Kisah wanita bernama Nazwa Rengganis yang sempat down karena diceraikan oleh Rafi, suaminya dengan tiba-tiba. Rumah tangga mereka baik-baik saja selama dua belas tahun ini terlebih mereka juga telah dikaruniai dua orang anak, laki-laki dan perempuan. Walau berat, akhirnya Nazwa mampu bangkit dan mandiri. Di saat Nazwa bersiap untuk membuka lembaran baru dengan menerima lamaran Kafka, laki-laki yang dikenalnya selama sesi konseling yang Nazwa ikuti untuk memulihkan emosinya pasca perceraian, ia baru mengetahui alasan suaminya menceraikannya. Di saat bersamaan, Rafi ingin kembali padanya. Nazwa terjebak dalam keegoisan dua orang laki-laki yang masuk di kehidupannya. Nazwa dihadapi oleh suatu keadaan, ia harus memilih Rafi atau Kafka, atau bahkan tidak keduanya. Jarak yang diambil Nazwa untuk menentukan pilihan hatinya, justru membuatnya masuk ke dalam sebuah petualangan baru tanpa sebuah ikatan. Tawaran pertemanan yang manis, membuat Nazwa sempat terlambung. Sebelum kembali ia dihadapkan akan keadaan dirinya. Seorang single parent dengan dua orang anak yang masih membutuhkan perlindungannya. Akankah hati Nazwa akan mampu memilih dan memulai lembaran kehidupan pernikahan kembali?
Sudah seminggu ini Nazwa resah. Ia tak mengerti mengapa Rafi begitu keberatan dengan rencana pernikahannya dengan Kafka. Ia merasa ada yang Rafi inginkan darinya. Ia kenal tabiat Rafi. Nazwa masih saja termangu mengingat percakapannya dengan Rafi saat ia mengantar Salsabila dan Hanif ke rumahnya. Pekan ini adalah jatah Salsabila dan Hanif bersamanya, setelah beberapa pekan yang lalu mereka berada di rumah Rafi.
"Benar apa yang dikatakan Bila, kalau Kafka ingin menikahimu?" tanpa pengantar apapun, Rafi bertanya pada Nazwa yang betul-betul tak menduga kalau Rafi akan membahas masalah pribadinya.
"Mengarah ke sana. Sebetulnya kami sedang mempersiapkan segalanya,"urai Nazwa pelan.
"Secepat itukah hati kamu berubah terhadapku, Naz?" tanya Rafi.
"Maksudnya?" taut Nazwa tak mengerti.
"Ya. Secepat itu kamu bersedia menjalani hubungan menuju pernikahan. Padahal kita resmi berpisah baru dua tahun sepuluh bulan. Tapi kamu sudah melabuhkan hatimu pada orang lain!"sindir Rafi.
Nazwa beristighfar dalam hati mendengar ucapan Rafi. Laki-laki dewasa dihadapannya ini memang masih saja berfikir seperti anak-anak. Dimana semua orang harus mengerti dan mengabulkan setiap keinginannya.
"Raf, pertanyaan kamu tuh, lucu ya?!"ujar Nazwa menanggapi perkataan Rafi.
"Lucu?"Taut Rafi tak mengerti.
"Lucu! Karena perpisahan ini kan keinginan kamu sendiri. Kamu yang melepaskan aku. Kok sekarang kamu yang keberatan kalau ada orang yang berniat baik terhadapku,"cela Nazwa tak mengerti.
"Siapa yang keberatan?"sanggah Rafi.
"Kamu! Pertanyaan kamu yang berkaitan dengan perasaanku terhadap kamu, bukan artinya kamu keberatan kalau aku menyerahkan hatiku pada orang lain?" seru Nazwa balik.
"Aku hanya berpikir tentang anak-anak, Naz."Kilah Rafi.
"Anak-anak? Ada apa dengan mereka? Aku lihat mereka bisa menerima Kafka. Lagi pula Kafka juga sayang dengan mereka. Ia menerima aku satu paket dengan anak-anak." Nazwa menghela nafas sejenak. "Kamu tahu, bahkan ia yang meminta kami tidak menjalani hubungan ini terlalu lama karena adanya anak-anak. Kafka tidak ingin orang berfikir negative tentang stastusku yang janda ini." tukas Nazwa lagi.
