5.0
Komentar
506
Penayangan
20
Bab

Akibat ketamakan dua orang yang dikasihinya, Renata kini harus meregang nyawa. Masa lalu Renata pun seolah berputar bagai film, hingga membuat perempuan itu mengingat Dewa Fenrir-sang Maha Adil yang dikenalkan ibu kandungnya saat kecil. Namun, entah mengapa Renata melupakan-Nya saat beranjak dewasa. Pada tarikan nafas terakhirnya, Renata akhirnya kembali berdoa pada Dewa Fenrir untuk membalaskan dendamnya. Namun, ada yang aneh! Renata mendengar ada suara menggelegar yang menyerukan kata LUNA seolah memanggil dirinya. Perempuan itu bahkan merasakan telapak tangan yang besar dan dingin merengkuh wajahnya. Ada apa ini?

Bab 1 Pembunuhan!

"Hai, Renata! Adikku tersay- Ah, tidak! Maksudku termalang! Hahaha."

"Florencia, tidak usah berbicara dengan calon mayat ini! Cepat pastikan dia meninggal," kata Ibu Bellacia-Ibu tiri dari Renata yang seolah benar-benar menunggu saat-saat ini.

Renata tercekat. Dia merasakan sakit dari tenggorokan hingga dadanya. Dirinya pun semakin sulit menarik nafasnya. Dia diracuni oleh kedua orang itu. Mengapa kedua orang yang menyayangi dirinya sejak remaja ini menginginkan kematiannya?

"Me...nga-" tersengal, Renata berusaha berbicara pada mereka namun tidak selesai.

"Mengapa? Kau ingin mengatakan kata itu?" Florencia tertawa sebelum kembali melanjutkan ucapannya, "dasar bodoh. Tentu saja karena kami membencimu. Kami hanya menginginkan perusahaan La Luna milik ibumu."

Tubuh Renata terjerembab ke lantai. Dia merasakan air mata luruh di wajah sebelah kirinya. Dia tidak tahu air mata itu mengalir karena rasa sakit pada fisiknya atau justru karena perasaannya terluka saat ini. Kenapa dia harus mati di tangan dua orang ini hanya karena sebuah perusahaan? Renata kini menatap Bellacia, seolah mencari konfirmasi atas pernyataan mengerikan itu.

"Kenapa kau menatapku, anak bodoh? Ya, kami menginginkan perusahaanmu. Ah, tentu saja aku juga menginginkan ayahmu juga. Aku mencintai Ferdinand Soleil! Namun, pria itu selalu memprioritaskan dirimu dan bukan aku istrinya! Sekarang, akhirnya aku bisa menjalani hidup tanpa beban sebagai istri ayahmu!"

"Betul. Ayahmu terlalu mencintaimu dan ibumu yang sudah mati itu! Kasihan sekali, ibuku ini. Bila kau mati, ayahmu pasti hanya fokus pada ibuku! Aku sih tidak peduli padanya. Bagiku, kekayaan ini sudah cukup."

Florencia berjalan mendekati tubuh Renata. Dia juga menendang lutut Renata seolah mencari kepuasan atas rasa sakit Renata. Wajah Florencia begitu semringah bagaikan mendapat mobil baru di umurnya yang ke-17.

"Ah. Satu lagi! Aku membencimu, Renata! Semua orang menyayangimu, bahkan banyak mantan pacarku kagum denganmu. Namun, satu hal yang tidak bisa kuterima adalah kau bertunangan dengan orang yang kucintai! Dasar hama! Akhirnya, aku bisa membunuhmu dan membuatmu tahu aku membencimu!" Florencia kembali berkata dan terlihat begitu lega seolah beban di hatinya terangkat.

Renata memejamkan matanya. Sangat sulit menerima berbagai informasi yang begitu mendadak ini. Mengapa Florencia tidak pernah mengatakan apa pun selama ini? Bagaimana mungkin Renata tidak dapat menyadari sedikit pun keanehan dari kedua orang ini.

Saat membuka mata, mata Renata bertemu dengan Bellacia. Ibu tirinya itu benar-benar memandang Renata seolah dirinya seekor serangga. Rasa jijik dan keinginan untuk menyingkirkan Renata benar-benar tidak disembunyikan lagi.

Semua kejadian ini begitu menyakitkan.

