*Jordan merasakan dunianya hancur berkeping-keping saat kecelakaan menghantam mobilnya. Jordan mengalami cedera, sedangkan sang istri meninggal seketika dalam kecelakaan tragis tersebut . Terlebih sang istri tengah hamil muda sebagai pelengkap kebahagiaan mereka. Namun semua itu hanya tinggal kenangan bersamaan jasad sang istri--Shanum dimakam kan. Melalui hari-hari tanpa Shanum, sungguh sangat sulit untuk dilalui Jordan. Merasakan terpuruk teramat dalam, sosok Naditha sang adik ipar datang untuk memberi semangat hidup padanya. Merasa nasehat Naditha mampu memasuki relung hati dan pikirannya, Jordan perlahan-lahan bangkit. Ia berusaha sembuh dari cedera kakinya sampai harus mengambil perawat pribadi. Tetapi perawat pribadi yang merawatnya tidak bertahan lama. Sehingga Naditha kembali menjadi pahlawan untuk membantu dirinya untuk bisa kembali berjalan. Berkat Naditha beberapa bulan kemudian, Jordan sembuh dari cedera. Jordan sangat berterima kasih pada Naditha yang tak lain adik dari almarhum sang istri. Tanpa disangka-sangka, saling bertemu, berinteraksi dan tidak luput dari perhatian Naditha, ternyata membuat Jordan merasakan sentuhan hangat dalam hatinya. Yang membuat detak jantungnya tidak karuan berdekatan dengan Naditha. Tidak ingin lama hidup sendirian, akhirnya Jordan memutuskan menikahi Naditha. Akankah keputusan Jordan menikahi adik iparnya adalah keputusan yang tepat? Atau malah membawa Jordan pada jurang penyesalan saat mengetahui siapa wanita yang dia nikahi itu? "Kamu harus membayar mahal atas semuanya, Naditha!"
"Sayang, ayo buruan!" seru Jordan, seraya menyibak lengan kemejanya untuk melihat jam yang melingkar di tangannya.
Lelaki itu sudah tidak sabar untuk membawa istrinya kerumah sakit terdekat sebelum dia berangkat ke kantor. Berharap sebuah benda yang memperlihatkan garis dua membuat pasangan suami istri itu berharap penuh akan kehadiran malaikat kecil di tengah keluarga kecil mereka. Sebagai pelengkap hidup yang bahagia.
"Ya, sebentar!" sahut Shanum dari dalam rumah. Tidak lama kemudian wanita itu keluar.
"Hati-hati sayang," ujar Jordan menyambut Shanum, menuntun wanita itu menuju mobilnya.
"Loh, mas, aku bisa jalan sendiri," Shanum mengernyitkan dahinya, kala sikap sang suami tiba-tiba protektif padanya. Semenjak alat yang dinamakan test pack bergaris dua merah.
Tak bisa dipungkiri, Shanum sendiripun sangat senang melihat benda tipis panjang itu. Wanita mana yang tidak bahagia terlebih sudah menikah, memiliki suami? Kehadiran seorang anak adalah dambaan para pasangan suami istri. Apa lagi yang baru saja menikah dua bulan lalu.
Shanum pun tidak menyangka begitu cepat Tuhan menghadiahkan ini di rahimnya. Disaat sebagian orang bersusah payah mendapatkan, dengan mudah ia dapatkan. Tanpa minta apapun, Shanum hanya berharap di berikan kesehatan untuknya dan calon bayinya nanti.
Dari pada Jordan, Shanum terlihat lebih santai. Ia tidak ingin terlalu berharap bila mana nanti hasil pemeriksaan dokter tidak sama, ia tidak akan terlalu kecewa. Dua bulan bukan waktu yang lama. Tetapi melihat tamu setiap bulannya yang sudah terlambat, besar kemungkinan kuasa Tuhan memang sedang tumbuh di dalam rahimnya.
Jordan menekuk lututnya di hadapan sang istri. Memegangi perut datar istrinya dan memandanginya penuh harap."Aku hanya tidak ingin anakku di dalam kenapa-kenapa, sayang."
Shanum tertawa kecil melihat sikap Jordan."Mas, Mas, kamu ini ada-ada aja. Semoga test pack itu tidak salah ya. Semoga harapan kita terwujud memiliki seorang anak." Ucapnya seiring Jordan berdiri dari hadapannya.
"Iya, sayang ... cup!" Jordan memberi kecupan singkat di dahi Shanum. Lalu, membukakan pintu mobil untuk sang istri.
"Silahkan tuan putri,"
Shanum menggeleng-gelengkan kepalanya sekalipun merasa tersanjung oleh ucapan sang suami yang mendadak lebih romantis lagi.
Dalam perjalanan kerumah sakit Jordan tidak bisa menyingkirkan rasa bahagia di dalam hatinya. Sekali-kali ia mencuri pandang pada Shanum dan perut datarnya. Entah mengapa, rasanya begitu lama ia di jalan. Sehingga Jordan merasa dari tadi mobilnya hanya berjalan di tempat.
"Mas, kamu kenapa sih? Kenapa kamu lihatin aku terus dari tadi? Ini lagi, kamu bawa mobilnya nggak bisa pelan sedikit, Mas?" Shanum merasa laju mobilnya dalam kecepatan tinggi sampai ia harus mencari pegangan.
