Aku gagal menikah karena dinodai oleh calon kakak iparku sendiri. Mirisnya, justru akulah yang dituduh sudah menggodanya dan diusir dari rumah. Sebagai gadis ternoda, aku hanya bisa menjual tubuhku pada pria hidung belang yang banyak uang. Bertahun-tahun kemudian, lelaki brengsek itu menjadi pelangganku, bahkan menyewaku selama sebulan agar tidak tidur dengan lelaki lain. Apa yang dia inginkan?
"Berapa tarif kamu semalam?"
Aku terkekeh mendengar pertanyaan klasik yang tidak perlu kujawab. Jelas-jelas di awal dia sudah tahu hargaku. Kenapa masih bertanya?
"Berapa, ya? Yang pasti, tidak sebanyak uang yang diberikan pada istri-istri mereka," jawabku manja, menampilkan senyum terbaik untuk menyenangkannya. Sudah menjadi keharusan bagi wanita penggoda sepertiku untuk membuat klien bahagia.
Sayangnya, klien kali ini sedikit berbeda. Dia orang yang pernah menghancurkan hidupku. Orang yang sudah merenggut kesucianku, juga orang yang menjadi penyebab hancurnya pernikahanku dengan adiknya, dua minggu sebelum ijab kabul berlangsung.
"Kenapa tanya? Kamu mau bayar aku berapa?" Kukedipkan sebelah mata, mendekat ke arahnya dan meletakkan tangan di salah satu bahunya. Aroma parfum yang kupakai pastilah sampai di hidung mancungnya.
"Berapa yang harus kubayar supaya kamu bebas dari tempat prostitusi ini?"
Tawaku mengudara.
"Aku udah bebas, kok. Kamu lihat, tangan atau kakiku nggak ada yang ikat, kan?"
"Bukan itu. Kamu berhenti dari pekerjaan ini. Kita nikah."
"Nikah?"
Tawaku lebih keras dari sebelumnya, memenuhi ruangan dengan cahaya temaram dan lilin-lilin aroma terapi yang berjajar di lantai.
Kulihat rahangnya mengerat, dengan jari-jari yang tergenggam rapat. Jelas dia berusaha meredam gemuruh di dalam dadanya, juga keinginan liar sebagai seorang pria dewasa yang tengah digoda wanita dengan gaun terbuka.
Aku tahu, aku berhasil menggodanya, terlihat dari jakun yang naik turun dengan cepat. Bahkan, suaranya ikut tercekat. Cukup mengasyikkan menyiksa pria yang paling kubenci di dunia.
"Sayang, aku dibayar buat menuhin kebutuhan biologis kamu, bukan buat ngobrol hal-hal bulshit soal pernikahan. Kalau kamu mau nikah, cari gadis baik-baik di luar sana. Bukan aku."
"Sera, ini serius. Semua kesalahanku di masa lalu-"
"Stop it!" Aku semakin mendekat ke arahnya, menempelkan jari telunjuk tepat di bibirnya.
"Kamu nggak harus jelasin apa pun, karena aku nggak mau dengar itu. Masa lalu udah berlalu. Buat apa dibahas lagi? Nggak ada gunanya. Buang-buang waktu aja."
"Ra!"
Kali ini aku harus membekap mulutnya, mencegah kalimat lain terlontar dari sana. Meski hatiku jijik luar biasa bersentuhan dengannya, tapi aku masih bisa berpura-pura sebagai wanita manja di hadapan klienku ini.
"Baby, you want me or not?" tanyaku dengan tatapan menggoda, menjatuhkan harga diriku sendiri sebagai seorang wanita demi pekerjaan yang banyak dipandang rendah oleh orang-orang di luar sana.
Kulihat wajahnya memerah, entah menahan marah atau menyembunyikan gairah. Dengan cepat dia merogoh saku celana, mengambil sepuluh lembar uang ratusan ribu dan meletakkannya di meja dengan kasar.
