Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Bukan Calon Kakak Ipar

Bukan Calon Kakak Ipar

Bai_Nara

5.0
Komentar
24.8K
Penayangan
160
Bab

Nasha mempunyai calon kakak ipar ganteng bernama Rayyan. Rayyan adalah pacar kakaknya, Nisha. Nasha selalu menjadikan kisah percintaan Rayyan dan Nisha sebagai tolak ukur baginya untuk menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis. Hingga akhirnya dia memilih Feri sebagai pacarnya. Karena Feri memiliki karakter yang hampir mirip dengan Rayyan yaitu ganteng, pengertian, dan lembut. Satu lagi hal yang membuat Nasha menyukai Feri karena Feri adalah lelaki bertanggungjawab yang bahkan tak mau menciumnya karena Nasha memang hanya mau menyerahkan semuanya pada suaminya kelak. Hingga sebuah kecelakaan tragis menimpa Nisha, kakaknya dua hari sebelum pernikahan. Nisha meninggal sehingga membuat Nasha sangat sedih. Belum lagi fakta yang ia ketahui kalau Feri pacarnya telah menghamili sahabat baiknya, Rosi. Feri beralasan karena dia butuh pelampiasan sedang Nasha tak mau disentuh olehnya. Patah hati membuat Nasha jadi malas berhubungan dengan semua lelaki hingga dia dipertemukan lagi dengan orang masa lalu. Rayyan mantan calon kakak iparnya.

Bab 1 1. Calon Kakak Ipar

Sore ini, aku baru saja pulang kuliah. Capek rasanya naik motor kurang lebih 45 menit menuju kampus. Nasha Dwi Paramitha itulah namaku, gadis berusia 20 tahun yang sedang menempuh S1 pendidikan dokter gigi di Unsoed Purwokerto.

Aku bungsu dari dua bersaudara, anak pasangan Bapak Rahmat dan Ibu Sarinah atau biasa dipanggil Bu Inah. Kakakku berusia lima tahun diatasku. Namanya Nisha Eka Paramitha, sekarang bekerja sebagai bidan di salah satu rumah sakit di Purwokerto.

Saat memasuki pagar rumah, kulihat sebuah motor CBR hitam terparkir rapi di halaman rumahku.

"Siapa yang datang ya?" batinku.

Aku pun memasuki rumah setelah sebelumnya memarkirkan motorku disebelah motor CBR.

"Assalamu'alaikum." Aku mengucap salam.

"Wa'alaikumsalam," jawab keempat orang yang ada di ruangan. Kompak.

Aku menyalami Ayah, Ibu dan Mbak Nisha hingga mataku terpaku pada seseorang yang duduk di samping Mbak Nisha. Masya Allah tampan dan mempesona. Postur badannya tinggi menjulang, atletis, mata setajam elang, alis tebal, bibir tipis dan kulit putih. Jangan lupakan wajah keturunan indonya alias blasteran. Duh, begitu mempesonanya lelaki ini, aku jadi tergoda. Astaga.

"Kenalin Na, Mas Rayyan. Dia pacar Mbak." Mbak Nisha memperkenalkannya padaku.

"Nasha, Mas. Salam kenal." Aku pun mengulurkan tanganku.

"Rayyan," ucapnya sambil menyambut uluran tanganku.

Kami mengobrol lama. Dari obrolan kami, aku tahu Mas Rayyan itu cowok-able banget. Kelihatan banget cinta mati sama Mbakku. Hihihi. Tatapan matanya itu loh lembut banget tapi tajam. Setdah. Hahaha.

"Saya pamit pulang dulu Om Tante. Insya Allah minggu depan saya berserta kedua orang tua saya akan melamar secara resmi."

"Amin. Semoga dipermudahkan semuanya. Terima kasih ya Nak," tutur ayahku.

"Saya yang justru harus berterima kasih karena Om dan Tante telah mendidik putri Om ini dengan luar biasa."

"Ah Mas ini. Gombal." Mbak Nisha tampak malu.

"Hahaha. Mari Om Tante."

"Ya Nak hati-hati," ucap Ayah dan Ibu.

Mbak Nisha mengantar Mas Rayyan ke depan. Ayah dan Ibu segera masuk ke kamarnya. Aku sengaja mengintip apa yang mereka lakukan.

"Mas, jangan lupa kalau sudah sampai aku di WA ya?" Mbak Nisha mulai berbicara.

"Iya sayang. Kamu bobok yang nyenyak ya. Jangan lupa mimpiin Mas," ucap Mas Rayyan sambil mengelus rambut Mbak Nisha.

"Pengin cepet halal Dek. Biar Mas bisa cium kamu."

"Ish Mas Rayyan ah. Udah dibilangin kalau .... "

"Iya. Makanya Mas sabar sayangku. Mas suka kok icip-icip yang halal bukan yang haram."

Kulihat pipi Mbak Nisha merona. Ah, kenapa aku juga ikut merona kayak aku yang di gombalin aja. Ckckck.

"Ya udah Mas pulang. Dah Adek. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Mbak Nisha segera masuk ke dalam rumah. Dan kaget melihatku tengah senyum-senyum gak jelas.

"Cie ... Mas Adek. Uh! Romantisnya."

"Ish. Kamu ya Dek. Suka jahilin Mbak." Mbak Nisha menarik kedua pipiku.

"Aaaaa ... sakit Mbak," keluhku.

"Hahaha. Habis pipi kamu gemesin kaya bakpao." Aku mengerucutkan bibir.