Rafi terdiam sejenak sebelum kembali bertanya. "Apa kamu sudah bertanya kepada anak-anak, apa pendapat mereka, Naz?"
"Belum. Mengapa memang?" taut Nazwa tak mengerti.
"Seharusnya kamu juga menimbang pendapat mereka, sebelum memutuskan kelanjutan hubunganmu dengan kafka. Mereka juga yang akan hidup bersama Kafka kelak. Bukan hanya kamu," cibir Rafi.
Deg. Perkataan Rafi menyentak hatinya.
"Naz, kalau aku boleh tahu, apa yang membuat kamu memutuskan menikah dengan Kafka? Sebaik apakah Kafka di matamu? Apa yang kamu lihat dari seorang Kafka?" kali ini Rafi bertanya dengan suara pelan.
Ditatapnya wanita yang duduk di hadapannya ini. Nazwa. Nazwa Rengganis namanya. Wanita yang menemaninya dalam bahtera rumah tangga selama dua belas tahun lamanya. Wanita yang telah melahirkan dua malaikat kecilnya, Salsabila dan Hanif. Wanita yang telah begitu sabar dan pengertian akan semua perilaku dan tabiat-tabiatnya yang sulit. Dan wanita yang telah dicampakkannya tanpa memberikan wanita itu kesempatan untuk membela dirinya sendiri. Tanpa tahu alasan yang menjadi penyebab perceraian mereka. Ironisnya, semua kebaikan Nazwa terpampang dengan jelasnya saat ia tak lagi memiliki Nazwa. Memang benar ucapan orang bijak, kita akan menyadari telah kehilangan sesuatu yang sesungguhnya berharga untuk kita justru pada saat kita tak lagi memilikinya.
"Apa tidak terpikir olehmu, bahwa kita bisa kembali bersatu, Naz?" tanpa menunggu jawaban Nazwa, Rafi kembali bertanya.
"Tali yang terjalin lalu sengaja diputuskan, kemudian akan disambung kembali?" Nazwa bertanya pada Rafi dan dirinya sendiri. Ia menghembuskan nafas. "Maaf, Fi. Itu tidak ada dalam kamus hidupku!" Jawab Nazwa tegas.
"Bahkan demi anak-anak?" desak Rafi.
Nazwa terdiam. ia belum bisa menjawab. Sesungguhnya ia menyayangi Rafi dan kedua anaknya. Tetapi tindakan Rafi yang menggugat cerai dirinya di pengadilan itu yang membekas di hatinya. Nazwa tak pernah mengira pernikahannya akan berakhir seperti ini. Ia tak pernah mengerti kesalahan sebesar apakah yang pernah dibuatnya, sampai Rafi menjatuhkan talak untuknya. Seingat Naz, ia sudah memenuhi semua keinginan Rafi sebagai suaminya. Sewaktu Rafi ingin ia meninggalkan pekerjaannya dan konsentrasi mengurus keluarga, Naz segera resign dari pekerjannya setelah melahirkan Salsabila, anak pertama mereka. Sewaktu Rafi ingin Nazwa tidak lagi mengikuti klub tempat ia menyalurkan hobinya membuat kue dan menanam, Nazwa menurut.
Apapun keinginan dan perintah Rafi telah dipatuhinya, walaupun ia harus merelakan kepentingan dan kesenangannya sendiri. Tapi yang didapatnya adalah talak dari Rafi. Sampai detik ini pun, saat ia telah berhasil menghalau kesedihannya dan memutuskan untuk memulai hidup baru dengan laki-laki lain, Nazwa masih belum mengerti mengapa Rafi menceraikannya. Dan sekarang, mengapa justru Rafi yang seolah-olah menyalahkan keputusannya untuk menikah kembali?
Nazwa menggeleng tak mengerti. "Rafi, aku rasa kamu sudah tahu jawabannya. Terima kasih sudah mengantarkan anak-anak. Maaf, sudah larut sekarang. Aku ingin menemani anak-anak untuk istirahat," Usir Nazwa halus.
Rafi menghembuskan nafasnya mendengar ucapan Nazwa. Ia tahu, akan sulit untuk merubah hati Nazwa. Tetapi, ia tidak akan mundur untuk mencapai keinginannya. "Baiklah. Aku pulang. Minggu depan aku akan jemput anak-anak untuk kembali menginap di rumahku," seru Rafi kesal.
Saat itu Nazwa hanya mengangguk mengiyakan. Ia menutup pintu begitu Rafi berbalik badan dan melangkah meninggalkan rumahnya. Setelah itu ia menuju ke kamar Salsa dan Hanif, mengucapkan selamat tidur dan masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Sudah tujuh hari lamanya ia berpikir dengan keras, berusaha mencari tahu dan mengerti alasan Rafi mengucapkan itu semua. Kembali kepadanya? Nazwa tersenyum tak percaya. Bisa-bisanya laki-laki yang hidup bersamanya selama dua belas tahun itu mengucapkan kalimat itu dengan mudah.
Kamu yang melepaskanku Fi! Kamu yang menceraikanku! Sekarang kamu ingin aku kembali padamu?! Egois sekali kamu! Rutuk Nazwa dalam hatinya. Aku tidak berpikir tentang anak-anak saat hendak menikah kembali? Hey, tidakkah kamu berpikir tentang anak-anak saat kamu melepaskanku?! Kembali Nazwa berteriak dalam hatinya.
Dering telepon membuyarkan percakapan tentang isi hati dan kepalanya yang berada di kepalanya beberapa hari ini. Ia mengangkat gagang telepon dan membuka salam, "Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam. Maaf, bisa saya bicara dengan Nazwa Rengganis?" suara lembut seorang perempuan membalas salamnya.
"Saya Nazwa Rengganis. Maaf, ini dengan siapa?" tanya Nazwa karena ia merasa kurang familiar dengan suara sang penelepon.
"Saya Renata, Nazwa. Sahabat Rafi. Begini, kalau boleh, saya meminta waktu untuk bertemu. Ada hal penting yang harus saya utarakan. Tapi rasanya jika melalui telepon kurang nyaman."
Kening Nazwa bertaut. Hal penting? Soal apa?
"Halo Naz . . . Nazwa?!" Suara di seberang kembali terdengar karena Nazwa tak kunjung menjawab.
"Eh, iya. Maaf. Sebelumnya, hal penting apa ya?" tanya Nazwa mengutarakan rasa penasarannya.
"Mmh . . . Soal . . . Alasan kamu diceraikan oleh Rafi!"
Bab 1 Kembalilah Padaku
21/09/2023
Bab 2 Alasan sebuah Perceraian
21/09/2023
Bab 3 Cinta Sepihak
21/09/2023
Bab 4 Bagaimana dengan Perasaanku
21/09/2023
Bab 5 Rahasia yang Terkuak
21/09/2023
Bab 6 Beri Aku Kesempatan Kedua
22/09/2023
Bab 7 Pertandingan Cinta
22/09/2023
Bab 8 Apa Kamu Jodohku
22/09/2023
Bab 9 Sebuah Keraguan
22/09/2023
Bab 10 Langkah yang salah
22/09/2023
Bab 11 Kekecewaan Hati
12/10/2023
Bab 12 Sosok yang Tak Ku Kenal
12/10/2023
Bab 13 Rahasia Hati seorang Perempuan
12/10/2023
Bab 14 Sebesar itu Rasa Cintaku
12/10/2023
Bab 15 Maafkan, Ikhlaskan dan Lupakan!
12/10/2023
Bab 16 Hai, Angel!
12/10/2023
Bab 17 Kepergian Tanpa Kabar
17/10/2023
Bab 18 Ini Kisahku, Ambu
17/10/2023
Bab 19 Terkenang
17/10/2023
Bab 20 Bidadari Hati Razky
17/10/2023
Bab 21 Rasa Yang Berbeda
17/10/2023
Bab 22 Sebuah Rahasia
18/10/2023
Bab 23 Perjodohan Bisnis
20/10/2023
Bab 24 Status Janda
31/10/2023
Bab 25 Tentang Kisah Hidupku
01/11/2023
Bab 26 Cinta yang Tak Harus Memiliki
02/11/2023