Sengaja pulang cepat karena suamiku demam, aku justru menangkap basah dia sedang bercocok tanam dengan Joyce, sahabatku sendiri. Bukannya minta maaf dan mengakui kesalahan, Mas Reza malah menceraikanku dan menguasai seluruh hartaku. Lihat saja. Akan kubalas pengkhianatanmu, Mas!
"Pasti Mas Reza suka sama kejutanku."
Tepat pukul lima sore, aku keluar dari mobil. Aku sengaja meninggalkan kendaraan roda empat itu di depan gang, lanjut berjalan kaki menuju rumah yang masih berjarak 200 meter di depan sana.
Satu tanganku membawa kotak berukuran sedang berisi kue ulang tahun untuk Mas Reza, sedang tangan yang lain membawa tiket liburan ke Bali. Aku tidak sabar memberikan kejutan ini untuknya. Dia pasti senang dan langsung sembuh dari sakitnya.
Ya, sebenarnya tadi pagi Mas Reza agak demam. Dia izin tidak masuk kerja dan istirahat total di rumah. Aku yang kebetulan dapat banyak pesanan katering hari ini, terpaksa tidak bisa menemaninya. Aku minta maaf dan memberi kabar baru bisa pulang jam tujuh malam. Dia tidak keberatan sama sekali, memintaku tidak perlu khawatir karena dia bisa mengurus dirinya sendiri.
Langkahku semakin dekat menuju gerbang, melewatinya tanpa suara demi kejutan yang sudah aku persiapkan jauh-jauh hari. Bahkan Bima-putraku dengan Mas Reza-sengaja aku titipkan pada Mama agar kami bisa me time.
Aku berhenti di ruang tamu dengan kening berkerut saat mendapati ada satu tas wanita di kursi sofa. Warnanya merah menyala, begitu kontras dengan ruangan yang hampir keseluruhan dekorasinya berwarna coklat muda. Juga ada sepatu heels dengan warna yang sama yang tergeletak di bawah meja.
"Barang-barang milik siapa ini? Kenapa ada di sini?"
Kue yang sedari tadi kubawa dengan hati-hati, kini kuletakkan begitu saja di atas meja. Dadaku bergemuruh. Aku tidak tahu pemilik dua benda asing ini, tapi juga tidak bisa berprasangka baik setelahnya.
Belum habis pertanyaan di kepalaku, samar-samar terdengar tawa seorang wanita dari lantai dua. Dia seperti tengah digelitik atau semacamnya.
"Apa-apaan ini?" batinku semakin tidak menentu. Aku yakin rumahku tidak berhantu. Itu pasti suara manusia. Tapi siapa?
"Mas, jangan gitu, ah!"
Suara itu terdengar semakin jelas saat aku mulai menaiki anak tangga. Sepatu flat milikku sengaja kutinggalkan di bawah tangga, demi mengintai ke sumber suara sambil berjinjit.
Mungkinkah Mas Reza sedang bermain gila dengan wanita lain di kamar utama?
"Mas! Udah!"
Sekali lagi kudengar teriakan manja wanita itu, membuat seluruh ketakutanku semakin menjadi-jadi. Berbagai prasangka langsung memenuhi kepala. Apa yang sedang wanita itu lakukan di ruangan pribadi kami?
"Bentar lagi, Sayang. Nanggung, nih."
Deg!
Langkahku terhenti seketika bersama degup jantung yang kehilangan ritmenya. Dadaku rasanya sesak seketika.
"Itu suara Mas Reza. Aku nggak mungkin salah."
Belum reda keterkejutanku, detik berikutnya kembali terdengar suara-suara yang terasa menjijikkan. Kata-kata kotor terdengar menvsvk telinga, membuatku semakin yakin Mas Reza tengah enak-enak an di kamar kami.
Ingin aku tutup telingaku supaya tidak mendengar suara mereka. Wanita itu tidak segan memanggil nama Mas Reza berkali-kali, membuat kakiku hampir tidak mampu berdiri lagi. Tubuhku limbung.
"Ya Allah ... kuatkan hamba."
Tanganku mencengkeram besi berulir yang mengular sepanjang anak tangga. Hanya tersisa dua-tiga meter sebelum aku sampai di kamar, tapi tenagaku rasanya sudah habis. Tapi, aku harus kuat. Aku harus dapat bukti kalau memang Mas Reza benar-benar selingkvh. Meski itu kemungkinan terburuk yang paling tidak aku inginkan. Membayangkannya saja tidak.
Tiket liburan yang dari tadi kugenggam, kini ku remas dan kubuang begitu saja. Rencana indah yang sudah aku rancang sedemikian rupa, kini musnah seketika. Hatiku remuk redam rasanya.
Desah dua makhluk laknat itu terdengar semakin jelas saat kakiku sampai di ambang pintu.
"Joy, makasih, ya. Kamu selalu bikin aku puas," ucap Mas Reza dengan suara yang cukup keras.
Mataku membulat seketika. Joy siapa?
Dari celah pintu yang terbuka, aku lihat dia menarik diri dari wanita yang telah memuaskannya.
Kecupan-kecupan penuh cinta diberikan di seluruh wajah lawan mainnya, sama persis seperti yang Mas Reza lakukan setelah menghabiskan malam denganku.
Seluruh rasa cintaku pada Mas Reza tercerabut dengan paksa. Dia melakukan hal yang amat sangat aku benci, yakni ... selingkuh. Itu benar-benar kesalahan yang tidak bisa dimaafkan.
"Mas Reza!" Tanganku terkepal erat, ingin berteriak. Ingin sekali menghambur ke dalam sana untuk menangkap basah dua insan yang begitu hina itu. Tapi, kakiku terpaku di lantai. Aku tidak bisa bergerak.
Gemuruh di dalam dadaku tak terkontrol, tidak sabar ingin tahu siapa wanita yang sudah membuat Mas Reza terlena. Benar-benar tidak ada gambaran, suamiku yang pengertian itu menodai ikatan suci kami.
Alih-alih menyudahi dosa yang mereka lakukan, aku dibuat tersentak saat suara wanita terdengar keenakan. Mereka melakukannya lagi.
Mataku berkaca-kaca, teringat rumah tangga kami yang begitu harmonis sebelumnya.
Bagaimana bisa?
Bagaimana bisa Mas Reza tidur dengan wanita lain di ranjang yang seharusnya hanya ditempati oleh kami berdua?
Terlalu asyik memadu cinta, sampai membuat dua manusia minus logika itu tidak sadar waktu tanganku membuka pintu sedikit lebih lebar. Satu tanganku mengambil ponsel dan mengaktifkan fitur kamera.
"Udahan ya, Mas? Aku udah bisa pulang sekarang? Capek," ucap wanita itu sambil beranjak dari ranjang. Dia duduk di samping Mas Reza, membelakangi pintu, juga membelakangiku. Namun, suaranya terdengar familiar.
"Kenapa buru-buru, sih? Istirahat dulu sebentar."
Mas Reza memelvknya sambil mencivmi tengkuknya. Sial! Kemarahanku rasanya naik ke kepala, membuat ubun-ubunku mendidih dan ingin menghantam keduanya dengan benda tumpul apa saja yang ada.
"Nggak, ah. Nanti kalau tiba-tiba Nadya pulang gimana? Aku takut ketahuan. Udah, ya."
"Nggak bakal. Dia tadi udah kirim pesan, bakal pulang malam. Restorannya rame, pesanan kateringnya juga lagi membludak. Kamu tidur aja dulu. Nanti jam enam aku bangunin & antar kamu pulang."
"Tapi, Mas ...."
"Sst, udah deh nggak usah bantah. Kalau masih ngeyel, aku buat kamu nggak bisa pulang."
"Mas!"
"Yakin udahan? Nggak mau ronde ketiga?"
"Mas Reza, jangan genit!"
Telingaku semakin pekak mendengar canda tawa mereka. Ingin sekali kuambil pisau, menerobos masuk dan menghabisi mereka. Tega-teganya Mas Reza mengkhianati kepercayaanku. Apa katanya tadi? Ronde ketiga? Gigiku gemeletuk saling beradu satu sama lain.
Apa kurangku sampai Mas Reza selingkuh? Bukannya aku masih penuhi hak dia semalam? Kenapa sekarang dia main gila dengan wanita lain? Sudah berapa lama mereka selingkuh? Apa aku tidak menarik lagi di matanya?
Buku lain oleh Hanazawa
Selebihnya