"Akhirnya, aku tidak perlu berpura-pura lagi menyayangimu Renata. Melihatmu membuatku muak. Rambut perakmu mengingatkanku pada setiap foto yang dipajang ayahmu di rumah ini. Aku ini istrinya! Namun, ayahmu berperilaku seolah aku tidak ada dan bahkan memperlakukan orang mati itu seperti masih hidup," Bellacia kembali bersuara.

Renata tidak habis pikir. Dirinya begitu tulus menyayangi dua orang jahat ini. Dia benar-benar tulus, tetapi kenapa pembalasannya begini? Renata begitu menyesal. Rasa sayangnya dimanfaatkan begitu saja oleh kedua orang ini.

Perempuan itu kembali mengambil nafas untuk mengalihkan rasa sakitnya, tetapi tidak bisa. Dirinya menemukan bahwa tidak bisa bergerak, tidak bisa bersuara, tetapi memiliki kesadaran adalah tiga kombinasi paling mengerikan yang dirasakan Renata sebagai manusia. Dia tidak bisa berbuat apa-apa padahal dirinya sadar sedang dicelakai.

Racun apa yang mereka pakai dan dari mana racun ini berasal?

Apakah ada orang lain yang membantu kedua orang ini?

Lalu, di mana ayahnya? Mengapa dia belum menyelamatkan Renata.

Renata memejamkan mata menahan rasa sakit. Seolah film, Renata menonton semua kisah hidupnya. Dari lahir, pertama berbicara, semua dongeng malam Ibunya, ajaran ayahnya, mimpinya, masa sekolahnya, teman-temannya, bahkan Dewa Fenrir-yang kata Ibunya harus Renata hormati.

Di saat kritis ini, kepercayaan kepada Dewa Fenrir yang diturunkan Ibunya pada Renata seolah kembali pada diri Renata.

Renata ingat Dewa itu, Sang Maha Adil. Kata ibunya, Dia tidak pernah melewatkan sekecil apa pun perbuatan kaum-Nya. Dia menuntut balas atas rasa sakit kaum-Nya. Dia juga membalas kebaikan bagi yang membahagiakan kaum-Nya. Namun, Dewa Fenrir tidak juga memanjakan kaum-Nya. Jika ada dari mereka yang berbuat salah, Dewa Fenrir akan menghukumnya dengan adil.

Dewa kesayangan Ibu dan teladan Ibunya yang entah mengapa tergerus dari ingatan Renata setelah dia beranjak dewasa.

Renata memaksa dirinya untuk membuka mata berusaha menatap keduanya dengan tajam.

Meskipun dia tidak bisa menyentuh kedua orang itu ataupun membalas mereka, Renata berharap tatapan mata terakhir dalam hidupnya ini akan menghantui mereka. Setiap langkah mereka tidak akan pernah tenang. Dia juga berharap ayahnya membalas mereka. Atau bahkan Sang Maha Adil, Dewa Fenrir. Namun, kedua orang itu hanya tersenyum bahagia. Mereka kini tidak bersuara dan justru menikmati detik-detik kematian Renata.

"Anak bodoh. Mengapa kamu menatap kami seperti itu? Percuma saja. Kami tidak takut dengan calon mayat sepertimu."

"Betul sekali, Ibu. Dia hidup saja, kita tidak takut. Apalagi sudah nyaris mati begini?"

"Tidak akan ada yang menolongmu Renata. Jadi, nikmatilah detik-detik terakhirmu ini," ucap Bellacia.

"Akhirnya! Tiada lagi hama pengganggu dalam hidup kita," kata Florencia berbahagia sebelum mengulurkan tangannya pada Ibunya.

Bellacia menaikkan sebelah alisnya pertanda tidak mengerti maksud dari tindakan Florencia.

"Aku ingin menjabat tanganmu, Ibu," Florencia pun menyalami tangan Ibunya, "selamat Nyonya Soleil, misi Anda berhasil dan kesabaranmu berbuah manis.

"Hahaha... Anak pintar! Terima kasih juga anakku yang mau bersusah payah untuk terlihat menyayangi serangga kecil itu," ucap Bellacia senang. Perempuan itu benar-benar bangga pada putrinya yang mampu bersandiwara dalam menyayangi Renata. Padahal, usianya saat masuk kediaman Soleil juga cukup masih muda. Namun, Florencia benar-benar mampu membuat Renata terperdaya hingga sekarang berusia 21.

