WARNING 21+, MATURE CONTENT, AWASI ANAK DI BAWAH UMUR UNTUK MEMBACANYA!!! "Jangan panggil aku Monica, jika aku tidak bisa mendapatkan hati Indra Wiguna dan para pria kaya dengan pesonaku!" Sumpah Monica terucap setelah merasakan sakit yang amat dalam saat cintanya bertepuk sebelah tangan pada seorang Indra Wiguna, teman semasa sekolahnya. Monica merubah dirinya menjadi gadis yang menarik untuk mewujudkan obsesi dan sumpahnya. Obsesi untuk menaklukkan cinta pertamanya membuat Monica melakukan segala cara untuk mewujudkan kenginannya, meski Monica tahu Indra Wiguna tidak lagi singgle. Pesona Monica membuat para wanita harus berhati - hati terutama untuk para istri yang tidak mampu menyenangkan suaminya. Monica tidak segan untuk menjadi pengganti mereka di ranjang.
Tepuk tangan meriah mengiringi pengumuman nama pemenang lomba desain kain dan pakaian untuk upacara pembukaan ajang Olimpiade olah raga, di ballroom PT Cakrawala Tex.
Monica, maju ke depan begitu namanya disebutkan.
Tok ... tok ... suara heels yang dari langkah kaki wanita yang berjalan ke podium. Monica melangkah penuh percaya diri dengan memakai mini dress ketat berwarna putih berpadu blazer batik modern rancangannya.
Sepasang mata di podium menatapnya tak percaya. Monica tersenyum pada pemilik mata hitam dengan alis tebal. Wajah yang tak pernah Monica lupakan.
"Selamat, Monica, dan selamat bergabung," kata Indra Wiguna. Indra, manager bagian humas dari PT. Cakarawala Tex, adalah pria yang selalu dimimpikan Monica sejak SMA.
"Terima kasih!" jawab Monica dengan lembut dan menampilkan deretan giginya yang bersih dan rapi. Monica kemudian menerima piala dan hadiah utama dari perlombaan desain itu, juga sebuah kontrak eksklusif selama lima bulan, untuk menggarap proyek nasional yang dibebankan pada PT. Cakrawala yang memenangkan tender dari pemerintah untuk pengadaan seragam olah raga para atlet olimpiade.
Monica menyingkirkan puluhan desainer yang telah mengirim desain mereka secara online. Penentuan pemenang juga berdasarkan pilihan orang di dunia maya, selain dari juri yang berasal dari Pt Cakrawala tex juga perwakilan pemerintah dan asosasi desain yang tidak mengetahui pemilik desain yang mereka nilai.
Setelah pengumuman selesai, acara dilanjutkan makan siang. Penampilan Monica menarik perhatian banyak pria, begitupun Indra.
"Aku benar-benar tidak percaya ini kamu, Monica," kata Indra dengan tatapan kagum pada Monica.
Monica yang dulu tomboy dan cenderung cuek dengan penampilannya, meskipun seorang anak dari keluarga terpandang. Kini Monica menjelma menjadi wanita dewasa yang anggun, cantik dan seksi. Kata terakhir yang tertangkap pertama kali oleh mata Indra, saat melihat Monica dari dekat di podium.
Lekuk tubuh yang sempurna, tidak kurus dan tidak gemuk, dibalut dengan pembawaan Monica yang begitu elegan, membuat Indra menelan ludahnya.
"Ya, inilah aku Indra. Monica Cahyadi. Wanita yang selalu kamu tolak," jawab Monica dengan senyum manja.
"Iya, aku tahu. Kamu berubah sekarang Nic!"
"Hmm," gumam Monica dengan tanya akan maksud dari perkataan Indra.
"Cantik dan seksi," jawab Indra mendekat pada telinga Monica dan berbisik.
Monica tersentuh dengan bisikan lembut Indra. Hembusan napas Indra di telinga membuat jantungnya bertalu- talu, juga membangkitkan gairahnya.
"Aku tidak berubah Ndra, hanya memoles sedikit dan menonjolkan yang ada," jawab Monica tersenyum dan mengajak Indra untuk bersulang minuman.
"Hmm, apa kabar kamu?" tanya Indra basa-basi menutupi kegugupannya melihat belahan dada Monica, dari balik blazer.
'Sialan, kenapa kamu begitu cantik sekarang Monica,' batin Indra kemudian menelan ludahnya kasar.
"Baik. Sangat baik. Bagaimana kamu dan keluarga kamu?" tanya balik Monica.
"Sehat. Anakku sudah dua sekarang," jawab Indra tersenyum bangga.
"Hmm, yang lain dengan istrinya, kenapa kamu sendirian?"
"Istriku ada di Bandung, Nic. Dan dia tidak bisa ke sini, karena anak-anak sekolah," jawab Indra "Kamu sendiri, mana pasangan kamu?"
Monica menggelengkan kepala lembut. "Aku masih sendiri, mungkin terlalu asik sendiri jadi tidak laku-laku, atau mungkin tidak ada yang mau," jawab Monica mulai memancing reaksi Indra jika tahu, dirinya masih sendiri.
"Kamu terlalu pemilih mungkin, jadi belum ada yang cocok," jawab Indra sok perhatian.
Monica mengulum senyumnya. "Hatiku sudah ada yang memiliki Ndra, dan aku masih menunggunya sampai sekarang!" bisik Monica pada Indra.
Indra menatap mata Monica yang menatapnya lembut. Indra ingat tatap mata itu adalah tatap mata yang sama, saat mereka masih di bangku SMA. Indra menjadi mengingat bagaimana agresifnya Monica mendekatinya.
"Hmm, kenapa tidak ajak istri dan anak-anak kamu tinggal di sini?"
"Yunita tidak mau, karena juga mengurus ibunya yang tinggal sendirian," jawab Indra terdengar kecewa.
Pernyataan Indra, menjadi celah bagi Monica untuk mendekati Indra dengan bebas. Mereka berdua kemudian memilih untuk mengobrol berdua di luar ballroom. Letak ballroom yang kebetulan berada di lantai lima, membuat mereka bisa menikmati semilir angin, dengan pemandangan kota Jakarta yang selalu padat.
Acara pengumuman pemenang lomba berakhir. Tepat pukul satu siang, Monica segera diajak ke ruang rapat untuk membahas kontrak mereka, dan menjelaskan betapa proyek seragam itu sangat penting untuk PT Cakrawala yang sedang berkembang.
Keasikan berdiskusi, matahari pun sudah ingin pamit dari cakrawala. Langit sudah berubah memerah. Monica pamit undur diri, dengan alasan takut kemalaman di jalan, karena baru di Jakarta dan takut naik taksi jika sudah malam.
Tahu Monica akan naik taksi, Indra segera menyusul Monica keluar gedung PT Cakrawala menawarkan tumpangan sampai ke rumah.
"Hmm, tidak perlu Ndra, aku takut timbul fitnah."
"Tidak akan Nic. Orang di sini tidak seperti di kampung kita. Segala di urusi!" jawab Indra sambil mempersilakan Monica untuk ikut dengannya menuju parkiran mobilnya.
Monica merasa mendapat angin segar, setidaknya bisa satu mobil dengan Indra.
Indra melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sambil melanjutkan obrolan mereka yang tadi terputus, karena interupsi dari sang Direktur.
Apa saja mereka bicarakan, topiknya pun berganti-ganti, hingga Indra membahas hubungan mereka di masa lalu. Indra meminta maaf, telah melukai perasaan Monica.
"Tidak perlu dibahas, Ndra. Aku sudah melupakannya," jawab Monica lembut.
"Aku perlu minta maaf, karena kita akan bekerja sama lima bulan ke depan. Dan aku harap tidak ada dendam," kata Indra menatap Monica lekat. Mereka berada di lampu merah yang padat. Monica pun membalas tatapan Indra dengan senyum termanisnya.
"Yang aku miliki hanya rasa cinta yang masih sama seperti dulu, Ndra," jawab Monica lirih. Alunan musik romantis yang di putar di mobil, menambah syahdu senja mereka.
Indra merasa senang dengan ungkapan jujur Monica. Saat Monica berani menyentuh tangannya, membuat Indra merasakan hal yang beda, bagai tersengat aliran listrik.
Indra menggenggam tangan Monica, bibir Monica yang semula terkatup sedikit terbuka karena Indra meremas tangannya.
Bibir yang terbuka, dan belahan dada yang kembali terlihat saat Monica menghadap padanya membangunkan hasrat Indra yang seharusnya dia sampaikan pada sang istri dari kemarin. Namun karena harus mempersiapkan acara hari ini, menjadi alasan Indra tidak pulang ke Bandung.
Indra yang kesepian dan ada kesempatan dengan gadis cantik yang baru saja menyatakan cinta padanya membutakan mata Indra.
Indra merengkuh wajah Monica dan menyesap bibir tipis Monica yang terpoles warna merah cabe. Menggoda, itu batin Indra, saat melihat bibir merah Monica.
Monica menikmati ciuman pertamanya. Ya. Itu adalah ciuman pertama Monica, setelah tiga puluh tahun usianya.
Indra melepas bibirnya menatap lembutnya wajah Monica yang terpejam karena ciumannya. Indra ingin melanjutkan ciumannya namun suara klakson dari mobil di belakang mereka, membuat Indra mengurungkan niatnya.
Indra melanjukan lagi mobilnya menuju hotel tempat Monica menginap.
"Kamu selama lima bulan ini mau tinggal di hotel saja?"
"Tidak Ndra, aku berencana mau cari apartemen saja, kalau bisa yang dekat Cakrawala," jawab Monica lembut.
"Hmm, sudah ada pandangan?"
"Sudah ada tiga sih, besok mau coba lihat dulu, kalau bisa langsung transaksi, biar senin aku udah bisa tempati. Kalau senin sudah mulai kerja, aku pastikan aku bisa sangat sibuk. Waktu lima bulan untuk membuat baju dari awal cukup menegangkan untukku Ndra. Aku takut di proses pembuatan kain dan penenunannya," jawab Monica gelisah. Indra menatap bingung pada Monica, kemana arah pembicaraan Monica. Waktu lima bulan sebenarnya cukup longgar menurut pengalamannya.
"Desain sudah ada, tinggal approve kain dan proses jahit saja'kan Nic, aku rasa cukup longgar."
"Desainku kalau mau dengan kain di pasaran memang cepat, tapi aku mau beda Ndra, apalagi ini akan mewakili negara kita. Aku ingin yang terbaik, apalagi panitia penyelenggara akan di beri juga 'kan sebagai cindera mata, makanya aku mau buat kain yang ekslusif, kain tenun dan kain kaos dengan benang dari serat batang pisang, mengingat acara akan di adakan di Dubai di mana iklimnya sangat panas, tim olah ragawan kita harus nyaman dengan pakaiannya karena sifat serat batang pisang yang dingin," jelas Monica menggebu.
"Aku punya kenalan pengrajin tenun Abaka, atau serat batang pisang Abaka. Cuma terkendala di penenunnya yang masih sedikit. Aku khawatir akan kewalahan dengan ordernya yang banyak itu."
"Takut tidak selesai?" tanya Indra mengambil kesimpulan. Dan Monica pun mengangguk.
"Tenang saja, kita usahakan tepat waktu," jawab Indra menggenggam tangan Monica untuk memberi semangat. "Besok mau di temani cari apartemennya?" tawar Indra kemudian.
Senyum senang mengembang di bibir Monica. "Kamu tidak sibuk?"
Indra menggeleng cepat. "Aku tidak ada acara lagi, mau pulang ke Bandung juga tanggung, besok harus ke sini lagi. Jadi di sini saja, so I'm free," jawab Indra.
Indra berbohong, padahal rencananya tadi pagi adalah, setelah makan siang, dirinya akan naik kereta ke Bandung.
Mereka tiba di depan hotel, sengaja Indra memarkirkan sebentar mobilnya, menunggu Monica memakai heelsnya yang tadi di lepaskan, karena merasa capek.
Monica pun berpamitan pada Indra dengan saling menatap, ada rasa di hati Monica yang ingin terus bersama Indra. Begitupun Indra, yang terlanjur terpancing hasratnya melihat Monica, adek kecilnya saja belum sepenuhnya tidur lagi.
Monica mengambil inisiatif mencium pipi Indra, alih-alih mengucap terima kasih sudah diantar. Indra menegang lagi dan tak menunggu lama sebelum Monica menjauh, Indra menangkup wajah Monica dan melumat bibir Monica lagi.
Setelah kehabisan napas baru mereka saling melepas, dan masuk dalam hotel. Mereka hanya bergandengan tangan biasa. Di dalam lift pun mereka tidak berbuat banyak, karena lift yang ramai. Indra hanya meremas bokong Monica yang berdiri di sampingnya, Monica ingin berteriak karena tindakan spontan itu. Namun dia urungkan dan berganti meremas jas yang Indra kenakan.