Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Sang Majikan
“Kamu kenapa sih, Van? Kalau pak Abid lihat dari balik kacamatanya, langsung skors kamu, Van.” Sakura mengingatkan dengan berbisik agar tak terdengar siapapun kecuali Vanita.
Vanita melirik Sakura sekilas, lalu menatap kembali jam dinding di depan kelasnya. “Kamu tahu Ra, hari ini aku ada janji. Aku harus pulang sekarang,” sahutnya dengan suara berbisik. Berusaha agar tidak terdengar pak Abid, guru Fisika yang terkenal killer itu.
Sakura menautkan kedua alisnya kemudian tersenyum menyelidik. “Aku tahu kamu ada janji sama siapa Van, dan itu nggak penting. Tiap hari kamu pulang bareng dia. Udahlah khusus hari selasa aja ikhlaskan waktu kamu sama dia untuk Fisika,” Sakura mencibir.
Belum sempat Vanita mengembuskan napasnya, sebuah kotak penghapus berhasil mendarat di atas mejanya dengan keras. Vanita dan Sakura terlonjak dan kemudian saling tatap, detik berikutnya keadaan berubah menjadi hening. Vanita menelan ludah yang tak ada dengan susah payah, kejadian barusan seperti baru saja mendapat tendangan bebas. Kali ini detak jantungnya serasa lebih cepat berdegup daripada biasanya.
“Kalian!” Mata pak Abid melotot ke arah mereka.
“Kebiasaan kalian menggosip setiap pelajaran bapak berlangsung!” tiba-tiba suara pak Abid naik beberap oktav.
“Untuk kalian berdua, silahkan keluar kelas sekarang!” seru pak Abid lagi setelah memperhatikan Vanita dan Sakura yang masih juga terdiam. Tangan kanannya memegang penggaris kayu yang panjangnya 100 meter dan kapanpun siap dilayangkan pada siapapun. Sedangkan Vanita dan Sakura masih gemetar dengan apa yang terjadi barusan.
“Tapi pak--” Belum sempat Sakura melanjutkan ucapannya, Vanita sudah lebih dulu menarik tangan Sakura untuk cepat keluar, apa susahnya sih untuk tidak membantah guru. Selain dari tadi Vanita memang ingin sekali keluar, otaknya pun sudah panas menampung rumus-rumus yang sulit dipahami.