Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Sang Pemuas
Gairah Sang Majikan
"Kau tidak datang ke perayaan? Aku pikir kau akan ikut," ujar Gilda seraya duduk di pinggir kasur Edzhar dan menatapnya. Dia memerhatikan Edzhar yang tengah tiduran sambil memegang ponsel.
Gilda tengah berada di kamar pribadi Edzhar, seorang pria yang cukup dekat dengannya, tetapi bukan pacar. Gilda adalah sahabat Edzhar sejak mereka duduk di bangku perkuliahan, jadi sudah tidak asing baginya untuk mendatangi kamar Edzhar. Karena malam ini adalah pesta perayaan atas kelulusan mereka, Gilda hendak memastikan bahwa Edzhar turut datang ke pesta.
"Memangnya kau ikut?"
"Kau tidak lihat? Aku sudah memakai gaun, Ed."
Edzhar yang tadinya fokus pada ponsel, kini memandang Gilda. Dari ujung kepala sampai kaki, Edzhar memerhatikan pakaian sahabatnya. "Kau yakin akan memakai gaun itu?" tanya Edzhar dengan pupil membesar.
"Yakin. Mengapa aku harus tidak yakin?"
Gaun yang dipakai Gilda merupakan gaun ketat pendek berwarna putih, dengan model kerah sabrina. Edzhar bisa melihat belahan dada sahabatnya yang tidak tertutupi dengan baik. Oleh sebab itu ia bertanya, dan agar Gilda bisa mengganti dengan gaun yang lebih aman.
"Sebaiknya ganti pakaianmu, itu terlihat ... sedikit menggoda ...," lirih Edzhar sembari menegakkan tubuhnya. Dia turun dari ranjang dan meletakkan ponselnya di atas nakas. Edzhar berjalan ke lemari pakaiannya dan mencari baju yang akan ia kenakan ke pesta perayaan kelulusan.
"Cuma ini gaun yang aku punya. Lagipula aku tidak akan lama, kelab malam bukan tempat favoritku. Kau kan tahu aku, Ed."
"Ya sudah, terserah kau saja. Aku ganti pakaian dulu."
"Oke. Aku tunggu kau di luar."
Setelah beberapa detik Edzhar di kamar mandi, Gilda pun memilih keluar. Akan tetapi, sebelum angkat kaki, dia mendengar Edzhar memanggil namanya. Membuat Gilda mendekat dan menjawab, "Ada apa?"
"Jangan lupa kabari Carla!" titah Edzhar mengingatkan.
Sambil berdiri di depan pintu, Gilda dengan santai menyahut, "Dia kekasihmu, seharusnya kau sendiri yang mengabari, bukan aku."
"Tolonglah ... aku lupa mengajaknya! Jika tidak diberitahu sekarang, kita akan lama menunggunya berdandan! Bisa-bisa kita terlambat ke pesta."
"Oke, aku hubungi sekarang! Kau sendiri jangan lama-lama berganti pakaian!"
Begitu keluar dari kamar Edzhar, Gilda langsung mengabari Carla. Mengatakan bahwa dia dan Edzhar akan ke rumahnya untuk menjemput beberapa menit lagi. Gilda tak lupa mengatakan bahwa mereka akan pergi ke kelab malam untuk berpesta, merayakan kelulusan Edzhar juga dirinya.
*
"Mungkin hanya ini waktu yang bisa dia gunakan untuk memakai gaun cantik itu," kata Gilda yang mencoba menengahi pertengkaran Edzhar dan Carla di parkiran, yang tidak selesai sejak mereka berangkat dari rumah Carla.
"Cantik? Gaun cantik dari mana? Semua paha dan dadanya terlihat jelas! Kau juga, Gil!" semprot Edzhar masih emosi. Carla memang tampil dengan gaun hitam yang jauh lebih pendek dan terbuka dari Gilda, tak heran Edzhar memarahinya habis-habisan.
"Sudahlah, kita ke club untuk berpesta. Aku tidak suka diceramahi ketika kamu sendiri yang mengajakku ke sini, Sayang ...."
Tidak berhenti di sana pertengkaran dua manusia itu. Sampai di dalam club bernama 'Dark Purple' pun Edzhar masih saja memarahi Carla. Hingga Carla yang kesal memilih untuk masuk lebih dulu, meninggalkan Edzhar.
"Kejar! Mengapa kau diam saja?!" perintah Gilda yang kesal, dan mendorong tubuh Edzhar dengan sekuat tenaga. Hingga akhirnya dia yang sendirian, masuk tanpa teman. Ia lebih memilih untuk jalan santai dan memandangi club itu dengan intens.
Suasana club pada pukul dua belas lewat tiga puluh menit malam ini tampak begitu ramai, semakin riuh. Musik dari disjoki yang mengangguk-anggukkan kepala di atas panggung sana juga memberi semangat para anak muda untuk menggoyangkan pinggul ke kanan-kiri. Tak ketinggalan, lampu kelap-kelip bermacam warna yang membuat kepala Gilda pusing, ingin rasanya dia pulang saja.
Di dalam, ia bertemu dengan semua teman seperjuangan. Akan tetapi, ia tak menemukan Carla. Sosok Edzhar ternyata sudah duduk sendirian di ujung sofa, paling pojok.
Gilda yang penasaran di mana Carla, lantas berjalan mendekat. Sebelum duduk, ia sempat disapa para teman seangkatannya dan bersalaman. Gilda juga disuguhi aneka macam minuman beralkohol.
Dengan senyum tipis Gilda mengangkat gelasnya dan mencicip sedikit. "Carla di mana?"
"Aku tidak tahu."
"Lalu kenapa kau masih di sini?! Kenapa tidak kau cari?!"
"Untuk apa? Dia saja tidak ingin mendengarkan perintahku. Aku sudah memanggilnya beberapa kali, tapi dia terus jalan dan mengabaikanku."
Mendengar itu Gilda menepuk-nepuk pundak Edzhar. Dia sudah tahu bagaimana Carla yang terlalu keras kepala, tidak heran jika Edzhar sulit menasihati gadis itu. "Lain kali bicarakan baik-baik, mungkin Carla akan luluh kalau kau lebih lembut padanya, Ed."