Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
(Kita hidup hanya sekali, mati hanya sekali, menikah pun hanya sekali, begitu pula dengan jatuh cinta)
"Mayang tolong kamu taruh kebaya ini ke mobil saya ya" Suruh Sinta. Tuan Rumah yang selalu memperlakukan Mayang dengan baik.
"Baik bu"
"Sekalian sepatu aku juga ya ... " Bunga anak kedua Sinta menyahut. Dan ya begitulah kegiatan Mayang setiap hari, selalu di perintah dan akan terus berlanjut hingga semuanya selesai.
Mayang adalah anak dari seorang pelayan rumah tangga yang sudah lama mengabdi dalam keluarga Paramudya. Keluarga yang cukup terpandang di Indonesia. Bisa dibilang mereka adalah keluarga terkaya di negara ini akan usaha tekstilnya. Sejak kecil Mayang sudah tinggal dengan mereka, tinggal di rumah yang begitu megah dengan fasilitas yang serba ada dan membuat Mayang nyaman bisa bekerja di sini. Setelah lulus sekolah menengah atas Mayang memilih untuk bekerja melanjutkan peran ibunya sebagai pelayan di dalam rumah ini.
Sudah dua tahun Ibu dan ayahnya lebih dulu meninggalkan Mayang ke surga. Ayah Mayang juga pernah bekerja dalam rumah ini mengabdi sebagai supir pribadi Pak Arya Paramudya suami Bu Sinta. Selain diizinkan tinggal di dalam rumah ini. Sejak kecil Mayang juga dapat berkesempatan untuk bersekolah di salah satu sekolah ternama di Jakarta, tentu dengan semua biaya yang ditanggung oleh Bu Sinta. Tidak akan terhitung berapa jumlah uang yang sudah Bu Sinta keluarkan untuk keluarga Mayang, bahkan jika Mayang ingin mengganti semua itu nanti, Mayang rasa gajinya pun tidak akan cukup bisa mengganti semua kebaikan Bu Sinta.
Mayang harus banyak bersyukur mendapatkan majikan baik hati seperti Bu Sinta, selalu menyayangi Mayang layaknya anak sendiri, ia berjanji untuk selalu bekerja dengan baik dalam keluarga ini. Walaupun memang kadang Mayang merasa kerepotan karena perintah yang tidak ada habisnya, namun daripada itu Mayang harus lebih ikhlas dan siap untuk bisa melakukan apa saja. Semua tentu sebagai bentuk rasa terima kasih Mayang kepada keluarga Bu Sinta. Mayang berjanji tidak akan pernah mengecewakan bu Sinta apapun yang terjadi.
Mayang menghela nafas panjang setelah selesai menaruh barang terakhir bu Sinta ke dalam mobil berwarna putih di depannya. Tepat di jam sepuluh malam, setelah membantu Bu Sinta menyiapkan segala keperluan untuk besok akhirnya pekerjaan Mayang selesai sudah.
"Sekarang waktunya untuk tidur" gumamnya pada diri sendiri. Malam ini Mayang harus cepat tidur.
Besok pagi ia harus bangun lebih awal untuk bisa menyiapkan dirinya sendiri. Maya tidak boleh terlambat di hari terpenting dalam keluarga ini. Walaupun jauh dalam lubuk hati Mayang, sebenarnya ia tidak ingin menghadiri acara besok. Tapi, siapalah Mayang ? kehadiran nya juga tidak terlalu penting sedari dulu. Apalagi untuk lelaki itu. Lelaki yang akan melangsungkan pernikahan nya besok. Ya .. besok adalah acara pernikahan Genta, anak pertama bu Sinta. Anak lelaki yang besar bersama Mayang sejak kecil. Si tuan muda yang dingin dan tidak tersentuh. Mayang sudah membeli tunik yang cukup bagus untuk digunakan besok, walaupun harganya tidak terlalu mahal dan bukan dari brand merek terkenal, namun setidaknya Mayang tidak akan terlihat memalukan untuk hadir di acaranya.
Mayang hanya ingin melihat momen bahagia dari sang Tuan yang selama ini Mayang cintai ...
Saat akan menutup pintu pagar, Mayang dikejutkan oleh suara klakson mobil dari arah depannya. Terlihat sebuah mobil hitam sudah mengedipkan lampu berkali kali. Segera Mayang dorong kembali pagar tersebut sampai mobil hitam itu pun masuk sepenuhnya.
"Selamat malam Tuan" sapa Mayang pada sosok gagah yang baru saja keluar dari dalam mobil. Lelaki itu hanya melirik Mayang dengan wajah datar tanpa membalas sapaan Mayang sama sekali. Ia sudah biasa dengan itu, Genta Pramudya anak tertua bu Sinta, lelaki yang besar bersama Mayang pasti akan selalu menunjukkan sikap tidak sukanya pada Mayang, sorot mata yang begitu tajam berhasil membuat Mayang seakan akan ia adalah sesuatu yang menjijikan.
Karena hal itu ia lebih banyak menunduk dan menyembunyikan wajahnya, Mayang tidak nyaman dengan semua tatapannya apalagi untuk menatapnya.
"Siapkan air hangat untuk saya" suara berat nan dingin itu berhasil mengurungkan langkah Mayang menuju kamar.
"Maa-"
"Jangan buat saya mengulang dua kali Mayang!" Tegas Genta saat melihat Mayang lambat. Mayang terhentak seketika.