Saat kedua orang itu menikmati kebahagiaan mereka, Renata mengalami pergumulan luar biasa. Ada penyesalan dan sedikit harapan bercampur dalam sisa-sisa kesadaran.

Ibu, aku menyesal terlena dengan mereka dan nyaris melupakan semua ajaranmu.

Ayah, tolong tangkap basah kedua Iblis ini dan jangan terperdaya oleh siapa pun lagi setelah kematianku.

Dewa Fenrir, maafkan aku yang melupakan-Mu. Aku mengaku salah telah melupakan Engkau sebagai Alfa dan Omega dalam hidup. Aku berasal dan kembali pada-Mu, tetapi aku terlena akan hidup. Dewa, tolong balaskan mereka.

Mata Renata tertutup. Dia tidak bisa lagi membuka matanya. Badannya terasa dingin. Samar-samar, dia mendengar suara menggelegar menyerukan kata LUNA. Mengapa nama perusahaannya diteriakkan begitu keras?

Anehnya, dia merasakan telapak tangan yang besar dan hangat memegang wajahnya. Dia memaksa untuk melihat, namun tak bisa. Renata sangat yakin bahwa ini bukanlah tangan ayahnya yang kasar ataupun tangan tunangannya yang dingin. Sayangnya, kini Renata tak mampu berpikir dan benar-benar hilang kesadaran.

Renata, 21 tahun, mahasiswi dan pewaris La Luna meninggal di rumah pribadi keluarga Soleil.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Gairah Liar Dibalik Jilbab

Gairah Liar Dibalik Jilbab

Gemoy
5.0

Kami berdua beberapa saat terdiam sejanak , lalu kulihat arman membuka lilitan handuk di tubuhnya, dan handuk itu terjatuh kelantai, sehingga kini Arman telanjang bulat di depanku. ''bu sebenarnya arman telah bosan hanya olah raga jari saja, sebelum arman berangkat ke Jakarta meninggalkan ibu, arman ingin mencicipi tubuh ibu'' ucap anakku sambil mendorong tubuhku sehingga aku terjatuh di atas tempat tidur. ''bruuugs'' aku tejatuh di atas tempat tidur. lalu arman langsung menerkam tubuhku , laksana harimau menerkam mangsanya , dan mencium bibirku. aku pun berontak , sekuat tenaga aku berusaha melepaskan pelukan arman. ''arman jangan nak.....ini ibumu sayang'' ucapku tapi arman terus mencium bibirku. jangan di lakukan ini ibu nak...'' ucapku lagi . Aku memekik ketika tangan arman meremas kedua buah payudaraku, aku pun masih Aku merasakan jemarinya menekan selangkanganku, sementara itu tongkatnya arman sudah benar-benar tegak berdiri. ''Kayanya ibu sudah terangsang yaa''? dia menggodaku, berbisik di telinga. Aku menggeleng lemah, ''tidaaak....,Aahkk...., lepaskan ibu nak..., aaahk.....ooughs....., cukup sayang lepaskan ibu ini dosa nak...'' aku memohon tapi tak sungguh-sungguh berusaha menghentikan perbuatan yang di lakukan anakku terhadapku. ''Jangan nak... ibu mohon.... Tapi tak lama kemudian tiba-tiba arman memangut bibirku,meredam suaraku dengan memangut bibir merahku, menghisap dengan perlahan membuatku kaget sekaligus terbawa syahwatku semakin meningkat. Oh Tuhan... dia mencium bibirku, menghisap mulutku begitu lembut, aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya, Suamiku tak pernah melakukannya seenak ini, tapi dia... Aahkk... dia hanya anakku, tapi dia bisa membuatku merasa nyaman seperti ini, dan lagi............ Oohkk...oooohhkkk..... Tubuhku menggeliat! Kenapa dengan diriku ini, ciuman arman terasa begitu menyentuh, penuh perasaan dan sangat bergairah. "Aahkk... aaahhk,," Tangan itu, kumohooon jangan naik lagi, aku sudah tidak tahan lagi, Aahkk... hentikan, cairanku sudah keluar. Lidah arman anakku menari-nari, melakukan gerakan naik turun dan terkadang melingkar. Kemudian kurasakan lidahnya menyeruak masuk kedalam vaginaku, dan menari-nari di sana membuatku semakin tidak tahan. "Aaahkk... Nak....!"

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku