Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
**Pagi itu aku dapat telpon dari satu salah satu teman lamaku, sudah lama juga aku gak ketemu dia sekitar setahunan.
"Assalamu Alaikum, Dinda apa kabar?"
"Waalaikum Salam, dengan sapa nih?"
"Ah, masa kamu udah lupa sama teman kamu.... Aku Ruli?"
"Oh ya, kok kamu tau nomor aku...??"
"Iya, aku dapat dari mama kamu, beberapa hari yang lalu aku dari sana, kangen sama anak-anak sih hehehe.... Kebetulan aku ke rumah kamu juga. Dapat salam dari mama kamu yah...."
"Oh, iya makasih yah?"
Kami memutuskan untuk menutup telpon setelah kami bertemu kembali meski hanya lewat udara.
Namaku Dinda, salah satu nama panggilan dari salah satu mantan aku dulu, hingga akhirnya aku memutuskan untuk tetap memakai nama itu. Entah apa alasanku memberi nama itu. Waktu itu aku seorang Mahasiswi baru, baru aja semester pertama di salah satu kampus swasta di kota ini, meskipun kampus aku berstatus Perguruan Tinggi tapi merupakan Kampus Pertama dan Terkemuka di salah satu bagian Timur Indonesia. Alumni Mahasiswanya pun udah ribuan, meskipun biayannya mahal tapi tetap aja banyak di minati oleh para muda dan orang tua yang menginginkan anaknya menggeluti perkembangan dunia teknologi dan sebagai jaminan buat masa depan, soalnya sekarang dari masa ke masa teknologi akan terus berkembang, jadi kita harus selalu meng-upgrade perkembangannya.
Aku hanya seorang gadis yang mungkin udah cukup mandiri, selalu jauh dari orang tua sejak masuk SMP dan aku berada di kota besar saat masuk SMU. Ku akui klo aku hanyalah seorang gadis lugu yang datang dari desa terpencil dan berasal dari keluarga yang cukup sederhana. Tujuanku ke kota untuk mencari jati diri sejauh mana aku mampu bertahan dan sejauh apa yang bisa aku raih nantinya... Meski, sampai saat itu juga belum yakin kalau setelah lulus nanti dia akan berhasil atau tidak. Prinsipku adalah hidup yang ku jalani hanya mengikuti alur kehidupan, seperti aliran air yang terus mengalir menelusuri lembah-lembah curam. Suasana di kotapun begitu gemerlap menjadi momok mengerikkan terkadang bisa menjadikan diriku masuk ke dalam hitamnya pergaulan bebas. Tak sama dengan kehidupan di desa yang tenang, damai, orang-orangnya ramah, suasananya sejuk, pemandangan yang indah, dan jauh dari polusi yang membuat pemanasan global.
"Kamu itu seorang wanita pergi ke kota, harus tahan banting (mempertahankan kehormatan). Di sana banyak godaan yang bisa saja menjerumuskanmu, laki-laki itu, hanya ingin mencoba mendapatkan apa yang dia inginkan dari diri seorang wanita, setelah semuanya ia raih kemudian dia akan pergi meninggalkannya jauh-jauh.... Kamu boleh kenalan sama laki-laki manapun, yang penting sekedar kenalan saja, kamu jangan berbuat kasar sama mereka, nanti dia bisa sakit hati kemudian dia berbuat macam-macam sama kamu....Ingat itu!!" Nasehat kakek, sampai beribu-ribu kali kata-kata itu di lontarkan buat cucu kesayangannya ini.
Bagiku kuliah di salah satu kampus yang biayanya lumayan mahal. Yang sama sekali tidak sebanding dengan penghidupan orang tuaku di desa hidupnya pas-pasan. Pengharapan dari seorang kakek yang selalu memberiku semangat, tampak kecewa karena cucunya ini hanya kuliah di swasta bukan negeri yang selalu ia idam-idamkan sejak dulu. Kakek dan nenek, selalu berpikir kalau swasta itu tidaklah menjamin bisa mendapatkan pekerjaan. Yang dia inginkan hanyalah menjadi seorang pegawai negeri sipil. Dan mereka juga berpikir kalau sekolah itu semata-mata kelak untuk mendapatkan pekerjaan. Emang sih, sekolah formal itu tujuannya hanyalah untuk mendapatkan tingkat pendidikan yang sama sekali tidak sebanding dengan peluang tenaga kerja dan lapangan kerja yang ada. Sementara setiap tahun ribuan lulusan sarjana hanya dari satu kampus aja, sedang lapangan pekerjaan yang menunggu berkisar 30 % lalu 70 % akan menjadi pengangguran.