Menceritakan kisah dua anak manusia beda kasta yang tak mendapatkan restu dari ibu sang gadis. Gadis yang bernama Lutfi itu harus berpisah dengan kekasihnya Samsudin karena akan dinikahkan dengan pilihan ibunya.
Kutulis namamu di atas sajadah cinta, kutulis lewat pena jiwa yang takkan pernah redup . Kan kupahat setiap kisah yang melintas menjadi suatu anugerah yang terindah.
Masih 'ku ingat saat kupetik senyummu. Seperti angin berhembus menerpa dedaunan syurga rontok di atas jemariku, menceritakan tentang keindahan cinta yang kau rasakan, lembut menyapa hatiku penuh dengan keteladan.
Musafir cinta ... izinKkan 'ku merantau bersama dirimu mengisahkan tentang cinta yang terindah . Bawalah aku bersama kepakmu, bersama menorehkan cinta yang takkan terlupakan oleh zaman.
Kak, aku menanti khidbahmu hingga semua orang mengerti di sini ada engkau dan aku yang saling mengasihi. Adinda Lutfi.
Hati Samsudin seketika menjadi gerimis, dadanya langsung sesak seperti terhimpit beberapa beton besar. Jujur tak mampu ia pendam membaca surat dari Lutfi kegelisahan yang tumbuh beberpa hari ini, Sesuatu yang ditutupi rapat-rapat dan sengaja tak dipusingkan kini seperti rajam yang menumbuki batinnya penuh dengan rasa sakit.
Ini tentang Lutfi kekasihnya, sebenarnya surat yang baru dilayangkan Lutfi adalah sesuatu yang paling dinanti-nanti seumur hidupnya, menanti untuk mengidbah lalu meminangnya, suatu cita-cita yang sebenarnya sangat tipis terwujudkan. Namun, karena cinta jarak itu seakan lenyap dan terlupakan.
Dada Samsudin semakin sesak, tak terasa ada yang merembes mengaliri pipinya, jauh angannya menerawang. Masih teringat jelas kejadian tiga hari yang lalu.
Saat itu rumah Lutfi sangat sepi, tapi sepertinya keadaan itu telah direncanakan. Lutfi tiba-tiba memberi kabar melalui gawai mendadak ibunya mengajak ke Kembang Asri.
Seperti biasa Samsudin beres-beres Ndalem Lutfi dari nyiram kembang, nyapu sampai ngepel. Hari itu dia kebagian absen piket. Kamar Lutfi pun dibersihkan sekinclong mungkin.
"Kang Samsudin, saya lagi repot di dapur. Tolong ini bawakan keruang tamu, ya. Ada tamu dari Bojonegoro." Suara Mbak Ina meruntus, tergesa-gesa. "Cepat, Sayur Lodeh saya nanti mumbul!"
"Iya, Mbak! " Cekatan Samsudin memegang nampan.
"Kamu itu Ril, ngerti aja kalau ada anak cantik. Iya, selain cantik Lutfi itu sebenarnya sangat cerdas dan tegas, lho!" Suara Kiai Tohir tersenyum kecil dan geleng-geleng senang.
"Boleh tho, Lek. Seumpama aku meminangnya. Lek ... Lek, enggak kasihan apa kalau aku sedih." Goda Nuril keponakannya itu.
"Layo to, Ril. Palek iku yo malah seneng. Dia bisa bantu-bantu ngurus pondokmu di sana. Ya, permintaan kamu aku ijabahi, kamu resmi mengidbah Lutfi."
Pyar!
Suara Kiai Tohir terputus. Kaget mendengar suara gelas. Ya, karna kaget gelas di atas nampan yang dibawa Samsudin jatuh. Tubuhnya langsung lemas tak berdaya. Kaku, masih menghadap tamu.
"Samsudin ... Samsudin ...." Panggil Kiai Tohir karena Samsudin sedari tadi tertegun pucat.
"Kang." Nuril memegang pundak Samsudin. Samsudin terhentak. Senyumnya tipis penuh kekecewaan.
"Nih pecahan gelasnya yang hati-hati to, Kang." Tambah Nuril meletakkan pecahan gelas di atas mampan Samsudin.
"Kamu sakit to, Cung?" tanya Kiai Tohir. Samsudin hanya menggeleng-ngeleng dan meninggalkan tempat, dengan langkah gontai dia berjalan menuju kamarnya. Dengan bertahan menggerak-ngerakkan kakinya untuk sampai ke kamar, kaki Samsudin sangat kaku.
Brukk!
Suara badannya dibanting di atas Karpet. Menangis sejadi-jadinya sesampai di kamar. dunia seperti berputar-putar, nanar matanya menatap atap kamar. Seperti remuk hatinya saat itu. Sungguh menyakitkan.
*****
Tiga hari sudah kejadian itu terlewati, perih dalam hati Samsudin disembunyikan. Kegiatan mengajar Lutfi pun seperti biasanya ba'da ashar dilakukan di dalem tengah.
"Assalamualaikum ...." Senyum Lutfi mengembang keluar dari kamarnya. Tiba-tiba tubuh Samsudin gemetar dan janggung, berkecamuk otaknya berputar-putar. Melihat senyum itu Samsudin ingin menangis lagi. Tak kuat rasanya bila ia harus bertemu Lutfi. Tak kuat membayangkan kepergiannya untuk menjadi Ibu Nyai Nuril.
"Kang!" sapa Lutfi karena sedari tadi Samsudin melamun. Samsudin menoleh senyumnya parau.
"Di rumah baik-baik saja to, Kang? Mikirin apa, to?" Santai lutfi.
"Mikirin kamu ... eh salah lagi ...." Samsudin langsung pergi meninggalkan Lutfi yang melongok kaget.
"Gimana to, Kang." Lutfi mengejarnya, tapi Samsudin cepat menghilang.
Aish, Kang Samsudin sensi banget, ya.
Bab 1 Ning lutfi
26/06/2022