"Udah jangan marah, nanti cantiknya ilang."

"Hemmmm ... Mbak kenal Mas Rayyan dimana?" tanyaku kepo.

"Dia dokter baru di tempat Mbak. Usianya baru 26 tahun."

"Ooo ... cakep ya Mbak."

"Hahaha. Cakeplah kalau gak cakep gak mungkin Mbak suka."

"Kayaknya orangnya baik ya Mbak. Penyayang gitu."

"Hu'um. Makanya Mbak yakin dia lelaki yang baik. Dia selalu jaga Mbak dan menghargai Mbak."

"Mbak sama Mas Rayyan berapa lama pacaran?"

"Tiga tahun kurang lebihnya. Mbak kenal pas Mas Rayyan lagi koas di rumah sakit tempat Mbak kerja. Setelah lama kenal kita pacaran. Lalu kita LDR-an selama dia intership ke NTT, bertahan pacaran sampai sekarang. Alhamdulillah bentar lagi lamaran," Mbak Nisha tak mampu menyembunyikan raut bahagianya.

"Alhamdulillah. Nasha doakan semua lancar ya Mbak. Doakan Na juga biar ketemu sama lelaki baik kaya Mas Rayyan."

"Amin. Tapi fokus kuliah dulu ya Dek."

"Oh itu pasti."

Kami berbincang cukup lama di ruang tamu hingga hari mulai malam. Akhirnya kami menyudahi obrolan kami dan menuju kamar masing-masing.

*********

Kamu hati-hati ya Na, insya Allah bulan depan Mbak beli motor jadi kamu gak perlu bolak balik jemput aku atau naik bus lagi."

"Santai Mbak, masih bisa disiasati kok."

"Mbak cuma kasihan aja sama kamu harus bolak balik nganter dan jemput Mbak. Belum lagi kalau Mbak ada tugas kamu yang ngalah naik bus."

"Mbak Nisha ini kayak sama siapa. Eh... Mas Rayyan," sapaku saat melihat Mas Rayyan tengah berjalan mendekati kami. Dia tersenyum dan wow lesung pipinya duh bikin hati meleleh.

"Kalian sering berangkat bareng?" tanya Mas Rayyan.

"Iya," jawab kami kompak.

"Kok aku gak pernah lihat Nis?"

"Soalnya kalau Mas Rayyan udah datang langsung bawaannya heboh nyiapin ini itu jadi gak pernah perhatian sama adik cantikku ini," tutur Mbak Nisha.

"Betul. Betul. Betul," sahutku.

"Hahaha. Ya Allah. Maaf. Mas beneran gak tahu."

"Ya udah sih gak penting juga. Mbak, Mas. Aku berangkat dulu ya. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Aku pun segera menjalankan motorku setelah berpamitan dengan mereka.

********

Sabun, sikat gigi, lotion, deodorant, parfum, bedak, lipstik, tissue lalu ... ah, roti tawar rupanya," gumamku.

Aku tengah berbelanja bulanan untuk diriku sendiri. Sebelum pulang, aku mampir ke Moro dulu. Hari Minggu nanti acara lamaran Mbak Nisha dan Mas Rayyan, dijamin aku gak bisa keluar karena harus bantu ini bantu itu. Makanya mumpung longgar, jadi sekalian. Apalagi jadwal tamu bulananku tak lama lagi pasti datang.

"Na, kamu disini?"Aku menoleh ke asal suara.

"Eh, Mas Rayyan? Kesini juga Mas?"

"Iya nganter Mamah beli ini itu ...."

"Banyak sekali," lanjutku dengan tangan membentuk lingkaran.

"Hahaha. Gemesin kamu ya."

"Aw. Aw Aw. Ish sakit Mas!" Aku memukul keras tangannya. Lalu aku memegang kedua pipiku yang habis dia cubit.

"Habis pipimu gemesin tahu. Pantas Nisha suka bilang sama Mas kalau suka sekali mencubit pipimu."

"Ckckck. Dasar kakak sama calon kakak ipar pada kurang garam. Klop pokoknya pantas jodoh," gerutuku.

"Amin. Kan Minggu kita lamaran terus nikah."

"Ya. Ya. Ya. Terserah. Minggir Mas, Na mau lewat."

Aku mendorong troliku ke arena roti tawar khusus wanita.

"Kamu suka pake yang gak bersayap rupanya?"

Astaga aku lupa kalau masih ada Mas Rayyan.

"Ish, Mas ini. Ngapain ngikutin Na. Malu tahu. Hush. Hush. Pergi sana ini area cewek, cowok dilarang mendekat."

"Hahaha." Mas Rayyan malah tertawa dan memperlihatkan kembali kedua lesung pipinya.

Husah. Husah. Aku segera membuang pikiran anehku. Ya ampun aku mesti nyari pacar yang punya lesung pipi juga. Biar bisa mengalihkan duniaku dari pria blasteran ini. Ckckck.

"Ngapain malu Na, udah biasa. Lagian aku ada tiga cewek di rumah ya tapi yang satu masih SD sih."

"Haish Mas Rayyan nyebelin."

Aku berusaha memasang muka marah. Namun kalimat Mas Rayyan selanjutnya membuatku sumringah.

"Udah selesai milih rotinya, sini Mas bayarin," ucapnya sambil mendorong troliku.

Asik. Jatah uang buat belanja bulananku aman, jadi bisa buat beli novel hihihi. Akhirnya kuikuti langkah Mas Rayyan menuju kasir.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Bai_Nara

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku