Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Gairah Cinta Masa Lalu

Gairah Cinta Masa Lalu

Nafis EL

5.0
Komentar
960
Penayangan
9
Bab

Katherine Syakila Bernando terpaksa menikah Arsena Kusuma Wijaya karena paksaan sang Papa setelah lamaran kekasihnya yang bernama Darren Swaresta ditolak. Katherine semakin benci pada Arsena saat tabu bahwa Darren pergi jauh setelah tahu kabar pernikahannya dengan Arsena. Pernikahan yang awalnya diawal kebencian lambat laun bisa terisis cinta karena usaha dan ketulusan Arsena. Kisah cinta baru saja dimulai dan bersemi. Namun, di saat itulah, Darren kembali ke dalam kehidupan Katherine dan mulai mengusik ketenangan rumah tangga mereka. Gairah cinta masa lalu yang Katherine rasakan membuatnya jatuh kembali dalam pelukan Darren. Bagaimanakah kisah Arsena dalam memperjuangkan keutuhan rumah tangga mereka? Siapakah yang akhirnya akan menjadi pelabuhan terakhir Katherine? Darren, pria yang penuh cinta dan obsesi memiliki Kathrine? Atau Arsena, pria mapan penuh kasih sayang dan ketulusan?

Bab 1 Suprise Yang Aneh

"Sayang, Bangun! Nanti kamu terlambat loh." Katherine mencium lembut pipi Arsena.

"Apa cuma sebatas ciuman?" Arsena menarik tangan Kathrine yang duduk di sebelah ranjangnya hingga istrinya itu jatuh di atas tubuh Darren. Berkali kali ia berusaha bangun tapi gagal, tangan kokoh itu berhasil mengekang tubuh rampingnya.

"Hentikan, Arsen! Ini sudah hampir pukul setengah tujuh, bukankah kau bilang ada rapat pada pukul tujuh tepat?" Kathrine meronta berusaha melepaskan diri dari pelukan suaminya.

"Lima menit, Sayang! Ayolah!" Arsena menyusuri leher Kathrine dengan bibirnya, membuat mulut Kathrine mendesah pelan. Sensasi gelenyar yang ditimbulkan oleh sentuhan itu membuat Katherine terpana sesaat. Tapi, ia segera sadar, suaminya bisa terlambat kerja.

"Tidak! Kau benar benar harus bangun! Sekarang sudah pukul 6 lebih 38 menit. Segeralah mandi! Aku akan menyiapkan pakaian kerjamu." Kathrine berhasil bangkit dari ranjang dan segera melangkah menuju lemari. Mau tak mau, Arsena bangun dan menuju kamar mandi walau dengan bibir mengerucut.

Kathrine hanya tersenyum melihat tingkah suaminya yang kadang suka manja. Untuk sesaat, ingatannya justru kembali ke masa 3 tahun lalu. Pada seseorang yang juga suka bermanja dia padanya.

Seseorang yang sampai saat ini masih juga belum bisa ia hilangkan namanya. Orang yang lamarannya ditolak mentah-mentah oleh Papanya karena suatu hal.

Darren Swaresta.

Dada Kathrine menghangat saat mengingat nama itu. Ia memang sudah berdamai dengan perasaannya. Berusaha menerima Arsena sebagai suaminya walaupun hatinya masih menyimpan nama pria lain. Namun, sampai kapanpun, ia tak mungkin bisa melupakan nama itu.

"Sayang, kau melamun?" tegur Arsena yang membuat Kathrine sadar dari lamunannya.

"Kau sudah tampan sekali sekarang. Sekarang kau harus sarapan dan segera berangkat. Setidaknya kau tidak akan terlalu lama terlambat." Kathrine membetulkan kerah kemeja Arsena yang tak henti memandang wajah cantik istrinya.

"Baik, Nyonya Arsena kusuma wijaya," ucap Arsena sambil mencubit lembut pipi Kathrine dengan kedua tangannya.

Arsena merasa betapa hidupnya telah terasa sempurna kini. Walaupun pernikahan mereka belum dikaruniai buah hati, tapi mereka selalu saling membesarkan hati pasangan masing masing.

Arsena memeluk pinggang istrinya menuju ruang makan. Setumpuk roti tawar yang dilapisi selai nanas beserta segelas susu coklat telah bertengger manis di atas meja. Arsena segera melahap sarapan dengan cepat.

Ia sesekali melirik ke arah jam mahal yang ada di pergelangan tangannya. Walaupun sempat bersantai ria, nyatanya sekarang ia memang takut jika sampai terlambat. Hal itu terbukti dengan cara makan Arsena yang terburu-buru. Juga langkah cepatnya saat menuju mobil putih di depan rumah.

Sebelum masuk ke mobil, Arsena masih menyempatkan menatap Kathrine yang menyalami tangannya. Tatapan hangat penuh dengan kemesraan.

"Terimakasih, Sayang, atas semua cinta dan baktimu padaku. Aku tak tahu lagi, bagaimana hidupku akan berjalan tanpa ada kau di sampingku," ucap Arsena setelah menyesap bibir istrinya lembut.

"Aduh, malu ah dilihat orang." Kathrine mendorong Arsena ke dalam mobil. Bukannya marah, Arsena malah menebar senyum nakal sambil mengedipkan matanya.

"Mengapa harus malu? Kita kan sudah sah sebagai suami istri." Arsena pura pura cemberut.

"Lihat! Sudah pukul tujuh kurang sepuluh menit. Kali ini kau pasti terlambat. Klienmu harus sabar mempunyai partner kerja sepertimu." Kathrine pura pura memasang tampang galak.

"Bisa jadi, tapi aku tak pernah menyesal mempunyai istri sepertimu." Arsena kembali mengerling nakal pada istrinya, membuat pipi Kathrine bersemu merah karena menahan luapan malu dan rasa bahagia.

"Baiklah, Sayang. Aku berangkat dulu. Bye! Love you." Arsena melajukan mobilnya pelan sambil melambai ke arah Kathrine.

Kathrine tak menyangka, tiga tahun pernikahan mereka bisa merubah hati Kathrine yang dulu beku seperti es. Awal pernikahan mereka, ia selalu bersikap acuh dan dingin pada Arsena, tapi kesabaran Arsena mampu meluluhkan pendiriannya. Hatinya perlahan terbuka untuk menerima kehadiran dan cinta Arsena dalam kehidupannya.

Kadang, Kathrine masih merindukan Darren. Sejak kepergiannya malam itu, Darren seolah hilang ditelan bumi. Tak pernah ada kabar dan tak pernah menampakkan batang hidungnya. Entah di mana Darren berada. Darren yang hanya tinggal bersama ibunya, sudah pindah rumah ketika Kathrine berusaha mengunjungi rumahnya.

Kathrine memang sudah mulai mencintai Arsena, tapi, jauh dalam lubuk hatinya, masih tersimpan nama Darren. Sulit sekali menghapus nama itu dari kehidupannya. Ia ingat, Darren berjanji akan kembali ke dalam pelukannya lagi, tapi ini sudah tiga tahun, dan Kathrine tak pernah sekalipun tahu kabarnya.

Jika Darren kembali, Kathrine bimbang, apakah ia akan tetap mempertahankan rumah tangganya dengan Arsena? Atau ia akan kembali menerima Darren yang pasti akan menyakiti banyak orang.

Sebuah panggilan telepon aplikasi berwarna hijau membuatnya kembali ke alam nyata.

'My Husband'.

Ternyata telepon dari Arsena. Ada apa? Harusnya ia baru saja sampai di kantor. Mengapa tiba tiba langsung menelepon? Kadang, suaminya itu memang suka memberi kejutan yang gak terduga.

"Ada apa, Sayang? Bukannya kamu baru sampai di kantor? Harusnya kamu sedang sibuk dengan klienmu di tempat rapat bukan?" tanya Kathrine sambil memasang wajah heran.

"Aku lupa, nanti ada telepon kejutan buat kamu, Sayang. Ingat! Nanti kalau ada telepon dari nomer asing langsung di angkat ya!"

"Telepon? Dari nomor asing? Siapa sih? Kok malah buat aku penasaran," ucap Kathrine menggaruk kepalanya yang tidak gatal menandakan dia sedang bingung.

"Kalau aku bilang sekarang, namanya bukan kejutan. Udah ya, Sayang. Aku mau meeting dulu. Kliennya sudah datang. Love you, Baby." Sambungan telepon dimatikan.

Kathrine meletakkan ponselnya ke atas meja dengan dahi berkerut. Pasalnya, ridak biasanya, Arsena membuat kejutan sereceh ini. Ada apa sebenarnya? Mengapa suprisenya berbentuk sebuah telepon? Memangnya siapa yang akan menelponnya.

Pertanyaan itu belum sempat selesai saat sebuah telepon kembali masuk. Ia baru saja hendak mengomel karena mengira Arsena yang kembali menelpon dirinya. Namun, Kathrine ternyata salah. Nomor yang masuk adalah sebuah nomer asing yang tidak mencantumkan photo profil di akunnya.

Kathrine menyambar ponselnya dengan agak kasar. Ia terlebih dahulu menarik napas dalam-dalam. Bersiap untuk menghadapi telepon yang akan ia jawab. Kathrine tak pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Bisa saja penelpon itu adalah suruhan Arsena yang tiba-tiba akan menjerit dengan keras. Siapa tahu? Suaminya kadang suka random jahilnya.

Kathrine menempelkan ponsel ke telinganya setelah menekan gambar berwarna hijau. Ia tak langsung mengucap apapun. Kathrine menunggu sang penelpon bersuara terlebih dahulu.

Sampai 7 detik kemudian, masih tak ada suara apapun. Mungkin orang yang menelponnya juga menunggu Kathrine bersuara. Hingga akhirnya pada detik ke 8, sebuah suara terdengar di telinga Kathrine.

[Selamat pagi! Apa benar ini dengan Nyonya Kathrine Bernando?]

Jantung Kathrine seolah berhenti. Suara yang baru saja terdengar adalah suatu bariton yang begitu familiar di telinganya. Suara yang selalu mengisi hari-harinya mulai dari ucapan 'Selamat lagi!' hingga 'Selamat tidur!'

Kathrine yakin ia tidak salah dengar. Suara itu adalah suara orang yang selama 3 tahun ini menghilang bagai di telan bumi.

Darren Swaresta.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku