Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalinya Marsha yang Tercinta
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
"Kenapa kamu tidak mau membantuku?"
"Kamu lihat sendiri. Aku sibuk."
"Sibuk apanya? Kamu cuma baca koran sejak pagi!"
Tidak ada jawaban.
Kerutan di kening Leina makin banyak, membuktikan betapa kesal dia melihat Arsen, pria tiga puluh tahunan yang duduk santai membaca koran di balik meja kerjanya.
Leina sudah setengah jam berdiri di hadapan pria itu, mengomel tanpa henti. Akan tetapi, dia masih tak dipedulikan.
"Arsen! Kamu beneran tidak mau membantu sekalipun aku yang minta tolong!" teriaknya.
"Tidak."
"Keterlaluan!" Leina mengamuk sampai menggebrak meja. Gebrakan tersembut sampai membuat tumpukan buku di pinggir meja berjatuhan.
Arsen menghela napas panjang, lalu melipat korannya dan ditaruh di meja. Dia mengangkat wajah sehingga bisa melihat raut wajah marah sang asisten itu.
Seperti biasa, dia selalu memperlihatkan sorot mata acuh dan datar. Tidak ada seorang pun yang paham apa yang dia pikirkan.
"Kamu benar-benar tidak punya hati, aku kecewa padamu!" lanjut Leina dipenuhi perasaan murka. Dia menuding pria itu, lalu menuduh, "aku tahu kenapa kamu tidak mau membantuku ... Kamu diam-diam menerima permintaan kasus dari Serena, iya 'kan?"
"Memang iya."
"Kenapa kamu mau menerima permintaannya?"
"Kamu sendiri yang bilang kita tidak boleh pilih kasih klien, Serena menyewa jasaku, jadi apa salahnya?"
"Dia 'kan juga detektif, kenapa selalu saja minta tolong kamu yang menyelesaikan kasusnya? Kalian itu bukan rekan kerja!"
"Kali ini dia bukan ingin menyelesaikan kasus orang lain, tapi dia yang dalam masalah. Karena itulah dia menyewaku jadi bodyguard."
"Dalam bahaya apanya! Kamu cuma mau berdekatan dengannya saja!"
"Sudahlah, jangan mengomel terus. Lebih baik kamu buatkan aku kopi, oke?"
Leina seperti ingin menangis. Dia marah, cemburu, semuanya jadi satu. Kepalanya menggeleng tidak percaya— ternyata Arsen lebih memilih membantu saingan bisnis mereka ketimbang dirinya sekarang.
Arsen bertanya, "kenapa kamu melihatku seperti itu?"
"Padahal aku yang meminta tolong, aku asistenmu 'kan? Tapi kamu selalu mementingkan detektif wanita itu."
"Apa ini sikapmu kalau meminta tolong? Barusan menggebrak meja, lalu mengomeliku?"
Tak ada sahutan dari mulut Leina. Rasa cemburu terhadap Serena terlalu memenuhi hati dan pikirannya.
Arsen berdiri dari tempatnya duduk. Setelahnya, dia memutari meja, mendekati sang asisten itu.
Dia menyentuh dagu Leina, dipaksa agar menatap wajahnya. Dengan suara pelan, dia berkata, "oke. kamu bilang kamu mau minta tolong? Kalau begitu coba minta tolong dengan lebih lembut."
Napas Leina tertahan. Berdekatan dengan Arsen sangat mendebarkan jantung. Jarang sekali pria ini memperlakukannya begini. Di posisi begitu, wajah mereka begitu berdekatan.
Wajah tampan mempesona, sorot mata yang begitu menawan. Itulah yang dipikirkan oleh Leina saat menatap Arsen. Sudah tiga tahun dia bekerja untuk pria itu, dan selama itu pula— dia mencintainya.
Arsen tersenyum. Dia berkata lagi, "Kenapa diam saja? Apa lidahmu mendadak kaku? Sesekali kalau mau minta tolong itu jangan berteriak-teriak ini, coba dekati aku, lalu rayu aku ... aku akan membantumu."
Untuk sesaat, Leina merasa terbang mendengar kata manis itu. Terlebih senyuman Arsen begitu membiusnya.
Apa Arsen menggodanya? Apa pria ini menyukainya?, Itulah yang terlintas di pikirannya
Tetapi, kemudian dia sadar— Arsen memang perayu handal. Dia tidak merayu orang lain karena menyukainya, melainkan untuk mendapatkan informasi atau menenangkan orang yang sedang marah.