❤Mohon Bijak Membaca tulisan ini khusus dewasa. Tulisan ini mengandung lendir berlebihan 🙏🙏🙏 Lisnawati gadis 16 tahun harus jadi janda setelah menikah satu bulan. Komar suaminya meninggal dunia setelah di begal dan meninggal tragis ditempat dengan luka yang bacok yang mengemaskan. Lisna panggilan nya, sontak menjadi janda kembang di kampungnya. Lisna yang berprofesi sebagai penyanyi dan penari dangdut keliling menjual goyangan disela nyanyiannya. Menjadi rebutan para pria lajang maupun pria beristri. Kabar liang sempit hangat Lisna menjadi pembicaraan hangat dikalangan para pria. Berit kecantikan Lisna dan liang hangatnya sampai ke Tante Shinta mucikari rumah bordil pemilik cafe maksiat yang akhirnya merekrut Lisna. Di cafe Tante Shinta Lisna menjadi primadona sampai akhirnya Lisna terjebak cinta dengan dendam pada Budi Hendrajit seorang pengusaha kaya yang selalu menghinanya dengan kata kata kotor. Budi Hendrajit duda keren yang ditinggal mati istrinya itu tergila gila pad liang hangat penari. Namun keinginannya untuk menikahi sang penari di tentang keras oleh ibunya yang mengetahui asal usul Lisnawati sang penari.
Mata para lelaki haus lendir melotot dengan mulut terbuka lebar..
Begitu Lisna menjatuhkan jubah merahnya, seketika kedua mata para pelanggan Cafe terkunci menatap penampilan luar biasa provokatif.
Dada sekal dengan penutup puting terlihat ranum menggairahkan dari balik kostum jaring-jaring keemasan.
Tidak terlalu besar, yang justru semakin membuat penasaran jemari para lelaki untuk meremas nya.
Bulat, padat, kencang bagai tidak tersentuh gravitasi Bumi.
Tatapan mereka tidak bisa berhenti menyusuri perut tipis dan kecil Lisna, hingga berhenti pada muara kenikmatan dunia di balik G-string berenda.
Budi pria yang malam itu khusus membayar Lisna untuk menari dihadapannya dan koleganya bagai sesak napas saat Lisna berputar di atas tiang dan memamerkan bokong putih kencang dengan gerakan kelewat sensual. Mendadak kepalanya pusing akibat menahan gejolak kuat yang tiba-tiba muncul. Jantungnya berlarian dan kedua matanya tertahan pada tiang, sampai-sampai tidak menyadari di kanan dan kirinya telah duduk gadis-gadis berpakaian serupa.
Budi tidak bisa menyembunyikan tatap takjub saat Lisna terbalik dengan tungkai menjepit tiang. Topi pesulap entah terlempar ke mana. Ujung rambut panjang menyentuh lantai. Lisna sempat tersenyum dan melirik ke arahnya.
Budi tenggelam sepenuhnya dalam aksi totalitas Lisna.Tersaji sensual memanjakan sisi liar dirinya. Hal seperti ini, tidak akan ia dapatkan di rumah.
Selangkangan putih dan mulus terbuka lebar, berputar-putar di hadapannya. Hanya kain tipis yang membatasi pandangannya. Sesuatu di bawah perut menekan kuat. Dengusan napas makin kentara, saat kejantanannya bereaksi.
Budi tertegun sejenak saat dua orang gadis yang sedari tadi berada di sisi kanan dan kirinya membelai lembut pahanya dan menuangkan minuman untuknya.
Seorang gadis menekan kepalanya dan memaksanya minum. Budi memilih pasrah demi mengembalikan tatapan dengan cepat ke atas panggung.
Masih menatap Lisna dengan tercengang-cengang, kedua matanya terkunci, setia mengamati tiap gerakan yang menjelma candu.
Tanpa sadar sudut bibir tertarik saat Lisna menyajikan gerakan yang sensual, menuruti imajinasi cabul yang mulai berhamburan dari kepalanya.
Lisna kembali melirik dan tersenyum kepadanya seolah bertanya apa kamu suka? Budi menjilat bibirnya sebagai jawaban.
Tatapannya semakin terjerat. Penari cantik dan ranum sedang berakrobat bak bersetubuh dengan tiang.
Sungguh tiang dingin yang beruntung karena berkali-kali bergesekan dengan selangkangan hangat Dara. Thian tidak bisa tidak berpikir cabul.
Budi sudah tidak peduli seberapa sering minuman disodorkan padanya. Bokong padat Lisna bergerak naik turun dan ia menenggak minuman dari sloki dengan frustasi hingga kepalanya berat. Musik berganti, menyajikan desahan wanita yang menjelma intro berulang.
Kepala Budi sudah sangat berat, tetapi ia bertahan tidak ambruk demi melihat Lisna yang sedang menari liar di hadapannya. Gadis di kanan kirinya entah sejak kapan sudah berpelukan dengan kolega nya duduk di sofa mengelilingi meja dimana Lisna menari.
Lisna dengan gerakan sensual menuruni meja yang sekaligus panggung pertunjukannya.
Tatapannya terjerat kedua mata Lisna yang seperti pemburu.
Budi yang sudah mabuk hanya bisa melongo saat Lisna naik ke atas pangkuannya.
Punggung bersandar pasrah pada sofa, ketika Lisna kini meliuk-liuk di atas tubuhnya. Kedua lengan ramping bagai memenjara kewarasannya.
