamu lupa?"
Reza menghela napas panjang, seolah ia yang merasa terganggu oleh situasi ini. "Safina, aku rasa ini saat yang tepat untuk bicara."
"Ngomong apa? Kamu berselingkuh di rumah ini, di kamar kita, dan kamu bilang ini saat yang tepat untuk bicara?" suara Safina pecah.
Reza mengangkat tangannya, meminta Safina untuk tenang. "Dengar dulu, Safina. Aku sudah lama ingin mengatakan ini. Hubungan kita tidak berjalan baik. Aku merasa tidak bahagia."
"Bahagia? Kamu tidak bahagia? Jadi ini solusimu? Menghancurkan semuanya?" Safina memotong dengan nada tinggi, air matanya mulai mengalir.
"Safina, aku ingin anak. Aku ingin keluarga yang utuh. Tapi kamu-" Reza berhenti sejenak, seolah memilih kata-kata. "Kamu tidak bisa memberikan itu untukku."
Dunia Safina benar-benar runtuh. "Jadi ini semua karena aku tidak bisa hamil? Kamu menyalahkanku untuk sesuatu yang bahkan di luar kendaliku?"
Reza menatapnya dengan dingin. "Aku hanya ingin hidup yang lebih baik, Safina. Aku tidak bisa terus begini. Aku ingin perceraian."
Kata-kata itu seperti palu godam yang menghancurkan sisa-sisa harapan Safina. Ia melangkah mundur, tubuhnya lemas, hampir terjatuh jika tidak bersandar pada dinding.
"Dengar, Safina. Aku tidak ingin berdebat. Aku akan mengurus semuanya. Kamu bisa mengambil waktu untuk berkemas," tambah Reza, sebelum berbalik ke arah Dita, yang menatapnya dengan senyum puas.
Safina menatap kotak hadiah di lantai, lalu menatap Reza. "Aku mencintaimu, Reza. Aku melakukan segalanya untukmu. Tapi ini yang kamu berikan padaku sebagai balasan?"
Reza tidak menjawab. Dia hanya memalingkan wajah, seolah tidak tahan melihat Safina yang hancur.
Bab 1 hadiah istimewa yang ia beli dengan tabungannya
06/12/2024
Bab 2 Butuh waktu beberapa menit sebelum Safina berhasil
06/12/2024
Bab 3 Setelah vonis pengadilan diketuk
06/12/2024
Bab 4 Safina mulai menemukan ritme hidup baru
06/12/2024
Bab 5 Semua itu telah hilang
06/12/2024
Buku lain oleh Sutrisno
Selebihnya