Tak ....
Tak ....
Suara sepatu hak tinggi melangkah, menuju ke arah pria yang sudah menunggunya duduk memangku tangan di kursi taman. "Sudah selesai?" tanya pria berumur dua puluh tahunan itu.
Dia seorang CEO muda bernama Reynold Bill Timur, yang baru saja dinobatkan menjadi salah satu pemuda terkaya di Asia.
Gadis yang kini ia temui bernama Ajeng Kirei Iswari, ia hanyalah seorang wanita penghibur handalan di Macau R.A. sekaligus telah berpacaran dengan Bill sekitar sepuluh tahun lamanya, semenjak mereka duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Ajeng menatap Bill dalam, ia tidak biasanya menanyakan hal tersebut pada Ajeng yang baru selesai melayani para tamu yang datang.
"Aku akan menikah, Besok!" lanjut Bill, yang berhasil membuat Ajeng terkesiap kaku.
Bibir Ajeng bergetar, hatinya terenyuh ... akhirnya harapan dan doa Ajeng kini terkabul, Keluarga Bill bisa menerimanya dan rela menikahkan anak mereka pada gadis rendahan seperti Ajeng.
"T-tapi i-ini terlalu cepat, bahkan akupun belum mengatakan apa pun pada keluargaku, Bill!" jawab Ajeng terbata-terbata.
Bill menggeleng pelan, lalu balik menatap Ajeng dan menggenggam jemarinya erat. "Tidak denganmu, Jeng ... tapi aku dijodohkan dengan wanita pilihan papa," suara Bill memberat.
Sontak Ajeng menundukkan kepala, meneteskan air matanya. Ia hanya bisa terisak menelan takdir kepahitan yang selalu berpihak padanya.
"Kau terima? Kau tega denganku? Lalu bagaimana dengan hubungan kita? Semuanya sia-sia Bill! Kenapa bukan denganku, Bill? Kenapa? Karena aku kotor? Menjijikkan? Atau sampah di mata keluargamu? Kau pun sangat tahu mengapa aku terpaksa melakukan pekerjaan ini?!" rentetan pertanyaan dari Ajeng memberontak.
Bill seketika memeluk Ajeng, menenggelamkan wajahnya di bahu gadis yang sangat ia cintai. Lalu meneteskan air matanya tak tertahan, bukan hanya Ajeng yang terpuruk dengan perjodohan ini. Bill pun hancur berkeping-keping. Hatinya sudah tertutup oleh siapa pun ... hanya ada Ajeng di dalamnya dan tidak akan tergantikan oleh siapa pun.
Deruan napas panas di telinga Ajeng membuat hati Ajeng semakin perih, Ajeng mendorong tubuh Bill pelan. Menyapu noda air mata di wajah Bill dan melempar senyuman padanya.
"Pulanglah, Bill ... beristirahatlah yang cukup. Karena besok akan menjadi hari yang begitu melelahkan untukmu."
Ajeng beranjak bangun ... tubuhnya seolah lemas untuk berjalan, tetapi ia berusaha untuk kuat melangkah meninggalkan pria yang besok sudah menjadi milik wanita lain seutuhnya.
Namun, sesaat Ajeng akan melangkahkan kaki. Lengannya tertahan oleh Bill. "Pliss, Sayang! Kumohon jangan tinggalkan aku!" ujar Bill memohon.
Ajeng tersenyum miring, "Kutunggu di kamar No 812," ucap gadis itu seraya mengendurkan genggaman Bill.
Kemudian Ajeng melanjutkan langkahnya, ia berusaha tenang sekuat mungkin dan mengikhlaskan hal yang amat sangat berat untuk diikhlaskan.
Klek!
Ia membuka pintu berwarna hitam dengan nomor 812 di depannya, belum sempat Ajeng masuk. Wanita tua berumur sekitar setengah abad dengan dandanan super heboh bagai bintang pantura itu, memanggil namanya seraya melenggok berjalan ke arah Ajeng.
"Hello, Honeyku yang paling cantik ... we have a special guest! Dirimu tidak boleh menolak! Bayarannya sangat tinggi dan ini tamu special for you!" ujar wanita yang sering dipanggil dengan sebutan mami.
Ajeng yang merasa telah membuat janji pada kekasihnya dengan cepat menolak perintah mami, "Mam, maaf ... kali ini aku tidak bisa, aku ada urusan sebentar."
"Cih! Ini bukan permintaan, Honey! Ini adalah perintah yang harus kau lakukan!" ujar mami dengan kedua tangan yang melingkar sombong di pinggangnya.
Ajeng menelan salivanya, ia menatap wanita dihadapannya dengan gamang. "Satu kali ini saja ... kumohon, Mam! Aku sudah melayani empat puluh lima pria dari pagi sampai sekarang! Aku pun lelah, biarkan aku menghilangkan penatku sedikit!" gumamnya dengan suara yang penuh penekanan.
"Ini sudah tugasmu!" jawab mami tegas dengan netra yang menyorot tajam.
Wanita berusia setengah abad itu mendorong Ajeng masuk ke dalam kamar, lalu menguncinya dari luar.
Ajeng tersungkur di lantai, beringsut ke arah pintu dan menyenderkan kepalanya. Ia memejamkan matanya dengan suara isakan yang terdengar sengak.
/0/16908/coverorgin.jpg?v=eb76d5e78c94ca3449e4ff205c00d6f9&imageMogr2/format/webp)
/0/12295/coverorgin.jpg?v=ae0a2f9e8b8d575d1e2e15375b69ead9&imageMogr2/format/webp)
/0/7996/coverorgin.jpg?v=4e5da07b45835d037ca084ecb2c1da9f&imageMogr2/format/webp)
/0/10887/coverorgin.jpg?v=fa43449dedb7a96610a9331b748acfe1&imageMogr2/format/webp)
/0/16963/coverorgin.jpg?v=3cc2c4d6dad4259d9d3afbf19dd53b32&imageMogr2/format/webp)
/0/4056/coverorgin.jpg?v=0428bcf7dca705ee25be30e0599d8620&imageMogr2/format/webp)
/0/14071/coverorgin.jpg?v=009075a2713d3615445f0e0a89cff038&imageMogr2/format/webp)
/0/6624/coverorgin.jpg?v=a7f7e00475cce7f1d5cd45cf837b3f13&imageMogr2/format/webp)
/0/6639/coverorgin.jpg?v=db738a8cdac87a5646c65647c90a198b&imageMogr2/format/webp)
/0/13319/coverorgin.jpg?v=8603278625dd8f6188ac17074885d3cf&imageMogr2/format/webp)
/0/16416/coverorgin.jpg?v=560de0e137b8432e8497c457086f68b1&imageMogr2/format/webp)
/0/14731/coverorgin.jpg?v=927f4fb1d364819af2fa48c52b77907e&imageMogr2/format/webp)
/0/9691/coverorgin.jpg?v=33d241f60ee8cd7b8b1794c29783df65&imageMogr2/format/webp)
/0/18455/coverorgin.jpg?v=461de4ca899be095048ba151eb083bf6&imageMogr2/format/webp)
/0/5168/coverorgin.jpg?v=79b9005cb01a5264f8298e6bdffd90fd&imageMogr2/format/webp)
/0/7196/coverorgin.jpg?v=7592a2eb81064573854cf2324235abe9&imageMogr2/format/webp)
/0/10909/coverorgin.jpg?v=5122a39c4be9b04d20fc1c65de293bfa&imageMogr2/format/webp)
/0/17014/coverorgin.jpg?v=1d98bce93c1c3b71e0890adca4a8cbe0&imageMogr2/format/webp)
/0/20965/coverorgin.jpg?v=c7c87510ad8d8ff2b3f00ab65b0630d8&imageMogr2/format/webp)
/0/22560/coverorgin.jpg?v=41f06ee61fc309bd0d88b53f249a8718&imageMogr2/format/webp)