/0/20687/coverorgin.jpg?v=cd1175ed73971d72d14a9d65cc1c01ff&imageMogr2/format/webp)
Aku jatuh cinta padanya, meskipun aku tak tahu kapan itu bermula.
Aku menyayangi keduanya, tanpa sadar bahwa seluruh hatiku sudah bukan milikku lagi.
Aku tak bisa, dan tak ingin memilih.
Aku tak bisa meninggalkan, apalagi ditinggalkan.
***
“Jadi, jabatan kamu di Coskun Company itu apa?” Caliana memandang malas pria yang kini tengah duduk di hadapannya. Nama pria itu Erick. Dia adalah putra dari salah satu teman arisan ibunya.
Jika dilihat sepintas, Erick ini sebenarnya cukup tampan. Dia memiliki tubuh tinggi, kulit putih dan bersih. Wajahnya juga tanpa jerawat atau bopeng yang Caliana yakini hasil dari perawatan salah satu salon kecantikan. Pakaian yang ia kenakan juga bukan pakaian murahan. Tentu saja, ibu Caliana mengatakan kalau ayah Erick ini adalah seorang pengusaha batu bara, jadi jelas saja dia adalah orang kaya. Antara satu sampai sepuluh, nilai pria itu sembilan.
Tapi itu hanya nilai penampilan luarnya saja. Sejak setengah jam yang lalu, pria itu tidak berhenti membicarakan dirinya sendiri dan keluarganya dengan bangga namun selalu saja merendahkan orang lain. Dia mengomentari setiap orang yang masuk ke penglihatannya. Memberikan penilaian yang tidak perlu dan terlalu banyak memuji dirinya sendiri. Dan kini, pria itu sepertinya sedang menilai Caliana.
Kalau saja Caliana tidak harus menjaga nama baik ibunya, ingin sekali ia menyemburkan minuman dingin yang kini ada di hadapannya pada pria itu. Kalau saja tidak harus memenuhi permintaan ibunya, ingin sekali Caliana meninggalkan tempat ini di lima menit pertama kedatangannya.
“Aku hanya staff biasa.” Jawab Caliana apa adanya.
“Staff?” Tanya pria itu dengan nada menghina yang terdengar jelas di telinga Caliana. “Bukannya mendiang ayah kamu itu pengusaha semen ya?” Tanya pria itu dengan ekspresi ingin tahu.
“Iya.” Jawab Caliana singkat.
“Trus kenapa kamu gak kerja di perusahaan bapak kamu?”
“Bukannya bapak kamu juga pengusaha batu bara?” Caliana balik bertanya. Senyum manis tersungging di wajahnya. Pria itu menjawab pertanyaan Caliana dengan anggukkan antusias dan ekspresi yang jelas tampak bangga. “Terus kenapa kamu jadi pengangguran dan gak ikut kerja keras kayak bapak kamu?” Sindir Caliana masih dengan senyum di wajahnya yang membuat pria itu membeku.
/0/15686/coverorgin.jpg?v=afcf5a6ff86d6d1f40e69e3ce01b315c&imageMogr2/format/webp)
/0/10547/coverorgin.jpg?v=f5e3234d67dfe66ce919cc30049e927d&imageMogr2/format/webp)
/0/6251/coverorgin.jpg?v=95475b5bb5e62a6ede1cdc661ffbcd76&imageMogr2/format/webp)
/0/8070/coverorgin.jpg?v=0a79fd4fe67ddfd303ce39355ceb97c4&imageMogr2/format/webp)
/0/13422/coverorgin.jpg?v=8dbc5d2ea4081bab48f62d4af138b7d2&imageMogr2/format/webp)
/0/16399/coverorgin.jpg?v=1e15c1b5d5554d21af64e257ce86aabf&imageMogr2/format/webp)
/0/7030/coverorgin.jpg?v=66ef500fba68df5246c38220ee708a7f&imageMogr2/format/webp)
/0/18495/coverorgin.jpg?v=fa722c6e46304d6306090e55dc99494a&imageMogr2/format/webp)
/0/2795/coverorgin.jpg?v=043d4b1da96165844a701a244b3febde&imageMogr2/format/webp)
/0/2640/coverorgin.jpg?v=cd404ed8e307d022c965a36eb2d49305&imageMogr2/format/webp)
/0/7314/coverorgin.jpg?v=a1082c86ea6699e6432ece45218c8f91&imageMogr2/format/webp)
/0/5184/coverorgin.jpg?v=72b988390c55a957b5306f33b865e4e6&imageMogr2/format/webp)
/0/16861/coverorgin.jpg?v=1d79d5c8d1067177e47366859cdb07d3&imageMogr2/format/webp)
/0/16204/coverorgin.jpg?v=fd817143ccf5117c121c4285e7c3d270&imageMogr2/format/webp)
/0/9450/coverorgin.jpg?v=d11f7d23467c368108f94bae2251abd9&imageMogr2/format/webp)
/0/10516/coverorgin.jpg?v=01aff05d00205982dc45aa23981f69dc&imageMogr2/format/webp)
/0/12198/coverorgin.jpg?v=dc31d836caecd446dac10b44a8789176&imageMogr2/format/webp)
/0/15751/coverorgin.jpg?v=1bdf86b5ee5478fbb236687f80b2d534&imageMogr2/format/webp)
/0/19254/coverorgin.jpg?v=c659b82c9199684efc0b7b383a3b2265&imageMogr2/format/webp)