Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
DASIM ( Dia yang tidak terlihat )

DASIM ( Dia yang tidak terlihat )

Dinira

5.0
Komentar
135
Penayangan
5
Bab

Berawal dari rumah baru. Amanda, di kirim oleh orang tuanya tinggal di Desa Sukma Bakti. Semenjak tinggal di sana Amanda selalu mendapatkan teror di rumahnya juga di sekolahnya. Entah, ada apa di desa itu masyarakat selalu menghubungkannya dengan sosok Dasim. Siapakah sosok Dasim itu? Apa hubungannya dengan rumah dan sekolahnya?

Bab 1 Derap Langkah

Semua makhluk di dunia ini saling berdampingan, termasuk Jin dan sebangsanya. Ada yang percaya ada yang tidak, tapi yakini itu semua ada. Kita memang tidak pernah melihat, mungkin hanya sebatas angin yang kita rasakan entah itu bulu kuduk yang berdiri atau hawa dingin yang menerpa pundak kita

- Dasim -

01- Derap langkah

"Makhluk halus itu ada dua, satu Dasim yaitu setan laki-laki dan satu lagi Dasimah, itu yang biasa kita panggil Kunti, Dasimah itu setan perempuan. Mereka memang ada di rumah kita, setiap rumah itu ada penghuninya makanya kalau masuk rumah itu harus ucap salam agar semua Jin pergi."

Teng teng teng

Suara bel berbunyi menghentikan seorang guru agama yang sedang menerangkan. Semua murid kelas 11 bergegas merapikan buku-buku dan alat sekolah lainnya untuk dimasukkan ke dalam tas. Sang guru pun pergi keluar dari kelas, bersamaan dengan itu para murid mengekorinya.

"Amanda, Amanda," panggil Aryani pada teman sebangkunya yang masih saja ngorok saat jam pelajaran. Amanda mengerjap seraya menggeliatkan tubuhnya. mulutnya menguap menatap bangku kosong di depannya.

"Pak Jawadz ke mana? Anak-anak juga pada hilang," ucap Amanda melihat sekeliling.

"Sudah pada pulang kali, kamu tuh ngorok terus. Ayo! Mau pulang enggak?"

"Tungguin dong Ar, aku takut sendirian."

Amanda langsung memasukkan bukunya ke dalam tas, dan pergi mengejar Aryani tanpa melihat pulpennya tertinggal dan terjatuh di bawah meja.

"Aryani tunggu!"

Tiba-tiba saja tutup pulpen terbuka dengan sendirinya.

***

"Ar, aku pulang ke rumah kamu ya?"

"Idih, kenapa? Rumah kamu tuh yang dekat masa dilewatin."

"Aku enggak betah di rumah."

"kenapa?"

Amanda menghentikan langkahnya sejenak. setelah itu kepalanya menggeleng. "Aku bosan saja sendirian, enggak ada teman. Ibu sama bapakku, kan kerja paling pulang malam atau enggak pulang."

"Nanti deh, kalau libur sekolah."

"Beneran?" Mata Amanda berbinar mendengar ucapan Aryani seakan itu anugerah untuknya. Entah, kenapa Amanda ingin sekali di temani seseorang saat tidur padahal di rumahnya ada Mbok Nun, asisten rumah tangga yang selalu menemaninya.

"Iya, aku enggak pernah bohong. Masuk sana! Rumahmu sudah sampai,"ujar Aryani membuat Amanda menoleh ke samping kanannya yang memperlihatkan rumah sederhana dengan interior zaman dulu. Semacam rumah peninggalan belanda.

"Manda!" teriak Aryani menghentikan langkah Manda.

Amanda menoleh pada teman sebangkunya itu yang sudah berjarak 1-meter darinya. "Ingat kata pak Jawadz ucap salam saat masuk rumah," kata Aryani yang terkekeh.

Amanda menatap rumahnya intens, lalu melangkah masuk.

"Assalamualaikum," ucapnya saat membuka pintu.

Ruangan terlihat sangat gelap padahal di siang hari, apalagi jika saat malam hari. Amanda celingukan ke setiap ruangan mencari Mbok Nun, yang menemaninya setiap saat. "Huh!' Amanda membuang nafasnya kasar.

"Ke mana Mbok Nun," ucapnya yang melangkah menuju kamar belakang.

"Mbok Nun!"

"Mbok Nun! Hah!" kejut Amanda saat berbalik Mbok Nun sudah ada di belakangnya.

"Mbok Nun ngagetin saja deh." Kata Amanda seraya mengusap dadanya.

"Maaf Non, tadi Mbok sedang Shalat dhuhur jadi enggak nyahut saat dipanggil."

"Mbok ini kebiasaan. Masak apa Mbok Manda lapar."

"Gak ganti baju dulu Non? Nanti Mbok siapin makan siangnya. Non ganti baju saja dulu biar gak kotor."

"Iya," ujar Amanda yang berlalu menaiki tangga untuk masuk ke dalam kamarnya. Setelah selesai Amanda turun dan kembali ke meja makan. Hidangan sudah tersaji dengan beberapa menu, tapi Manda merasa bosan karena menu makan siangnya yang tidak berbeda.

"Mbok, tumis ikan teri lagi? Enggak ada menu lain apa Mbok?"

"Ini, kan kesukaan Non," balas Mbok Nun dengan senyuman. Selalu itu yang Amanda dengar dari Mbok Nun, kesukaan dan kesukaannya terus padahal Amanda tidak pernah bilang. Tidak ingin ambil pusing Amanda pun memakannya.

Adzan magrib berkumandang. Amanda melempar ponselnya yang sedari tadi dimainkannya. Karena sudah magrib Amanda keluar dari kamar turun ke lantai bawah menuju kamar mandi untuk ambil air wudhu.

Menjelang malam rumah Amanda semakin sepi. Amanda selalu takut untuk pergi ke kamar mandi apalagi saat melewati ruang tengah. Sambil celingukan Amanda berlari ke arah kamar mandi, entah apa yang ia takutkan. Sesampainya di kamar mandi segera mungkin Amanda mengambil air wudhu setelah itu keluar dan berlari menuju kamarnya.

Jantung berdegup sangat kencang seolah terpompa dengan cepat. Nafas naik turun dengan cepat seperti lari maraton saja. Bukannya mengambil mukena dan sejadah, Amanda malah berjongkok dipojokkan kamarnya sambil memeluk mukena yang belum ia pakai.

Tap tap tap

Tangan Amanda semakin erat memeluk lututnya, kepalanya yang menunduk dibiarkan tenggelam pada kedua pahanya. Setiap malam Amanda selalu mendengar derap langkah seseorang yang semakin dekat, menuju kamarnya. Namun, tidak pernah terlihat wujud siapa pun di luar kamarnya, Amanda akan tetap diam selama langkah itu belum berhenti.

Krekek ... krekek ...

Nafasnya semakin naik turun ketika suara pintu terbuka dengan lebar. Diiringi suara langkah yang sama, Amanda semakin menundukkan kepalanya dan mendekap erat kedua kakinya.

Kreeekkk ... Bugh!

Pintu tertutup rapat. Manda membuka matanya perlahan sedikit menyipit melihat ke arah pintu kamarnya. "Sudah pergi," gumamnya yang mendongak menatap sekelilingnya. Entah, siapa yang Manda maksud.

Huh, akhirnya Amanda bisa bernafas dengan lega. dilihatnya jam dinding menunjukkan pukul 18.05 waktu magrib sudah lewat lima menit, dan selama itulah suara aneh itu selalu terdengar. Amanda kembali melanjutkan salat magribnya, menggelarkan sejadah menuju kiblat, Amanda mulai berdiri di tengah sejadah yang berdiri sempurna.

"Allahuakbar."

Rakaat pertama pun dilakukan, selang beberapa menit tubuh Amanda menunduk bersamaan dengan takbiratulihram yang diucapkan. Sebuah bayangan putih berdiri tepat dibelakang-Nya, seolah menjadi makmumnya.

"Allahuakbar."

"Allahuakbar."

Deg!

Bola mata Manda membulat dengan sempurna, fokus gadis itu mulai hilang dan terganggu ketika seseorang mengucap takbir, padahal di kamar itu hanya ia sendiri yang mengerjakan salat.

"Allahuakbar."

"Allahuakbar."

Lagi-lagi Amanda mendengar seruan itu, yang membuat bulu kuduknya merinding seketika. Otot-otot terasa kaku, badan pun mulai gemetar, tapi Amanda tetap menjalankan salatnya hingga akhir.

"Assalamualaikum warahmatullah, assalamualaikum ..."

Amanda segera menoleh ke belakang untuk melihat sosok apakah itu? Namun, tidak ada siapaun di belakangnya saat ini selain pintu yang tertutup rapat.

Amanda mulai menangis, gadis itu mulai merasa takut yang langsung naik ke atas ranjang dan bersembunyi dibalik selimutnya. Hampir setiap malam semenjak kepindahannya ke rumah itu malamnya tidak pernah menemukan ketenangan.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Dinira

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku