Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
“Maaf bu, bapak tidak bisa diselamatkan...”
Barisan kalimat yang membuat gelap duniaku. Pangeranku, kekasih hatiku, pergi meninggalkanku.
Tadi malam, kita masih berbincang sebelum lelap di peraduan, masih kau bisikkan kata cinta di telingaku. Pujian-pujian untukku, betapa cantik dan menariknya kulitku yang telah tipis dan keriput ini bagi pandangmu.
60 tahun sudah usia kita berdua, tapi kamu tak pernah bosan mengatakan cinta. Di masa tuaku, aku bahagia membersamaimu. Anak-anakku, tinggal di belahan bumi berbeda tapi aku tak pernah merasa kesepian, karena ada sahabat dengan bentuk paket lengkap di hidupku. Mas Afnan.
Siapa yang menyangka, tidur kita tadi malam adalah gerbang terbuka yang memisahkan fisik dan ragamu. Tak ada yang berbeda, bahkan semalam aku bermimpi indah tentang kita. Mas Afnan, kala aku membangunkanmu pagi tadi. Kau tak meresponku, tubuh kakumu membuatku takut.
Kau berjanji untuk membiarkanku mati lebih dulu agar tak sempat merasa sedih kehilanganmu, janji pertama yang kau ingkari. Mas, semua tak akan pernah sama. Bagaimana aku bisa hidup tanpamu?
Senja sudah usiaku, tubuh jompo yang biasa saling menopang ini kini limbung, salah satu tungkainya hilang.
Hamim dan Hanana, dua anak kita datang secepatnya begitu mendengar kabar kepergianmu, tangis mereka sama derasnya denganku. Begitu besarnya mereka menyayangimu.
Pagi itu asing, aku merapatkan syal renda yang kau belikan kala menempuh pendidikan di Belanda. Kain penghangat leher favoritku, kubawa kemana-mana. Kini kain itu kudekap erat, ingin merasakan hadirmu di sana.
Biasanya pagi ini kita duduk bersama makan bubur ayam berdua. Bubur yang kau belikan selepas shalat berjamaah di masjid komplek. Kutemani kamu yang sibuk membolak balik koran sambil merajut. Kau tak membiarkanku masak, kau selalu ingin ditemani.
“Cintaku, tidak usah repot-repot memasak untukku, duduk manis saja di sini menemaniku, aku tak ingin kau lelah memasak 2 jam lamanya hanya untuk dihabiskan 15 menit saja.”