"Maaf, aku bawa mobilnya kencang ya, sayang? Ok, ok ... aku pelankan," Jordan langsung mengurangi kecepatan mobilnya.
"Maaf sayang, aku sudah tidak sabar mendengar kata dokter nanti." Ulasnya.
"Jangan sampai tidak sabar kamu itu, malah buat kita kehilangan nyawa, Mas," cetus Shanum mengingatkan sang suami.
"Iya, iya, Maaf."
Tidak lama kemudian, mobil yang dilajukan Jordan telah sampai dirumah sakit. Jordan keluar lebih dulu, lalu mengitari mobilnya. Belum sempat kaki Shanum menginjak tanah, Jordan sudah membuka pintu mobil dan mengulurkan tangannya.
"Hmmm ..." Jordan berdehem, ia mengangguk memberi isyarat agar tangannya diraih oleh Shanum."Kemari kan tangan, mu."
Shanum pun dengan senang hati meraih tangan Jordan, seutas senyuman melengkung dibibir wanita itu.
Melangkah bersama memasuki rumah sakit, Jordan dan Shanum ikut mengambil nomor antrian. Sebab, tidak hanya dia seorang yang hendak memeriksa kandungan. Ada beberapa orang yang hendak memeriksakan kandungan mereka. Bahkan ada yang sudah bulannya untuk melahirkan.
"Mas, ini tanganku nggak bakalan kamu lepas?" tanya Shanum melihat tangannya tidak sedikitpun terlepas dari genggaman sang suami.
"Kalau aku nggak mau, gimana?" Jordan menimpali Shanum dengan pertanyaan.
"Enggak enak Mas dilihat orang," bisik Shanum sambil melirik orang disekitarnya. Menarik-menarik tangannya dari genggaman Jordan. Alih-alih berharap lepas, Jordan malah mempererat genggamannya.
"Kenapa? Memangnya aku lagi genggam tangan istri orang? Aku kan, genggam tangan istriku sendiri," jawab Jordan menohok.
"Tapi aku nggak enak dilihat mereka," Shanum melirik tipis pada orang-orang sekitarnya. Ucapannya sedikit ditekan.
Bukannya melepas, Jordan malah mempererat genggamannya. Membuat Shanum membeliak melihat sikap suaminya. Bahkan Shanum meringis pun, lelaki itu malah tersenyum pada Shanum.
Tidak lama kemudian, tibalah giliran Shanum. Terlihat perawat keluar dari ruang sang dokter."Atas nama ibu Shanum Maheswari,"
Bola mata perawat itu mengedar pandangan untuk mendapati siapa si pemilik nama indah tersebut.
"Saya, sus ..." Shanum berdiri bersama sang suami. Sepasang suami istri itu melangkah menuju ruangan.
"Silahkan masuk,"
Setelah melakukan serangkaian pemeriksa pada Shanum, kini tiba saatnya dokter membacakan hasilnya. Kertas putih yang ada di dalam amplop itupun sebagai bukti nyata.
"Selamat ibu Shanum, Anda hamil," dokter pun tersenyum. Ikut bahagia untuk pasangan suami istri itu.
"Saya, hamil dokter?" manik mata Shanum membeliak, rasanya tidak percaya untuk hal yang membuat dia bahagia ini.
"Hhmm ... Iya, Anda hamil, usia kandungan Anda memasuki 4 Minggu," dokter pun membeberkan usia kandungan Shanum.
"Mas, aku hamil anak kita," ucap Shanum bahagia, menatap nanar pada sang suami. Iris matanya berkaca-kaca. Hal yang ia nanti-nantikan ini begitu cepat melengkapi hidup dia dan sang suami.
"Iya, sayang," Jordan memeluk istrinya. Tidak henti-hentinya ia bersyukur atas kehamilan Shanum. Wanita itu mengandung darah dagingnya. Jordan mengecup kening Shanum. Sebagai hadiah sederhana untuk wanita itu.
"Saya akan memberikan vitamin, penambah darah untuk ibu dan calon bayinya,"
Shanum pun mengangguk cepat.
Di dalam perjalanan, Jordan berusaha menahan rasa bahagianya sambil menyetir mobil. Ia tidak sabar untuk mengatakan kabar bahagia ini pada orang tua mereka. Pastilah orang tua mereka sangat senang mendengar ini. Sebentar lagi mereka akan mempunyai cucu.
"Sayang, kamu mau apa? Aku akan belikan apapun untuk kamu. Sebagai hadiah aku karena kehamilan kamu ini," Jordan melirik sang istri sekilas.
"Mas, aku nggak minta apapun pada kamu. Aku mendapatkan suami yang baik, perhatian, setia dan penuh kasih sayang saja itu lebih dari cukup, Mas,"
"Itu pasti akan aku lakukan. Aku akan menjadi suami yang baik untukmu dan anak kita kelak." Jordan meraih tangan Shanum, lalu mengecupnya. Rasa bahagia di dalam hatinya tidak terbendung lagi.
Saling melempar tatapan dari manik mata masing-masing. Tiba-tiba ekor mata Shanum menangkap bayangan, sontak ia menoleh.
"Mas awas!!" Pekik Shanum.
"Brraaakkk ...."
Semua terlambat, pekik kan Shanum tidak berarti apa-apa saat kini mobilnya yang di kendarai Jordan terguling di jalan beraspal setelah di hantam kuat oleh truk. Bayangan kebahagiaan yang m