Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Rahasia Istri yang Terlantar
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Sang Pemuas
Gairah Sang Majikan
Adnan duduk bersandar di sebuah sofa dengan satu tangan memegang gelas berisi red wine kesukaannya. Sesekali tangannya menggoyang pelan gelas tersebut hingga isi di dalamnya menjadi sedikit berputar mengitari gelas, membuat aroma harum yang manis dan khas menguar sampai ke indra penciuman lelaki itu. Kemudian, diteguknya sedikit minuman tersebut sembari menatap lekat ke arah sosok yang saat ini sedang berdiri di hadapannya dengan raut wajah pias.
"Kenapa berdiri saja di situ, Nona? Kemarilah, kamu bukannya salah orang. Memang aku yang memintamu untuk melayaniku," ujar Adnan pada sosok yang mematung itu.
Mau tak mau, orang yang dipanggil Adnan dengan sebutan nona tadi sedikit mengangkat wajahnya. Namanya Renata, seorang wanita penghibur yang sebelumnya memang sengaja dipesan Adnan untuk melayaninya malam ini. Dan sebenarnya, Adnan harus menempuh sebuah perjalanan hidup yang panjang sebelum bisa membawa perempuan ini berdiri di hadapannya seperti sekarang.
Usia perempuan itu relatif tak muda lagi, berkisar di awal tiga puluhan. Tapi wajah dan tubuhnya tak kalah menawan dibandingkan dengan para gadis belia. Apalagi dengan gaun malam berwarna merah marun yang saat ini tengah dikenakannya. Sangat pas membalut tubuh langsingnya yang memiliki kulit seputih susu. Membuatnya terlihat anggun sekaligus seksi.
"Kenapa? Kamu takut aku tidak mampu membayarmu karena tarifmu lumayan mahal?" tanya Adnan saat Renata tak juga bergerak dari tempatnya semula.
Wajah perempuan cantik itu terlihat agak memucat. Ekspresinya lebih tepat dikatakan syok ketimbang terkejut. Tampaknya butuh waktu agak lama baginya untuk meyakinkan diri jika lelaki yang akan menggunakan jasanya kali ini adalah Adnan, sosok yang tak asing baginya. Sosok yang selama sepuluh tahun ini tak pernah dia lihat lagi sehingga nyaris dia lupakan.
"Adnan …." Renata menyebut nama Adnan lirih, nyaris berbisik. Suaranya terdengar bergetar, seirama dengan seluruh tubuhnya yang juga ikut bergetar. Dari sekian banyak lelaki, kenapa harus lelaki ini yang sekarang menjadi pelanggannya. Apakah ini sebuah kebetulan? Tapi melihat raut wajah Adnan yang tak menunjukkan raut terkejut sama sekali, tampaknya lelaki itu sudah tahu jika Renata yang akan datang untuk melayaninya.
Mungkinkah lelaki yang tengah asyik menikmati red wine di hadapan Renata saat ini memang sengaja mengatur pertemuan mereka dalam situasi seperti sekarang?
"Senang sekali kamu masih mengingat namaku. Tidak disangka, ya, kita akan bertemu lagi setelah sekian lama," sahut Adnan sambil tersenyum tipis, kemudian menyesap sekali lagi minuman yang ada di tangannya.
Renata kembali bergeming. Lelaki itu tampak begitu santai melihat kehadirannya saat ini, namun menggunakan kata tak disangka dalam kalimat yang diucapkannya barusan, seolah mereka bertemu secara tak sengaja. Sungguh pernyataan yang bertolak belakang dengan kenyataan.
"Kamu tidak lelah hanya berdiri di situ?" tanya Adnan.
Pertanyaan itu membuyaran lamunan Renata, membuat perempuan itu tersadar pada situasi yang sekarang tengah dia hadapi. Dia tidak sedang bermimpi atau pun berhalusinasi. Lelaki yang menyewa jasanya malam ini adalah Adnan, seseorang yang pernah mengukir kenangan indah dalam hidupnya sebelum akhirnya harus dia tinggalkan karena keadaan.
Dengan langkah yang sedikit kikuk, akhirnya Renata mendekat ke arah Adnan dan duduk di hadapan lelaki itu. Renata sedikit menundukkan pandangannya, tak sanggup menatap wajah lelaki yang saat ini tengah tersenyum miring ke arahnya, senyuman yang menyimpan ejekan dan juga penghinaan tanpa kata.
"Kenapa segugup itu? Aku yakin kamu sudah sangat berpengalaman dalam melayani pelanggan-pelangganmu. Aku tak ada bedanya dengan mereka semua, jadi tidak perlu tegang seperti itu," ujar Adnan sambil meletakkan gelas red wine di tangannya. Wajahnya masih memperlihatkan senyuman asimetris yang jelas bertujuan merendahkan.
Tak ada yang bisa Renata katakan untuk menanggapi kata-kata yang dilontarkan Adnan. Dia justru semakin menunduk dengan mulut yang membisu. Sungguh tak disangka jika pada akhirnya dia akan bertemu lagi dengan lelaki ini saat sedang melakoni pekerjaan rendahnya.
"Atau kamu menganggap aku tak memiliki uang? Tenang saja, seperti kataku tadi, aku punya uang yang cukup untuk membeli pelayananmu. Barusan aku sudah mentransfer penuh pembayaran pada bosmu" ujar Adnan lagi sembari bangkit dari duduknya.
Adnan mendekat ke arah Renata dan duduk persis di samping perempuan itu. Tangannya terulur meraih dagu Renata dan mengarahkan agak Renata melihat ke arahnya.
"Dan jika kamu bisa memuaskanku, tentu saja aku akan memberimu tip yang sesuai," gumam Adnan lagi.