Debam pintu menjadi tanda perpisahan kami malam ini. Dia pergi begitu saja, tak peduli aku belum memberikan layanan khusus padanya. Sama seperti sebelumnya, dia memintaku berhenti dari pekerjaan hina ini dan menjadi istrinya.
Sayangnya, itu hal yang mustahil. Bagaimana mungkin aku bisa melupakan semuanya? Luka yang membuatku terjebak dalam lingkaran setan ini.
Ingatanku kembali pada memori buruk malam itu. Dialah penyebab kehancuran hidupku. Pria asing kedua yang kupercaya, ternyata memiliki siasat busuk di dalam hatinya.
"Ra, Dika minta aku antar kamu buat fitting gaun pengantin," ucap iblis berwujud manusia yang menghampiri saat aku keluar dari toko bunga tempatku bekerja. Langit senja membiaskan cahaya oranye di angkasa. Satu keindahan yang paling kusuka.
"Fitting gaun pengantin? Kan harusnya besok, Mas. Bukan hari ini."
"Nggak tahu. Kamu lihat sendiri chat-nya."
Meski awalnya ragu, aku meraih ponsel itu. Memang benar ada pesan yang memintanya mengantarku ke butik langganan keluarga mereka.
"Masih nggak percaya?"
"Bukan gitu, Mas. Soalnya-"
"Kamu telepon Dika atau Mama. Tanya mereka, aku bohong atau nggak."
"Maaf. Aku ... aku percaya, kok."
Entah bodoh atau terdorong rasa tidak enak semata, aku menurut saja, masuk ke dalam mobilnya tanpa bertanya apa-apa.
Sepanjang perjalanan, aku bahkan tidak berani buka suara. Hanya sesekali memandang keluar jendela, juga jam tangan yang melingkar di lengan kiriku. Pria itu memang beberapa kali mengantar-jemputku saat Dika sedang sibuk dengan urusannya.
Langit semakin gelap saat aku menyadari kalau jalan yang kami lalui semakin sepi. Aku belum pernah melewatinya.
"Mas Rian, ini kita nyasarkah, Mas?"
Aku memberanikan diri bertanya saat kulihat titik GPS di ponsel justru semakin jauh dari tujuan kami. Rasa gugup melanda, membuat rasa takut memenuhi dada.
Pria itu tetap bungkam, bahkan menambah kecepatan mobil yang membuatku mencengkeram hand grip di atas pintu. Dia seolah ingin menerbangkan mobilnya.
"Mas, berhenti! Aku mau turun!" ucapku dengan suara gemetar. Namun, hanya deru kendaraan yang terdengar. Tetap tak ada jawaban.
"Mas, ini kita mau ke mana?"
"Senang-senang," jawabnya singkat. Kulihat senyum miring di bibirnya, bersama cengkeraman tangan yang semakin erat menggenggam kemudi.
"Kamu jangan gila! Istighfar, Mas. Aku calon adik ipar kamu."
"Justru karena itu kamu, Ra. Kamu yang paling tepat kujadikan senjata."
Kali ini tawanya membahana, membuatku semakin yakin kalau ada yang tidak beres dengan isi kepalanya.
"Mas, kita pulang sekarang!"
Namun, mobil itu tetap melaju, tidak peduli dengan protesku. Berbagai doa kulantunkan dalam dada, berharap tidak akan ada hal-hal tak terduga nantinya.
Sayang sekali, yang terjadi justru sebaliknya. Dia membawaku ke sebuah vila yang gelap gulita. Decit rem terdengar memekakkan telinga, bersama kendaraan roda empat yang terhenti seketika. Sosok pria 178 cm itu keluar dari mobil, membanting pintunya sekuat tenaga.
Ini satu-satunya kesempatanku melarikan diri.
Aku segera mengambil langkah seribu, berusaha menjauhi pria yang kini melangkah memutari bagian depan mobil jeep-nya.
"Mau lari ke mana kamu?"
Dia menangkap tanganku, membuat langkahku terhenti seketika. Dia menyeretku untuk mengikutinya.
Aku terus meronta, berteriak sambil memukuli punggungnya. Namun, kedua telinganya tak lagi berfungsi. Dia dibutakan oleh kemarahan yang tidak kuketahui sebabnya.
Entah setan apa yang telah merasukinya. Dia mengangkat tubuhku seperti karung beras dan membawaku masuk ke salah satu kamar. Dengan kasar, menghempas tubuhku begitu saja.
Di tengah hujan lebat yang mengguyur vila, dia melecehkan harga diriku, mengambil mahkota paling berharga yang ku jaga untuk suamiku nantinya. Dia menikmati sesuatu yang bukan haknya dengan wajah tanpa dosa, bahkan tertawa bangga.
Aku menangis tergugu mengingat kejadian menyesakkan itu. Dia sumber malapetaka yang sudah melemparkanku ke dalam jurang nestapa, memberiku status gadis terhina dan terusir dari keluarga.
Sekuat apa pun berpura-pura tegar, aku lunglai juga. Kakiku melemah, tidak bisa menahan bobot tubuhku sendiri. Bulir-bulir air mata menetes tanpa diminta. Dadaku terasa sesak. Rasanya, aku ingin amnesia. Melupakan semuanya.
Luka ini Adrian Mahendra Hutama penyebabnya. Sembuhkah jika aku menikam jantungnya?
Bab 1 Wanita Penggoda
22/02/2025
Bab 2 Anak Pembawa Sial
22/02/2025
Bab 3 Pertemuan Tak Terduga
22/02/2025
Bab 4 Terusir
22/02/2025
Bab 5 Tamu Tak Diundang
05/09/2025
Bab 6 Dari Mulut ke Mulut
05/09/2025
Bab 7 Pengorbanan
05/09/2025
Bab 8 Ingatan Pahit Masa Lalu
14/09/2025
Bab 9 Buah Simalakama
14/09/2025
Bab 10 Masih Adakah Surga untuk Gadis Ternoda
14/09/2025
Bab 11 Apakah Kiamat akan Segera Tiba
19/09/2025
Bab 12 I Want You Now
25/09/2025
Bab 13 Rasa Nyaman Hanya Jebakan
02/10/2025
Bab 14 Kerja Sama Saling Menguntungkan
02/10/2025
Bab 15 La Luna: Sang Rembulan dan Dahan Surga
02/10/2025
Bab 16 Paket Perawatan Khusus Calon Pengantin
04/10/2025
Bab 17 Mama Renata & Bunda Sera
04/10/2025
Bab 18 Dia Anak Siapa
07/10/2025
Bab 19 Dipandang Sebelah Mata
07/10/2025
Bab 20 AB's Restaurant and Coffee Shop
07/10/2025
Bab 21 Like Father, Like Son
07/10/2025
Bab 22 Unqualified - Tidak Memenuhi Syarat
07/10/2025
Bab 23 Mantan Calon Suami
11/10/2025
Bab 24 Mimpi Buruk
11/10/2025
Bab 25 Tidak Ada Kata Terlambat untuk Bertaubat
13/10/2025
Bab 26 Ketakutan yang Tersembunyi
13/10/2025
Bab 27 Satu Keping Puzzle Terbuka
20/10/2025
Bab 28 (Bukan) Pelakor
20/10/2025
Bab 29 Penerimaan dan Pengakuan
20/10/2025
Bab 30 Bukan Cerita Cinderella
20/10/2025
Bab 31 Pilih Aku atau Dika
20/10/2025
Bab 32 Pulang
20/10/2025
Bab 33 Suara Sumbang Tetangga
20/10/2025
Bab 34 Masih Adakah Surga untuk Gadis Ternoda (Ending)
20/10/2025
Buku lain oleh Hanazawa
Selebihnya