Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
“Kita putus!”
Langkah kaki Stefan berhenti. Pria blasteran China-Indonesia itu membalikkan badan, menatap ke arah gadis yang menjadi kekasihnya selama setahun belakangan.
“Ulangi?”
Cindy mendengkus. Tak ayal ia pun mengulangi ucapannya.
“Kita putus, Stefan!” ucapnya tegas.
Stefan menatap datar kekasih, ralat mantan kekasihnya.
“Baiklah,” jawab Stefan tanpa ragu. Pria itu kembali berbalik dan melanjutkan langkahnya yang tertunda untuk segera pulang.
Mengabaikan Cindy yang mengepalkan kedua tangannya dengan wajah memerah.
*
Stefan yang baru saja memarkirkan mobilnya, segera turun dan berlari ke arah lift, menuju flat rumahnya, di Garden Terrace, perumahan mewah yang berada di daerah Mid Level, Hong Kong.
Pria itu menekan angka 20 pada papan di dalam lift, di mana rumah yang selama 20 tahun ia tinggal bersama sang mama.
Entah mengapa lift hari ini terasa lambat. Berkali-kali Stefan menghela nafas sambil mengusap wajahnya.
Hatinya gelisah mengingat panggilan dari salah satu asisten rumah tangga yang bertugas menjaga mamanya.
Ting ...
Stefan terburu-buru keluar dan menempelkan jam tangan di tangan kirinya ke arah sensor pintu.
Pria itu mendorong pintu yang telah terbuka dan langsung masuk ke kamar sang mama. Memeriksa keadaan wanita yang telah melahirkannya.
“Mama?”
Rita yang baru saja keluar dari kamar mandi, dibantu asisten rumah tangga, menoleh ke arah putra semata wayangnya. Yang tampak terengah-engah seperti habis lari maraton.
“Mama baik-baik saja ‘kan?” Stefan mengulurkan tangan membantu Mamanya untuk kembali duduk di atas tempat tidur.
“Kamu bisa kembali bekerja, Ka. Terima kasih,” titah Rita kepada Kaka. Asisten rumah tangga yang baru saja bekerja satu bulan di rumah itu.
“Baik, Nyonya. Saya permisi.”
“Bagaimana keadaan Mama?” tanya Stefan tak sabaran.
Pasalnya sejak tadi Rita tak menjawab pertanyaannya.
“Ma?”
“Mama baik-baik saja, Stef. Bagaimana kencanmu hari ini?”
“Mama tidak perlu mengalihkan pembicaraan. Bagaimana dengan mama? Kaka bilang mama tadi terjatuh? Benar begitu?” Stefan memeriksa kepala, kedua tangan dan kaki Rita.
Kekhawatiran yang sejak tadi mengganggu pikirannya lenyap digantikan perasaan lega.
“Hampir terjatuh tepatnya. Tapi mama tidak apa-apa. Hanya sedikit syok saja hingga membuat mama pusing.”
“Kita ke dokter, ya? Stef khawatir jika belum memastikan mama baik-baik saja. Ayo!”
Uluran tangan Stefan ditepis oleh Rita cepat. Wanita itu mendesah lelah karena kesepian yang melanda sejak sang suami meninggalkan dunia ini.
“Ma? Ayo kita ke dokter! Stef harus memastikan keadaan mama dulu. Please?” pinta Stefan seraya berlutut di bawah kaki Rita.
“Mama tidak perlu ke dokter, Stef. Lebih baik kamu kembali ke kamarmu. Mama ingin istirahat.”
Rita melepas sandal santai yang ia kenakan dan membaringkan tubuhnya yang lelah. Mengabaikan putranya yang masih berlutut di lantai.
Stefan mendesah pasrah. Selalu seperti ini. Pria itu beranjak menarik selimut dan mengatur alat pendingin ruangan, sebelum keluar dari kamar mamanya.
Stefan masuk ke kamarnya. Merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan menerawang kisah asmara yang berakhir dengan perpisahan.
Lagi, selama 5 tahun terakhir, hanya satu alasan yang sama, membuat pria 32 tahun itu kembali diputuskan oleh sang kekasih.
Aku tidak mungkin mengiba pada wanita yang tidak peduli dengan orang tua.
Terutama kepada mama.
Kedua mata Stefan menutup. Mencoba mengais sisa kesabaran yang selama ini ia pegang.
Malam ini, seperti biasanya, Stefan akan menghabiskan waktu untuk menemani Rita makan malam dan menonton.
Bahkan pria itu sudah melupakan hal tragis yang baru saja ia terima dari kekasihnya.
Dalam hidup Stefan, Rita adalah segalanya. Pria itu mengingat betul bagaimana perlakuan sang mama yang selalu mendahulukan kebahagiaannya.
Stefan yakin, suatu saat nanti, ia akan menemukan sosok itu. Seorang wanita yang bisa mencintai dirinya dan mamanya.
“Mama ingin pulang ke Indonesia, Stef,” celetuk Rita tiba-tiba.
Stefan menoleh, kedua matanya bertemu dengan Rita. “Mama bilang apa?”
Rita menguatkan hati. Ini sulit, harus meninggalkan putranya seorang diri di sini. Akan tetapi ia pun tak punya pilihan.
Kerinduan untuk mengunjungi makam sang suami yang telah berpulang 23 tahun lalu, terbawa hingga ke alam mimpi.
“Mama ingin pulang ke Indonesia,” ucapnya tegas dalam satu tarikan napas.
“Mama –“
“Mama rindu almarhum papamu, Stef.”
Stefan tertegun. Tangan pria itu terulur menarik tubuh sang Mama ke dalam pelukannya.
“Baiklah. Kita akan pulang bersama, minggu depan.”
*
Jakarta, 19.30 WIB
Kebahagiaan seorang anak adalah melihat orang tuanya tersenyum. Begitu juga yang kini dilakukan Stefan.