Budi sudah tidak peduli dengan kolega bisnisnya ada di mana dan sedang berbuat apa. Seluruh waktu seperti hanya sedang menampilkan Lisna.
Ujung hidung mereka bersinggungan. Jemari Lisna meremas lembut rambutnya sebelum pagutan mesra menenggelamkan bibirnya dalam lumatan penuh gairah.
Hanya ada rasa senang meski kepala luar biasa pusing.
Kedua tangan Budi dengan sadar menangkap payudara ranum Lisna, merasakan kekenyalannya sebelum beralih meremas bokong gadis itu kuat-kuat.
"Biarkan aku memanjakan mu malam ini" bisik Lisna sebelum menggigiti bibir sendiri kuat-kuat.
Budi tidak kuasa menolak saat Lisna menyuguhkan botol minuman. Ia menenggak dengan rakus, tidak peduli kepalanya sudah sangat pusing.
Berikutnya gadis itu berlutut di antara kedua kakinya. Jemari berkuku merah membuka pengait celana dan menurunkan resletingnya.
Shinta tersenyum lebar saat melihat Budi telah kehilangan kendali atas kontrol diri.
Ia melihat Budi tertunduk dengan desah tertahan, saat Lisna melakukannya dengan baik di bawah sana.
Shinta dengan santai membuang asap rokok, sama sekali tidak risih melihat yang Budi yang sedang meringis nikmat saat sapuan lidah Lisna menghangatkan kejantanan yang mencuat gagah.
Shinta teramat sudah biasa menyaksikan hal serupa setiap harinya.
Dan Shinta selalu memastikan pelanggannya terpuaskan oleh para penari asuhannya.
Sebelah tangan Budi menahan kepala Lisna tanpa ragu meremas keras.
Antara ambang batas sadar dan tidak sadar, melesakkan kejantanannya dengan kuat demi menyetubuhi mulut penari dengan senyuman sinis.
Lisna memang sepertinya ahli karena sama sekali miliknya tidak terkena gigi.
Budi menekan kuat-kuat pinggulnya dan dengan keji menahan kepala Lisna saat cairan kenikmatan menyemprot.
Lisna tersedak.
Budi menarik miliknya dan mencengkeram pipi Lisna dengan sebelah tangannya. Memaksa gadis itu menelan habis cairannya.
Kedua mata Lisna berair. Lelehan sperma menetes dari sudut bibir. Budi yang tersenyum puas.
Lisna merasakan mual seperti akan muntah, mati-matian berusaha mengendalikan diri.
Lisna masih berusaha untuk profesional memberikan service pada tamunya.
Budi menyahut botol minuman di atas meja dan menjejalkannya begitu saja pada mulut Lisna.
Sebelah tangan menarik rambut belakang kepala Lisna hingga mendongak dan terpaksa menenggak minuman dari tangannya yang lain.
Tawa Budi berderai. Sangat puas bermain-main dengan Lisna, muara dari segala fantasi terliar.
Shinta dari kejauhan hanya menatap dengan bibir terbuka lebar, sampai batal menyesap rokok yang sudah mendekati bibir. Tidak menyangka dengan apa yang baru saja ia lihat barusan. Ia semakin terheran-heran saat melihat Budi mendorong wajah anak buahnya itu menjauh seperti barang bekas pakai.
Sungguh di luar dugaannya. Ia melihat seringai wajah Budi dengan tatapan keji yang sama sekali belum pernah ia temukan sebelumnya, walaupun Shinta tahu Budi pria yang sangat dingin.
Kalau pun datang ke cafe nya hanya sebatas ditemani minum tidak pernah memakai para wanita itu.
Budi malah membooking para wanita itu untuk memuaskan nafsu kolega bisnisnya.
Budi sendiri tidak pernah tergerak untuk sekedar mencium para wanita itu.
Budi kembali menyangga kepalanya yang pusing dengan sebelah tangan sebelum membetulkan celananya.
"Pak Budi ," Lisna memeluk sebelah kakinya.
"Pergi, perek." Budi melirik ketus. Seringainya mengembang saat ia melihat tatapan heran Lisna.
"Pak Budi kenapa..? Apa ada yang salah. " Tanya nya bingung.
"Ssst!" Budi dengan cepat menempelkan telunjuknya pada bibir Lisna .
"Mulut lo, cuma pantes dapet kontol gue."
Shinta terperangah dari tempatnya duduk. Reaksi pelanggannya itu sungguh di luar dugaannya.
"Lo kurang ajar." Jemari Budi kini meremas bibir merah Lisna . "Mulut lo bau got. Pergi sana!" Budi kembali mendorong kasar wajah Lisna.
Shinta segera berdiri dan menghampiri Budi yang kini menertawakan Lisna.
Sedikit panik, ia menekan batang rokoknya ke dalam asbak.
"Lo pake lipstik merah lo. Jilatin kontol yang lain sana," ucap Budi di tengah derai tawanya.
Shinta hanya bisa melihat Lisna yang mematung di depan kaki Budi.
" Pak Budi, sepertinya bapak sangat mabuk. Yuk kita pulang." Shinta menggamit sebelah lengan Budi.
"Loh pulang?ga, aku masih mau pake memek perek" Budi menatap heran wajah Shinta.
"Gua belum puas ngentot sama dia." Budi menuding wajah Lisna sambil tertawa.
Buku lain oleh Dinda sukmadewi
Selebihnya