Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
AKSARA HUJAN
5.0
Komentar
1.8K
Penayangan
33
Bab

Jika pengorbanan yang dilakukan seseorang tak dianggap. Jika kerja keras tidak lagi dihargai. Apakah kebahagiaan itu akan terwujud? Julie seorang penari pole dance di sebuah klub malam, yang berjuang demi membahagiakan adiknya, Gemma. Berjuang untuk memberikan masa depan yang jauh lebih baik untuk perempuan itu. Namun apa yang terjadi jika Gemma justru melakukan hal yang membuat Julie terluka? Akankah Gemma menyadari akan perbuatannya yang salah itu? Atau justru melakukan hal yang semakin membuat Julie menderita?

Bab 1 Perempuan malam

Perempuan itu meliukkan tubuhnya, merayap, sembari sesekali menunjukkan sisi erotis dari dirinya, membuat setiap pasang mata berdecak penuh kekaguman. Entah memuji, atau justru memiliki pikiran yang berbeda di dalam kepalanya.

Tak jarang, pria hidung belang dengan tangannya yang nakal sesekali mencuri kesempatan untuk menyentuh kulit perempuan itu. Membuatnya jijik!

"Hei! Lakukan lagi!" Perempuan bernama Julie itu melotot, menatap si lelaki hidung belang yang kini tertawa tanpa rasa penyesalan itu. Ia bahkan berniat untuk melakukan lebih, tapi tangan Julie dengan cepat menahannya.

"Jangan memaksaku untuk berbuat kasar! Aku muak dengan tamu seperti ini." Julie melepaskan tangan lelaki itu dan turun dari sana, lalu melangkah menuju meja bar, di mana bartender sedang asyik memainkan gelas-gelas kaca itu.

"Beri aku satu!" kata Julie kepada lelaki bertubuh tinggi itu, yang dengan cekatan segera mengisi gelas kosong dengan minuman beralkohol itu.

"Ada apa? Kau terlihat kesal, Julie?" Bartender itu mengulaskan senyum, menatap Julie yang meneguk minuman pahit itu dengan rakus.

"Kau tidak lihat? Laki-laki tidak tahu diri itu menyentuh tubuhku. Lain kali aku harus memberinya pelajaran." Julie masih begitu kesal karena peristiwa tadi. Ia benar-benar tak terima dengan perlakuan itu.

"Wah, siapa orangnya? Aku bisa membantumu," kata bartender itu.

Julie menggeleng, "Tidak perlu, aku bisa mengatasinya jika itu terjadi lagi." Perempuan itu meletakkan gelas kosongnya dan meninggalkan beberapa lembar uang di atas meja.

"Kau dapat banyak hari ini, Julie?" Lelaki dengan tato di sebagian tubuhnya itu mengambil uang dengan cepat dari sana.

"Hmm, lumayan. Aku menari selama dua jam dan cukup untuk membuat tubuhku kelelahan."

Bartender itu tertawa, ia melihat ke arah jam tangannya, "Sudah lewat tengah malam, bahkan hampir pagi. Sebaiknya kau pulang, Julie."

Julie menggeliat, "Ya, aku lelah dan ingin tidur." Julie berdiri, mengambil tas serta jaket yang ia titipkan di dalam loker bartender itu lalu pergi meninggalkan ruangan gelap yang dipenuhi dengan suara musik yang berdentum memekakkan telinga.

....

"Kau sudah pulang, Julie?" Mata itu menatap dengan tajam, di balik redupnya lampu ruang tamu. Julie tersenyum tipis, ia menoleh ke arah suara itu.

"Sampai kapan kau akan memanggil namaku? Aku ini kakakmu, Gemma." Julie mendekati adiknya itu, menatapnya lekat, "Ini sudah larut, kenapa kau belum tidur? Kau tidak kuliah besok?"

"Itu bukan keinginanku. Aku bahkan harus menutupi wajahku agar mereka tidak mengenaliku. Aku bosan dengan semua ini!" Gemma berdiri, tepat di hadapan Julie, membalas tatapan perempuan itu dengan mata terbuka lebar.

"Aku tidak mau kau membahas soal itu lagi, Gemma. Belajarlah dengan baik dan aku sedang berusaha memenuhi semua kebutuhan kita,oke?" Julie mengulurkan tangannya, berniat untuk mengusap kepala Gemma, namun gadis itu mengelak, enggan.

Julie menurunkan tangannya, ia tersenyum, memilih untuk meninggalkan Gemma yang menatapnya dengan alis menyatu.

Perempuan itu duduk di atas tempat tidur, dengan Rambutnya yang masih basah. Menatap ke dalam cermin. Ia tahu jika Gemma tidak menyukai apa yang Julie lakukan, ia tidak punya pilihan lain. Itulah mengapa Julie bersikeras agar Gemma bisa kuliah, Julie tak ingin adik perempuannya itu mengikuti jejaknya. Menjadi penari pole dance di sebuah klub malam bukanlah impiannya.

Semenjak kedua orang tuanya bercerai, Julie memilih untuk membawa Gemma, saat itu Gemma masih 17 tahun. Masih labil untuk ukuran seorang anak perempuan. Julie yang tidak memiliki apa-apa itu memilih untuk tidak ikut serta di dalam urusan mereka. Baik ayah atau ibunya, Dua-duanya tidak ada pilihan. Mereka menikah dan memiliki keluarga masing-masing dengan anak-anak mereka yang baru, barangkali mereka telah lupa jika masih memiliki anak di luar sana.

Perempuan itu tersenyum, namun matanya menitikkan air mata. Satu-satunya keluarga yang ia miliki hanyalah Gemma, tapi gadis itu seolah menjadi musuh baginya. Gemma tumbuh menjadi gadis yang keras kepala, sama seperti ibunya.

"Kau di mana, Julie?" Oliver mengirim pesan suara kepada perempuan itu. Dan Julie segera membalasnya dengan senyum mengambang.

"Aku berada di dalam kamarku yang hangat, Oliver. Kau belum tidur?"

Tak lama kemudian Oliver menelepon, lelaki itu selalu mencemaskan keadaan Julie.

"Aku senang kau sudah di rumah, Julie. Apakah kau baik-baik saja?" kata Oliver di seberang telepon itu.

"Hmm, tidak ada yang terjadi malam ini. Kenapa kau belum tidur, Oliver?"

"Aku akan tidur setelah memastikan kau pulang dengan aman, Julie. Kau tahu aku sangat mencemaskanmu. Terlalu berbahaya bagi perempuan berada di luar selarut itu." Oliver kembali menceramahi Julie, entah sudah berapa kali ia mengatakan hal yang sama.

"Aku tahu, tapi pekerjaanku memaksa untuk ke luar di malam hari. Oliver, kau harus bekerja, kan?" Julie menatap jam dinding di kamarnya, sebentar lagi matahari hampir terbit, dan lelaki itu bahkan belum tidur.

"Julie, bisakah kau meluangkan waktu di akhir pekan? Sudah lama kita tidak jalan-jalan, kan?" pinta Oliver, lelaki itu terdengar menguap beberapa kali.

"Tentu. Aku tidak akan bekerja di akhir pekan. Tidurlah, Oliver, gunakan waktu yang sebentar ini untuk memejamkan mata, oke?"

"Hmm, kau juga, Julie. Selamat malam."

Julie mematikan ponselnya, ia menarik selimut dan tertidur dengan cepat.

....

Suara gedoran pintu membuat Julie tergeragap, perempuan itu sepertinya baru saja terlelap, namun Gemma dengan tak sabar sudah membangunkannya.

"Julie!" teriak Gemma, terus menggedor pintu kamar kakaknya itu. Julie melangkah dengan lunglai, jiwanya seakan belum benar-benar kembali. Perempuan itu membuka pintu, dan menatap Gemma yang telah tapi dengan blouse dan celana panjang jeans itu.

"Kau sudah mau berangkat, Gemma? Apakah ada kuliah pagi hari ini?" tanya Julie sembari tersenyum lembut pada gadis itu.

"Ya, aku akan pulang malam. Tapi kurasa kau akan pulang lebih malam, kan?" suara Gemma terdengar sinis, ia menatap Julie sejenak lalu pergi dari hadapan perempuan itu.

"Eh? Gemma, tunggu!" Julie bergegas membuka tasnya, mengambil beberapa lembar uang kertas dan berlari menyusul adiknya itu.

"Ambil ini, kau harus makan, oke?" Julie memberikan uang itu, dan Gemma terpaksa menerimanya dengan kasar. Mau bagaimana lagi, ia masih membutuhkan uang itu.

Julie menatap kepergian adiknya dengan sedih, ia tahu Gemma tak menyukai pekerjaannya. Gemma merasa malu dan selalu memandang rendah dirinya. Namun, Julie harus bekerja keras, bukan? Semua itu agar mereka bisa hidup dengan lebih layak lagi. Julie bahkan membeli rumah dan sebuah mobil dari pekerjaan malamnya itu. Bukan rumah mewah memang, tapi cukup untuk melindungi diri dari terpaan hujan dan dinginnya malam.

Perempuan itu menguap, matanya masih terasa berat. Namun, untuk kembali tidur pun tak bisa ia lakukan. Julie terus terbeban dengan perkataan Gemma. Kenapa dia begitu susah untuk mengerti?

Julie meraih ponselnya, mengirim pesan kepada Oliver. Satu – satunya sahabat baik yang ia miliki.

"Ke marilah, Julie. Aku sudah membuka toko hari ini." Oliver membalas pesan itu dengan cepat. Ia sangat senang setiap kali Julie memiliki waktu untuk berkunjung ke tokonya itu.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku