Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
5.6K
Penayangan
26
Bab

Billie adalah pria harmonis. Namun, di balik kesempurnaan itu, Billie merasakan kehampaan dalam hidupnya. Billie mulai mengenang masa yang penuh gairah bersama mantan kekasihnya. Kehidupan liar dan penuh warna yang pernah ia jalani bersama para gadis terus menghantui pikirannya. Ketika Celine tiba-tiba muncul kembali dalam hidupnya, Billie dihadapkan pada dilema antara mempertahankan atau mengejar kembali gairah masa lalunya.

Bab 1 Tertidur di Kelas

Sebuah penghapus melayang tepat mengenai sasaran. Penghapus itu mengenai kepala seorang murid yang sedang tidur di dalam kelas saat jam belajar dimulai.

Sontak saja murid itu terkejut, dan ia segera bangun dari tidurnya. Tangan kanannya langsung mengusap kepala seraya kedua matanya melirik ke arah kiri dan kanan untuk melihat keadaan dalam ruangan.

Sepasang mata pria itu melirik ke arah lantai, dan ia melihat sesuatu di sana.

"Aduh... celaka! Pasti sudah ada guru nih!" celotehnya saat melihat sebuah penghapus tergeletak di lantai dekat dengan sepatu miliknya.

Sepatunya yang berwarna hitam kini terlihat sebagian berwarna putih.

Ibu guru yang sedang mengajar di kelas itu langsung berdiri.

"Billie! Bawa penghapus Ibu ke depan," panggil Tia, seorang guru bahasa.

Guru itu bernama Tia Asmara. Ia masih lajang, berpenampilan menarik, berambut panjang terurai, dan berkulit putih. Usianya sekitar dua puluh tiga tahun dan masih sangat muda.

Tanpa disuruh dua kali, murid yang bernama asli Billie Rahardian mengambil penghapus yang berada di lantai. Kakinya melangkah dengan malas ke depan, sementara kepalanya tertunduk takut karena merasa bersalah telah tidur di dalam kelas.

Mulutnya meracau tak karuan. Entah apa yang sedang ia ucapkan sambil melangkah ke depan menemui gurunya.

"Maaf, Bu," ucap Billie, lalu ia menyimpan penghapus itu di meja guru.

Guru itu sangat cantik, dan kulit wajahnya sangat halus. Namun kali ini, raut wajah cantik Tia berubah saat mengetahui ada murid yang tidur saat ia sedang mengajar di kelas. Tia segera memperingatkannya agar kejadian itu tidak terulang kembali.

"Billie! Lain kali jangan seperti itu. Setelah istirahat, kamu harus ke ruang guru dan temui saya di sana," pinta Tia kepada murid yang melakukan kesalahan.

Kepala Billie tetap tertunduk takut. Meskipun ia disegani di luar sekolah, dalam lingkungan sekolah ia adalah murid teladan dan tak pernah membantah ucapan atau perintah dari guru.

"Jiaah, kena deh! Pasti nanti dia nyerocos terus kayak ibu tiri, nggak berhenti ngomong," keluh Billie. Lamunannya buyar seketika saat guru yang cantik itu memanggil namanya.

"Billie! Kamu dengar Ibu nggak?" panggil Tia saat melihat murid itu malah melamun dengan tatapan mata kosong.

Tia masih berdiri dengan tangan kiri bertolak pinggang dan tangan kanan memegang penghapus yang baru saja dikembalikan Billie.

"Iya, Bu. Saya dengar," jawab Billie dengan gemetar.

"Coba, tadi Ibu bilang apa sama kamu?"

"Saya harus ke rumah Ibu. Eh, maksud saya ke ruangan Ibu," jawab Billie salah ucap karena grogi menghadapi guru cantik di hadapannya.

Guru cantik itu menggelengkan kepala melihat tingkah Billie, yang meskipun cerdas, belum bisa mengubah sifatnya.

"Sudah! Sekarang kamu boleh duduk kembali. Dan jangan lupa, saat istirahat nanti kamu harus datang ke ruangan Ibu."

"Terima kasih, Bu. Saat istirahat nanti, saya ke ruangan Ibu," jawab Billie sebelum segera kembali ke tempat duduknya.

Billie terlihat kesal. Tangannya mendadak mencubit teman sebangkunya, lalu berkata, "Rese lu! Kenapa lu nggak bangunin gue kalau ada guru?" bisiknya pelan agar tak terdengar oleh guru yang mulai mengajar lagi.

Temannya seolah sengaja menyimpan sesuatu dalam pikirannya. Ia membalas perkataan Billie dengan tenang.

"Maaf, Bil, gue kelupaan nggak ngasih tahu lu," ujar Usep, menahan perutnya sambil tertawa.

"Rese lu, Sep! Lu malah ngeledek gue! Awas aja lu kalau minta tolong gue lagi. Gue nggak sudi nolongin lu!" ancam Billie dengan wajah serius dan garang.

"Maaf, Bil. Bukan maksud gue ngeledek lu. Asli, gue lupa nggak ngasih tahu kalau ada guru," timpal Usep dengan wajah ketakutan saat menatap wajah Billie yang tampak beringas.

Murid itu bernama Billie Rahardian. Ia keturunan Indo-Belanda. Kakeknya asli orang Belanda, sedangkan neneknya asli orang Indonesia. Namun, ia tidak bisa berbahasa Belanda karena kedua orang tuanya tidak pernah mengajaknya atau mengunjungi kakek dan neneknya di Belanda.

Bil, nama kecilnya, kini duduk di bangku kelas tiga SMA. Rambutnya belah tengah berwarna hitam, kulitnya putih, hidungnya mancung, dan tinggi seperti orang Indonesia pada umumnya.

Billie memiliki adik bernama Clara. Rambutnya ikal, wajahnya khas Indo-Belanda, hidungnya mancung, kulitnya putih, dan matanya lentik. Clara duduk di bangku kelas tiga SMP.

Clara satu sekolah dengan Billie, dan dalam kesehariannya mereka menolak untuk diantar-jemput. Kakak beradik itu lebih memilih naik angkutan umum ketimbang diantar oleh sopir pribadi.

Teng... teng... teng... teng... Bel istirahat berbunyi empat kali. Tia segera merapikan buku yang ada di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas. Kakinya melangkah keluar menuju ruang guru.

"Bil, ke kantin yuk!" ajak Usep yang sudah berdiri di samping meja.

Billie teringat ucapan dari Tia, dan ia harus segera menemuinya.

"Nanti gue nyusul, Sep. Gue harus ke ruang guru." Billie langsung melangkah ke ruang guru untuk menemui Tia di sana.

Tok... tok... tok... "Masuk," sahut Tia dari dalam yang sudah sejak tadi menunggu kedatangan murid tersebut.

Billie membuka pintu ruang guru. Kedua kakinya melangkah masuk perlahan untuk menemui Tia yang sudah menunggunya.

"Silakan duduk," ucap Tia sambil menunjuk kursi yang sudah ada di depan mejanya.

Billie menarik kursi kayu dan langsung duduk seraya menundukkan kepala karena merasa bersalah. Tia menatap sedih melihat perilaku Billie hari ini. Ia segera menanyakan penyebabnya.

"Billie, tolong jelaskan kepada Ibu. Kenapa kamu sampai tidur di kelas saat Ibu mengajar?" tanya Tia dengan tegas, menatap tajam ke arah murid yang berada di depannya.

"Anu, Bu... Semalam saya begadang nonton bola sampai jam tiga pagi. Maafkan kesalahan saya, Bu!" jawab Billie dengan kepala masih tertunduk takut.

Tia menggelengkan kepala.

"Coba kamu lihat ke sini, lihat Ibu! Jangan menunduk terus. Mana bisa Ibu melihat wajahmu," ujar Tia menyuruh murid itu agar tidak terus menunduk.

Billie mengangkat kepalanya perlahan, dan kedua matanya menatap wajah cantik gurunya yang berada di hadapannya.

"Billie janji, Bu, gak bakal ngulangi lagi hal seperti tadi," spontan kata-kata itu keluar dari bibir lelaki tampan yang merasa bersalah.

Sorot mata Tia melihat Billie seperti menyimpan sesuatu yang selalu ia sembunyikan.

"Sebetulnya kamu ini pintar, cerdas, tampan, dan sangat populer di sekolah. Tapi kenapa kamu jadi seperti ini? Tolong atur jadwal sekolahmu, waktu bermain, dan tidur. Jika kamu masih seperti ini lagi, Ibu akan mengirimkan surat untuk kedua orang tuamu. Mengerti?" Tia merasa lega karena semua isi hatinya sudah ia sampaikan tanpa ada yang tertinggal sedikit pun.

Wajah Billie langsung terkejut mendengar kata-kata itu. Ia segera memohon kepada Tia.

"Jangan, Bu. Aku mohon, jangan kirim surat untuk orang tuaku. Billie janji gak bakal ngulangin lagi," kata Billie dengan serius.

Amarah dan kekesalan di wajah Tia kini telah hilang. Ia tersenyum sambil berucap lembut, "Silakan, kamu boleh istirahat sekarang. Tapi ingat! Jangan diulangi lagi."

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Kang Ramli

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku